Rabu

Menyisihkan waktu bukan menyisakan waktu untuk pelayanan kepada Tuhan

 

Daniel 6 : 10-11

Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya.

1 Korintus 16:1-2

Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada Jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu  hendaklah kamu masing-masing--sesuai dengan apa yang kamu peroleh--menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan,   kalau aku datang.

Sangat sering kita mendengar bahkan mengalami sendiri Ketika di minta untuk pelayanan dalam bentuk apapun di Gereja, kita atau banyak yg lainnya akan mengatakan “ maaf saya sibuk sekali, saya kalua pulang kerja jam 7 malam tiap hari, sampai rumah pastis dah capek.” Atau “maaf anak-anak saya masih kecil-kecil repot sekali kalau mau pelayanan” dan jutaan kalimat-kalimat yang senada dengan itu. Tetapi disisi lainnya kita juga sering mendengar kalimat “ Gusti Mboten sare” atau “Allah tidak Tidur”. Dua kalimat yang bertolak belakang. Satu sisi kita merasa sangat padat, sangat sibu sehingga tidak mampu memberikan waktu untuk melayani asllah melalui sesame, tepi justru sebaliknya Allah bahkan tidak pernah “tidur” untuk melindungi kita, memberi rahmat, menyelamatkan, memeluk kita. Sebandingkah? Setimpalkah yang kita lakukan? Apakah benar tidak ada waktu untuk Tuhan? Pertanyaannya mungkin perlu diperdalam, apakah kita benar- benar tidak ada waktu atau mungkin justru kita sebenarnya tidak ada hati untuk Tuhan.

Mari kita belajar dari tokoh-tokoh dalam Alkitab. Rumusan “sisihkan, bukan sisakan” seharusnya juga menjadi rumusan untuk waktu khusus bersama Tuhan. Seperti nabi Daniel. Dalam kitab Daniel bab 6 di sebutkan bahwa Daniel adalah pembesar negara yang tentu sangat sibuk , tetapi yang mengagumkan, ia sudah punya waktu, bahkan metode yang tetap untuk selalu Berdoa (pelayanan) kepada Allah. Dalam konteks ini, Daniel sedang terancam akan dibunuh oleh orang yang tidak suka kepadanya dengan dilempar ke gua singa. Namun, 3x “berjumpa” dengan Allah bukan dilakukan Daniel karena panik dengan semua ancaman itu. Melainkan sudah menjadi pola kebiasaannya setiap hari. Ia benar-benar telah menyisihkan waktu yang terbaik untuk Allah, bukan memberi sisa waktu.

Santo Paulus kepada jemaat di korintus memberikan solusi Ketika mereka kesulitan memberikan persembahan, dengan alasan tidak memiliki sisa uang. Paulus meminta mereka mengubah cara pandang dari menyisakan, menjadi menyisihkan. Bukan menunggu sampai ada tetapi justru bagaimana menciptakan supaya ada.

Ke dua tokoh Alkitab ini mengajarkan kepada kita bahwa mungkin selama ini kita hanya memberi sisa-sisa waktu, sisa-sisa tenaga, serta kemauan sehingga waktu bersama Tuhan tidak berisi. Mari ubah pendekatan kita dengan menyisihkan (menyediakan)— bukan menyisakan—waktu untuk berdoa dan pelayanan. Mungkin awalnya terasa berat, tetapi mintalah pertolongan Roh Kudus agar kita bijak menempatkan prioritas hidup dan diperkenankan menikmati persekutuan yang indah dengan Allah tiap hari. Persekutuan dengan Allah menolong kita menghadapi situasi hidup apa pun.

Jumat

Leadership: 5 KARATERISTIK PEMIMPIN MENURUT SANTO FRANSISKUS ASISI

 

Ada banyak model kepemimpinan di dunia dan ada banyak spirtualitas yang bisa di pakai untuk belajar kepemimpinan. Salah satu yang menarik adalah belajar kepemimpinan dari santo fransiskus asisi. Memang fransiskus tidak menyampaikan secara langsung bagaimana menjadi pemimpin yang baik, atau memberi tulisan – tulisan khusus tentang kepemimpinan. Tetapi kita bisa belajar dari cara hidup santo fransiskus, pilihan-pilihannya, dan nasihat nasihatnya. Dengan demikian kita mampu menjadi seorang pemimpin yang baik. Berikut adalah 5 hal dari berbagai sumber yang bisa kita teladani untuk menjadi pemimpin ala Fransiskus asisi:

  1.   CONVERSIO

Conversio adalah sebuah tindakan pertobatan injili, atau pertobatan yang dilakukakan secara terus menerus tiada henti. Pertobatan tidak hanya di artikan berbalik arah, tetapi keterarahan hati dan jiwa kepada Allah. Serta sebuah upaya untuk terus menerus memperbaiki diri. Pemimpin ala fransiskus asisi harusnya memiliki sikap conversio yang artinya mampu melakukan pertobatan terus menerus. Pertobatan yang pertama adalah berdamai dengan seluruh pengalaman pahit masa lalu, melepaskan semua dendam dan sakit hati yang terjadi karena luka-luka masa lalu. Dengan berdamai dan menerima semuanya itu maka seorang pemimpin bisa mengambil keputusan dengan obyektif. 
Pemimpin juga harus mampu berdamai dengan dirinya sendiri yaitu menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Sehingga tahu bagaimana harusmengembangkan dirnya. Pemimpin ala fransiskus asisi juga harus selalu membuka diri pada perubahan ke arah yang lebih baik. Selalu memprbaharui diri hingga semakin serupa dengan Allah

 

2.       PARVUM HABITUS
Bersikap kecil, artinya seorang pemimpin ala fransiskus memiliki sikap merasa kecil di hadapan Allah sehingga ia bersedia untuk turba (turun ke bawah) dan menyapa semua anggotanya sebagai saudara seperjuangan dengan kasih. Bukan sebagai tuan dan hamba. Dalam injil Yesus bahkan menyebut para rasul sebagai sahabat. Dengan sikap ini ini maka  seorang pemimpin mampu mendengarka aspirasi secara baik dan tidak menjadi diktator. Paus fransiskus sangat menghidupi sikap ini. 

 

3.       CONTEMPLATIO
Seorang pemimpin ala fransiskus harus mampu berefleksi, merenung dan mengolah diri, sehingga setiap keputusan di ambil dengan ketenangan batin. Fransiskus asisi mengajarkan pentingnya selalu berdoa di dalam setiap proses pengambilan keputusan sehingga ada waktu untuk menganalisa keputusan, apakah ini kehendak daging ataukah kehendak roh. Pembatinan ini berguna juga untuk mengevaluasi semua tindakan yang di ambil. Skema nya adalah
MELIHAT ---- MENGANALISA---- BERTINDAK
Setelah melihat situsi kemudian menganalisa atau merenungkan, disinilah contemplatio berada kemudian bertndak untuk mengambil keputusan. Setelah itu di lihat kembali kemudian di contemplatio lagi dan di perbaiki begitu seterusnya.
 
4.       FRATERNITATEM
Seorang pemimpin ala fransisku harus di jiwai semangat persaudaraan. Karena di dalam persaudaraan, setiap pemimpin haruslah mampu mendengar dan memberi telinga kepada semua yang dipimpinnya, Ia harus mau menceritakan pengalamannya, keterbukaannya, pengharapannya dan permasalahannya. Ketika seorang pemimpin memberi telinganya kepada yang dipimpin maka ia harus juga bersedia mengampuni kesalahan sesama. Jika ada anggotanya yang sakit, maka pempin harus bisa mengisnpirasi anggota yang lain untuk bisa merawatnya sama seperti seorang ibu merawat anaknya yang sakit. Bagi pemimpin dengan semangat fransiskan para anggota adalah bagian dari hidupnya, saudara saudarinya yang kemudian di cintainya dengan tulus sama seperti Yesus Kristus yang mengangap semua orang adalah saudara-saudarinya dan berani mencintai dengan tulus bahkan mengorbankan dirinya di kayu salib.

 5.       Fortitus

 Seorang pemimpin ala fransiskus sebaiknya memiliki jiwa keberanian, berani mengambil sikap yang benar, Ketika dunia saat ini sedang sakit dan berada dalam kondisi ketidakjelasan maka pemimpin ala fransiskus berani mengambil sikap agar bisa membawa anggotanya pada arah yang baik. Pemimpin juga bearin mengaku salah jika memang salah, berani meinta maaf, berani belajar dari semua orang, berani membela jika memang berada pada posisi benar.

Allah yang Murah Hati

 Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu  tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. (Luk 12:29-30)

Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu  adalah murah hati." (Luk 6:36)

Dari perikop di atas Kita mengetahuinya bahwa Allah sungguh memperhatikan manusia. Sejak semula Allah sungguh murah hati, kemurahatian Allah menyentuh semua dimensi kehidupan manusia. Tidak ada bagian hidup manusia yang tidak di perhatikan oleh Allah. Maka sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk selalu kuatir dengan bagaimana kita hidup.

Kemurahatian Allah tidak berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa, tetapi dengan berusaha sungguh-sungguh memperjuangkan hidup kita dapat merasakan bagaimana Allah murah hati. Karena Allah yang sangat murah hati maka kita pun harus menunjukkan hal yang sama yaitu selalu murah hati. Kita bisa melihat kemurahatian Allah didalam Yesus Kristus karena dalam Yesus kemurahan hati Allah nyata bagi kita. Yesus tidak hanya berkata, “Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu murah hati”, tetapi Ia juga mewujudnyatakan kemurahan hati Allah itu dalam dunia kita. Kita perlu memperhatikan dengan cermat kata-kata dan karya-karya Yesus kalau kita mau memahami rahasia kemurahan hati Allah itu.  Yesus menunjukkan bahwa Allah tidak hanya memberi hidup, tetapi juga memenuhi kebutuhan hidup umat-Nya.

Allah sungguh murah hati, dan inilah ungkapan yang bisa kita sampaikan Ketika kita mau bersyukur dan melihat dengan hati akan apapun yang kita rasakan.


Rabu

Allah adalah penyelamat

 Sebelum Tobia mendekati ayahnya berkatalah Rafael kepadanya: "Aku yakin bahwa mata ayahmu akan dibuka." Sapulah empedu ikan itu kepada matanya. Obat itu akan memakan dahulu, lalu mengelupaskan bintik-bintik putih itu dari matanya. Maka ayahmu akan melihat lagi dan memandang cahaya." Adapun Hana bergegas-gegas mendekap anaknya, lalu berkatalah ia kepadanya: "Setelah engkau kulihat, anakku, maka mulai sekarang aku dapat mati." Maka ia menangis. Tobitpun berdiri dan meskipun kakinya tersandung namun ia keluar dari pintu pelataran rumah. Tobia menghampirinya dengan empedu ikan itu di tangan lalu ditiupinya mata Tobit. ditopangnya ayahnya dan kemudian berkatalah ia kepadanya: "Tetapkan hati, pak!" Selanjutnya obat itu dikenakannya padanya dan dibiarkannya sebentar. Lalu dengan kedua tangannya dikelupaskannya sesuatu dari ujung-ujung matanya. Maka Tobit mendekap Tobia sambil menangis. Katanya: "Aku melihat engkau, anakku, cahaya mataku!" Ia menyambung pula: "Terpujilah Allah, terpujilah nama-Nya yang besar, terpujilah para malaikat-Nya yang kudus. Hendaklah nama Tuhan yang besar ada di atas kita dan terpujilah hendaknya segala malaikat untuk selama-lamanya. Sungguh aku telah disiksa oleh Tuhan, tetapi kulihat anakku Tobia!" (Tobia 11:7-14)

 Perikop diatas memberikan gambaran bahwa Tobit memang mengalami suatu cobaan, didalam penderitaannya itu tampaklah karya Allah. Allah telah menyembuhkannya dengan perantaraan anaknya, Tobia.

Perikop ini menyampaikan bahwa Allah sang penyelamat bertindak dengan segala cara yang ada. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk menyelamatkan manusia. Segala cara artinya bahwa hal-hal sederhana di sekitar kita adalah karya Allah untuk menyelamatkan manusia, bahkan setiap orang yang kita kenal dan menjadi bagian dari hidup kita sering dipakai Allah untuk menyelamatkan kita. Orang tua, saudara, tetangga, anak, istri, teman sekolah, teman bermain dan sebagainya. Melalui merekalah Allah menyapa kita, melindungi kita. Maka yang kita lakukan adalah selalu bersyukur atas apapun yang kita miliki. Menjaga relasi dengan siapapun tetap baik adalah bagian dari rasa syukur kita atas keselamatan dari Allah. 

keselamatan dari Allah bukanlah tentang sesutu yang besar atau ajaib tetapi sesuatu yang simpel, kadang bahkan kita tidak menyadari bahwa itu bagian dari karya Allah. kita yang terlalu menuntut sesuatu yang besar dan ajaib menutup mata untk sesuatu yang sederhana dan merasa seakan Allah tidak melakukan apapun untuk kita. Padahal ketika kita membuka hati untuk selalu bersyukur dan mau melihat secara sederhana di sekitar kita ada banyak keajaiban.

Allah sang Pencinta

 

Dalam kisah penciptaan kita dapat melihat bahwa Allah sungguh mencintai manusia hal ini dapat kita lihat dalam Kej 1:1-2:4. Allah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum menciptakan manusia, bahkan Allah memperkenan manusia untuk mengelola semua ciptaan Allah.

Allah adalah Maha Besar (Ibr 1:3) dan Maha Baik, Karena pengetahuan kita tentang Allah itu terbatas, maka pembicaraan kita tentang Allah pun demikian juga. Kita hanya dapat berbicara tentang Allah dari sudut pandang ciptaan dan sesuai dengan cara mengerti dan cara berpikir manusiawi kita yang terbatas.(KGK 40)

Allah adalah kasih. Kita sering dengar frasa ini, “Allah adalah kasih”, atau “Allah maha-kasih dan maha-penyayang”. Dalam  1Yoh.4:7,8 di sampaikan untuk saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah dan setiap orang yang saling mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah. Jadi barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah Kasih.

Kita mengetahui, Apa yang dilakukan oleh Allah untuk kita, selalu Ia laukan karena kasihNYA kepada kita, Allah telah merencanakan yang serba baik bagi manusia. Apa yang ditulis di dalam Kitab Suci (kitab Kejadian-penciptaan) adalah Allah yang begitu baik bagi kita.

Kasih Allah adalah kasih yang membuat kita terus bertumbuh menuju ke arah Kristus, dan bukan kasih yang semakin berfokus kepada diri atau yang embuat kita kemudian menjadi pribadi yang egois. Kasih Allah bukanlah kasih yang semata-mata membuat diri kita menjadi manja. Namun kasih Allah adalah kasih yang berpusat kepada diri Allah; kasih yang menyempurnakan umat-Nya untuk semakin serupa dengan Kristus. Kasih yang menyelamatkan manusia sehingga menjadi semakin manusia dan semakin layak untuk Bersama Allah dalam kerajaan-Nya.

Kamis

MELIHAT SEBUAH CINTA MELALUI TRADISI TRANSITUS ST FRANSISKUS


“Transitus adalah sebuah tradisi para fransiskan yang berasal dari bahasa Italia “Transito” yang memiliki arti peralihan Transitus merupakan masa peralihan dari kehidupan yang lama menuju kehidupan baru. Secara teologis, transitus dapat dikatakan juga merupakan masa peralihan dari kehidupan dunia ke kehidupan surgawi yang dikenal dalam iman.

Para fransiskan dan fransiskanes merayakan transitus sehari sebelum perayaan wafatnya St Fransiskus Assisi tanggal 4 oktober. Mereka merayakan dalam bentuk ibadat dalam komunitas-komunitas dan permenungan yang biasanya diambil dari beberapa pokok penting dalam hidup Bapa Fransiskus Asisi. Transitus ini adalah sebuah peristiwa cinta yang agung. Para fransiskan dan fransiskanes mengenang kembali dan merenungkan cinta St. Fransiskus Assisi kepada Yesus Kristus yang tersalib. Dalam puncak cintanya, Bapa Fransiskus tidak memandang kematian sebagai sebuah kengerian, tetapi sebuah peristiwa datangnya saudari maut yang akan mengajaknya menemui sang cinta sejati yaitu Yesus Kristus. Di dalam cinta segala sesuatu menjadi indah karena di dalamnya Allah hadir (bdk 1 yoh 4:8). Santo Fransiskus mencintai semua ciptaan yang ada di alam semesta karena  ia begitu dekat dengan Allah dan mencintaiNya dengan sepenuh hidupnya. Peristiwa transitus membuktikan hal ini, dimana bahkan sang maut pun dicintai oleh Santo Fransiskus.

Santo Fransiskus dikaruniai Lima luka suci yang mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa pada tubuh Fransiskus dua Tahun sebelum kematiannya, Yaitu setelah berdoa di dalam kesunyian bukit La Verna pada awal September 1224. Di tempat ini Franasiskus berdoa “Tuhanku Yesus Kristus, saya mohon kepada-Mu karuniakanlah dua anugerah sebelum saya meninggal.  Pertama ialah agar Kau izinkan merasakan – dalam jiwa ragaku – sebanyak mungkin penderitaan hebat yang Engkau, Yesus Yang Manis, telah rasakan pada saat sengsara-Mu yang amat pahit itu. Kedua ialah agar saya boleh merasakan dalam hatiku sebanyak mungkin cinta yang tak terbatas, dengan mana Engkau, Putera Allah, tergerak dan mau menanggung sengsara sedemikian itu bagi kami para pendosa”.

Santo Fransiskus merasakan bahwa Saudari maut sudah sangat dekat, kemudian Ia meminta para saudara dina melepaskan semua jubahnya dan berbaring di lantai tanpa alas agar dapat menyerupai Kristus di kayu salib yang sedang menghadapi maut. Fransiskus kemudian minta kepada para saudara dina untuk membacakan baginya kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus dari Injil Yohanes. Lalu, dengan tangan-tangannya yang menyilang di dada, Fransiskus memberkati semua anak-anak rohaninya. Dia mulai mendaras Mazmur Daud bersama anak-anak rohaninya itu: “Dengan nyaring aku berseru-seru kepada TUHAN, dengan nyaring aku memohon kepada TUHAN”, dan menyelesaikan mazmur itu sampai akhir: “Orang-orang benar akan mengelilingi aku, apabila Engkau berbuat baik kepadaku” (Mzm 142:2-8; lihat 1Cel 109; LegMaj XIV:5).

Tradisi transitus ini semakin menunjukan betapa besarnya cinta Santo Fransikus kepada Yesus Kristus yang membuat Ia mampu mengalahkan rasa sakit dan penderitaannya. Melalui peristiwa ini kita diajak untuk berani hidup di dalam cinta Bersama Allah. karena dengan demikian kita mampu untuk melihat semua kepahitan hidup ini dengan rasa syukur dan tetap sukacita. Sekalipun beban yang kita tanggung berat, sekalipun kita harus menerima penolakan atau mungkin amarah dan kebencian dari orang lain. Tetapi, selama kita berada di dalam cinta bersama Allah seperti Bapa Fransiskus kita akan mampu melihat semuanya itu dalam kaca mata syukur.

pernah penulis posting di smasedes-smg.sch.id

sumber referensi: 

https://catatanseorangofs.wordpress.com/2010/01/22/arti-kematian-santo-fransiskus-dari-assisi/

Selasa

Sejarah terbentuknya Kitab Suci perjanjian Lama

 Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch .

Periode I (Antara tahun 1800 - 1600 S.M.): Zaman Bapa-bapa bangsa (Abraham-Ishak-Yakub).

 Periode ini adalah awal sejarah bangsa Israel yang dimulai dari panggilan Abraham sampai dengan kisah tentang Yakub. Dalam tahun inilah Bapa-bapa bangsa hidup. Sebagian kisah mereka tersimpan dalam Kej 12 - 50. Kisah ini kemudian diteruskan secara lisan turun temurun.

Periode II (Antara tahun 1600 - 1225 S.M.): Pengungsian bangsa Israel ke Mesir sampai dengan Perjanjian Sinai

               Periode ini adalah periode kisah bangsa Israel mengungsi ke Mesir, perbudakan di Mesir, pembebasan dari Mesir sampai Perjanjian di Sinai. Kisah-kisah tersebut juga masih disampaikan secara lisan. Mungkin sekali 10 perintah Allah (Dekalog) dalam rumusan yang pendek sudah ditulis pada masa ini sebagai pedoman hidup.

Ini adalah inti Kitab Keluaran

Periode III (Antara tahun 1225 - 1030 S.M.): Perebutan tanah Kanaan dan zaman Hakim-Hakim.

               Pada periode ini, bangsa Israel merebut tanah Kanaan yang diyakini sebagai Tanah Terjanji di bawah pimpinan Yosua dan kehidupan bangsa Israel di tanah yang baru di bawah para tokoh  yang diberi gelar Hakim. Hakim-hakim itu antara lain adalah Debora,  Simson, dan sebagainya. Di samping cerita pada masa ini, juga sudah terdapat beberapa hukum.

Ini adalah inti Kitab Yosua

Periode IV (Antara tahun 1030 - 930 S.M.): Periode Raja-Raja.

               Pada periode ini, bangsa Israel memasuki tahap baru dalam kehidupannya. Mereka mulai menganut sistem kerajaan yang diawali dengan raja Saul, kemudian  digantikan oleh raja Daud dan diteruskan oleh raja Salomo, putra Daud. Pada masa inilah bangsa Israel menjadi cukup terkenal dan disegani  oleh bangsa-bangsa lain. Pada zaman raja Saul, Daud, dan Salomo,  bagian-bagian Kitab Suci Perjanjian Lama mulai ditulis. Misalnya, Kisah  Penciptaan Manusia, Manusia jatuh dalam dosa dan akibatnya, Bapa-bapa Bangsa, Kisah Para Raja, beberapa bagian Mazmur, dan hukum-hukum.

Kehidupan raja-raja inilah yang menjadi Inti Kita Raja-raja

Periode V (Antara tahun 930 - 722 S.M.): Kerajaan Israel dan Yahuda.

Sesudah raja Salomo wafat, kerajaan Israel terpecah menjadi dua, yaitu kerajaan Utara (Israel) dan kerajaan Selatan (Yuda). Kerajaan Utara hanya berlangsung sampai tahun 722 S.M. Pada periode ini dilanjutkan dengan penulisan Kitab-kitab Suci Perjanjian Lama yang melengkapi cerita-cerita Kitab Taurat Musa serta beberapa tambahan hukum. Di samping itu, pada periode ini mulai muncul pewartaan para nabi dan kisah para nabi seperti Elia dan Elisa, Hosea, Amos. Beberapa bagian pewartaan para nabi mulai ditulis. Pada masa ini, beberapa kumpulan hukum perjanjian mulai diterapkan dan ditulis. Kita dapat membacanya dalam kitab Ulangan.

Periode VI (Antara tahun 722—587 S.M.): Kerajaan Yehuda sesudah Kerajaan Israel runtuh.

               Kerajaan Yehuda masih berlangsung sesudah kerajaan Israel jatuh pada taun 722 S.M. Kerajaan Yehuda atau Yuda masih tetap berdiri kokoh sampai akhirnya mereka dibuang ke Babilon pada tahun 587 S.M. Pada masa ini beberapa tradisi tertulis tentang kisah bapa-bapa bangsa mulai disatukan. Demikian juga, pewartaan para nabi mulai ditulis dan sebagian diteruskan dalam bentuk lisan. Pada masa ini juga muncul tulisan tentang sejarah bangsa Israel, beberapa bagian dari Mazmur, dan Amsal.

Periode VII (Antara tahun 586 - 539 S.M.): Zaman pembuangan Babilon.

               Orang-orang Israel yang berasal dari Kerajaan Yuda hidup di pembuangan Babilon atau Babel selama kurang lebih 50 tahun. Pada masa ini, penulisan Kitab Sejarah dilanjutkan. Muncul pula tulisan yang kemudian kita kenal dengan kitab Ratapan. Demikian pula halnya dengan nabi-nabi, pewartaan para nabi sebelum pembuangan ditulis pada masa ini. Pada periode ini juga muncul para imam yang menuliskan hukum-hukum yang sekarang masuk dalam kitab Imamat.

Periode VIII (Antara tahun 538 - 200 S.M): Zaman sesudah Pembuangan

               Sesudah lima puluh tahun dalam pembuangan di Babel, raja Persia[1], yaitu Koresy (Sirus), pada tahun 538 S.M. mengijinkan umat Israel kembali ke tanah airnya dan membangun Bait Allh di Yerusalem.[2] Pada masa ini kelima kitab Taurat telah diselesaikan. Juga kitab-kitab Sejarah Yosua, Hakim-hakim, 1-2 Samuel, dan Raja-raja sudah selesai ditulis. Kitab-kitab para nabi pun sudah banyak yang diselesaikan Dari ratusan nyanyian, akhirnya dipilih 150 mazmur yang kita terima sampai sekarang. Pada masa ini muncul pula beberapa tulisan Kebijaksanaan.

Periode IX (Dua abad terakhir / Antara Tahun 200 S.M. – 1 M):

               Pada masa ini ditulislah kitab-kitab seperti: Daniel, Ester, Yudith, Tobit, 1, 2 Makabe, Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo.

 

Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint , yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.

Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap Gereja Katolik. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan semata-mata atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas.

Gereja Katolik tidak mengakui konsili rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja Katolik secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Patriarch Gereja ( Church Fathers ) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Church Fathers, beberapa diantaranya disebutkan disini: St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para Patriarch Gereja yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan mereka - meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru - menjadi bagian dari Deposit Iman . Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika ( = second-listed ) yang artinya kira-kira: "disertakan setelah banyak diperdebatkan".

sumber referensi : https://www.imankatolik.or.id/Sejarah_Kitab_Suci.htm


Kamis

Guru yang Muda Dan katolik

Sebuah catatan sederhana tentang panggilan sebagai seorang guru


Masih terngiang di dalam ingatanku ketika bapakku yang seorang guru sd mengatakan bahwa guru adalah jalan hidup yang mulia. Ada sebuah alasan yang menarik kenapa beliau menjadi seorang guru yaitu ikut ambil bagian dalam menuliskan sejarah suatu generasi. Seorang guru harus mempersiapkan dirinya bertahun-tahun sebelum terjun ke medan pendidikan karena mendidik tidaklah mudah, tidaklah sederhana.

Menjadi guru harus memiliki ilmu, tekad, dan spritualitas serta banyak hal yang lainnya. Spiritualias adalah point pentng yang kelak akan mempengaruh cara berpikir siswa, spritualitas seorang guru akan membentuk anak didiknya menjadi seperti apa yng diharapkan oleh guru tersebut. Seorang guru yang tidak memliki spritualias maka hanya akan memindah ilmu saja tetapi tidak akan mengubah apapun, tidak akan membangun karaker anak didiknya.

Apa sebenarnya yang dimaksud spiritualias? Spiritualitas di sini mengacu pada nilai- nilai religius yang mengarahkan tindakan seseorang Jika nilai- nilai yang dipegang tidak mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang dicapai adalah ‘semu’ sedangkan jika nilai-nilai itu mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang diperoleh adalah kebahagiaan sejati. Meskipun spiritualitas ini tidak terbatas pada agama tertentu, namun, kita bisa memahami, bahwa spiritualitas mengarah pada Tuhan Sang Pencipta, karena semua manusia diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama, dan karena hanya di dalam Tuhanlah kita mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan di dalam kehidupan ini.

            Dari sini kita dapat melihat apakah seorang guru itu memiliki spirtualitas katolik. Ada setidaknya beberapa ciri spritualitas katolik yang dapat dilihat pada diri seorang guru katolik. ciri-ciri dari Spiritualitas katolik tersebut adalah

  1. Hidupnya berpusat pada Kristus. Kristuslah yang menciptakan hidup spiritual, sebab di dalam Dia, Tuhan menyatakan diriNya oleh kuasa Roh Kudus.
  2. Melalui Kristus menuju kesatuan dengan Allah Tritunggal. Hidupnya mengarah kepada Allah Tri Tunggal melalui Yesus Kristus .
  3. Hidupnya ikut ambil bagaian di dalam misteri Paska Kristus (salib, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga). Artinya hidupnya penuh pertobatan, selalu berusaha memperbaiki setiap kekurangan yang ada.
  4. Hidupnya berpedoman kepada Kitab suci karena Kitab Suci bukan hanya wahyu Tuhan, tapi juga pernyataan akan pengalaman manusia di dalam wahyu Tuhan itu. Apa yang dialami oleh Adam dan Hawa, Nabi Abraham, Ayub, Bunda Maria, Rasul Petrus dan Paulus, dapat dialami oleh kita semua.
  5. Memilki Spiritualitas katolik berlandaskan atas keyakinan akan Kasih Tuhan di atas segalanya yang mampu mengubah segala sesuatu. Mengarah pada kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Allah.
  6. Melihat Bunda Maria sebagai contoh teladan.
  7. Mengacu pada ajaran Gereja-Nya, Gereja Katolik.

Selain berspritualtas katolik maka seorang guru juga harus memiliki semangat muda. Sebuah semangat yang terus menggebu-gebu untuk membaharui diri terus menerus tanpa henti.. Beberapa ciri semangat Muda adalah cara berpikirnya yang dinamis, kreatif, idealis, peka pada setiap perubahan, berani bereksperimen dan tidak lagi kolot sekalipun tidak melepas nilai-nilai yang ada. Dengan semangat muda seorang guru mampu mengikuti dinamika zaman yang ada dimana para siswa menjalani hidupnya. Kemudaan yang dimiliki para guru membawa mereka menjadi pendidik yang mudah diterima oleh siswa, baik cara mengajarnya maupun dalam kesehariannya.

Guru yang berjiwa muda dan berspritualitas katolik diharapkan mampu menjawab tantangan zaman yang ada. Mampu membangun orang-orang muda yang dipercayakan kepadanya dengan penuh cinta yang tulus. Menjadi manusa-manusia yang beriman kepada Kristus Yesus dan tangguh dalam mejalani hidup berjiwa humanis.

 

Referensi bacaan:

§  Jordan Aumann, Spiritual Theology, Spiritual Theology, (Continuum, London, reprint 2006, first published in 1980), p17, “…spirituality refers to any religious or ethical value that is concretized as an attitude or spirit from which one’s actions flow.”

§  Douglas G. Bushman, S.T.L., Foundation of Catholic Spirituality, Institute for Pastoral Theology, Ave Maria University, 2006, p. 35-37.


Rabu

EVANGELIUM VITAE Bahasa Indonesia


YOHANES PAULUS PP. II 
Injil Kehidupan
Kepada para uskup, para imam dan diakon, pria dan wanita, umat beragama awam, Setia dan semua Orang yang Beritikad Baik pada Nilai dan Kekerasan dalam Kehidupan Manusia
 

PENGANTAR

1. Injil kehidupan adalah inti dari pesan Yesus. Diterima dengan penuh kasih dari hari ke hari oleh Gereja, itu harus dikhotbahkan dengan kesetiaan yang tak kenal takut sebagai "kabar baik" kepada orang-orang dari segala usia dan budaya.
Pada awal keselamatan, itu adalah Kelahiran Seorang Anak yang diberitakan sebagai berita yang menggembirakan: "Aku membawakan kamu kabar baik tentang sukacita yang besar yang akan datang kepada semua orang, karena kamu telah lahir hari ini di kota Daud seorang Juruselamat, yang adalah Kristus, Tuhan "(Luk 2: 10-11). Sumber dari "sukacita besar" ini adalah Kelahiran Juruselamat; tetapi Natal juga mengungkapkan makna penuh dari setiap kelahiran manusia, dan sukacita yang menyertai Kelahiran Mesias dengan demikian dipandang sebagai fondasi dan pemenuhan sukacita pada setiap anak yang dilahirkan ke dunia (lih. Yoh 16:21).
Ketika ia menunjukkan inti dari misi penebusannya, Yesus berkata, "Aku datang supaya mereka memiliki hidup, dan memilikinya dengan berlimpah" (Yoh 10:10). Sebenarnya, ia mengacu pada kehidupan "baru" dan "abadi" yang terdiri dalam persekutuan dengan Bapa, yang setiap orang secara bebas dipanggil di dalam Anak oleh kuasa Roh Pengudusan. Justru dalam "kehidupan" inilah semua aspek dan tahapan kehidupan manusia mencapai makna penuhnya.

Nilai manusia yang tak tertandingi 
2. Manusia dipanggil untuk kepenuhan hidup yang jauh melebihi dimensi keberadaan duniawinya, karena ia terdiri dalam berbagi kehidupan Allah. Kemuliaan panggilan supernatural ini mengungkapkan kebesaran dan nilai tak ternilai dari kehidupan manusia bahkan dalam fase temporal. Kehidupan dalam waktu, pada kenyataannya, adalah kondisi fundamental, tahap awal dan bagian integral dari keseluruhan proses keberadaan manusia yang terpadu. Ini adalah proses yang, secara tak terduga dan tidak selayaknya, diterangi oleh janji dan diperbarui oleh karunia kehidupan ilahi, yang akan mencapai realisasi penuhnya dalam kekekalan (lih. 1Yoh 3: 1-2). Pada saat yang sama, justru panggilan adikodrati inilah yang menyoroti karakter relatif dari kehidupan duniawi setiap individu. Bagaimanapun, kehidupan di bumi bukanlah realitas "akhir" tetapi "kedua dari belakang";
Gereja tahu bahwa Injil kehidupan ini, yang telah ia terima dari Tuhannya, 1 memiliki gema yang mendalam dan persuasif di hati setiap orang yang beriman dan yang tidak beriman sama-sama - karena itu dengan luar biasa memenuhi semua harapan hati sambil secara tak terbatas melampaui mereka. . Bahkan di tengah-tengah kesulitan dan ketidakpastian, setiap orang yang dengan tulus terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan dapat, melalui cahaya nalar dan tindakan rahmat yang tersembunyi, menjadi mengenal dalam hukum kodrat yang tertulis dalam hati (lih. Rom 2: 14- 15) nilai sakral kehidupan manusia dari awal sampai akhir, dan dapat menegaskan hak setiap manusia untuk memiliki kebaikan utama ini dihormati hingga tingkat tertinggi. Setelah pengakuan hak ini, setiap komunitas manusia dan komunitas politik itu sendiri didirikan.
Dengan cara yang khusus, orang-orang percaya dalam Kristus harus membela dan mempromosikan hak ini, sadar karena mereka adalah kebenaran luar biasa yang diingat oleh Konsili Vatikan Kedua: "Dengan inkarnasinya Anak Allah telah mempersatukan dirinya dengan cara tertentu dengan setiap manusia". 2 Peristiwa penyelamatan ini mengungkapkan kepada umat manusia bukan hanya kasih Allah yang tak terbatas yang "begitu mencintai dunia sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal" (Yoh 3:16), tetapi juga nilai yang tidak ada bandingannya dari setiap pribadi manusia.
Gereja, yang dengan setia merenungkan misteri Penebusan, mengakui nilai ini dengan keajaiban baru. 3 Dia merasa terpanggil untuk memberitakan kepada orang-orang di sepanjang masa "Injil" ini, sumber harapan yang tak terkalahkan dan sukacita sejati untuk setiap periode sejarah. Injil kasih Allah bagi manusia, Injil martabat pribadi dan Injil kehidupan adalah Injil tunggal dan tak terpisahkan.
Karena alasan ini, manusia-manusia-manusia mewakili cara utama dan mendasar bagi Gereja. 4

Ancaman baru bagi kehidupan manusia 
3. Setiap individu, tepatnya dengan alasan misteri Firman Allah yang telah menjadi manusia (lih. Yoh 1:14), dipercayakan kepada pemeliharaan keibuan Gereja. Karena itu setiap ancaman terhadap martabat manusia dan kehidupan harus dirasakan di hati Gereja; itu tidak bisa tidak memengaruhi dirinya pada inti imannya dalam Inkarnasi Penebusan Anak Allah, dan melibatkannya dalam misinya untuk memberitakan Injil kehidupan di seluruh dunia dan kepada setiap makhluk (lih. Mrk 16:15).
Hari ini proklamasi ini sangat mendesak karena peningkatan luar biasa dan gravitasi ancaman terhadap kehidupan individu dan masyarakat, terutama di mana kehidupan lemah dan tidak berdaya. Selain momok kuno kemiskinan, kelaparan, penyakit endemik, kekerasan dan perang, ancaman baru muncul dalam skala yang sangat besar.
Konsili Vatikan II, dalam sebuah bagian yang mempertahankan semua relevansinya hari ini, dengan paksa mengutuk sejumlah kejahatan dan serangan terhadap kehidupan manusia. Tiga puluh tahun kemudian, mengambil kata-kata Dewan dan dengan kekuatan yang sama saya ulangi kecaman atas nama seluruh Gereja, yakin bahwa saya menafsirkan sentimen murni dari setiap hati nurani yang jujur: "Apa pun yang bertentangan dengan kehidupan itu sendiri, seperti seperti segala jenis pembunuhan, genosida, aborsi, euthanasia, atau kehancuran diri sendiri, apa pun yang melanggar integritas manusia, seperti mutilasi, siksaan yang ditimbulkan pada tubuh atau pikiran, upaya untuk memaksa kehendak itu sendiri, apa pun yang menghina martabat manusia, seperti kondisi kehidupan yang tidak manusiawi, pemenjaraan sewenang-wenang, deportasi, perbudakan, pelacuran, penjualan perempuan dan anak-anak, serta kondisi kerja yang memalukan, di mana orang diperlakukan hanya sebagai instrumen perolehan, bukan sebagai orang yang bebas dan bertanggung jawab; semua hal ini dan orang lain seperti mereka memang benar-benar kekejian. Mereka meracuni masyarakat manusia, dan mereka melakukan lebih banyak kerusakan bagi mereka yang mempraktikkannya daripada mereka yang menderita cedera. Selain itu, mereka adalah penghinaan tertinggi bagi Sang Pencipta ".5 

4. Sayangnya, keadaan yang mengganggu ini, jauh dari berkurang, semakin meluas: dengan prospek baru yang terbuka oleh kemajuan ilmiah dan teknologi, muncullah berbagai bentuk serangan baru terhadap martabat manusia. Pada saat yang sama iklim budaya baru sedang berkembang dan terus bertahan, yang memberikan kejahatan terhadap kehidupan karakter baru dan-jika mungkin-bahkan lebih jahat, menimbulkan keprihatinan yang lebih serius: sektor-sektor opini publik yang luas membenarkan kejahatan tertentu terhadap kehidupan di wilayah tersebut. nama hak kebebasan individu, dan atas dasar ini mereka mengklaim tidak hanya pembebasan dari hukuman tetapi bahkan otorisasi oleh Negara, sehingga hal-hal ini dapat dilakukan dengan kebebasan total dan memang dengan bantuan gratis dari sistem perawatan kesehatan.
Semua ini menyebabkan perubahan besar dalam cara kehidupan dan hubungan antara orang-orang dipertimbangkan. Fakta bahwa undang-undang di banyak negara, bahkan mungkin menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Konstitusi mereka, telah bertekad untuk tidak menghukum praktik-praktik ini terhadap kehidupan, dan bahkan untuk membuat mereka semuanya legal, merupakan gejala yang mengganggu dan penyebab signifikan dari penurunan moral yang parah. Pilihan yang pernah dianggap sebagai kriminal dan ditolak oleh akal sehat umum secara bertahap menjadi diterima secara sosial. Bahkan sektor-sektor tertentu dari profesi medis, yang dengan panggilannya diarahkan untuk pertahanan dan perawatan kehidupan manusia, semakin bersedia untuk melakukan tindakan-tindakan ini terhadap orang tersebut. Dengan cara ini sifat profesi kedokteran terdistorsi dan bertentangan, dan martabat mereka yang mempraktikkannya terdegradasi.
Hasil akhir dari ini adalah tragis: tidak hanya fakta bahwa kehancuran begitu banyak kehidupan manusia masih harus dilahirkan atau pada tahap akhir mereka sangat mengerikan dan mengganggu, tetapi yang tidak kalah serius dan mengganggu adalah fakta bahwa hati nurani itu sendiri, digelapkan sebagai dengan pengkondisian yang begitu luas, semakin sulit untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat dalam hal yang menyangkut nilai dasar kehidupan manusia.

Dalam persekutuan dengan semua Uskup dunia 
5. Konsisterius Luar Biasa Para Kardinal yang diadakan di Roma pada tanggal 4-7 April 1991 dikhususkan untuk masalah ancaman terhadap kehidupan manusia di zaman kita. Setelah diskusi yang menyeluruh dan terperinci tentang masalah dan tantangan yang ditimbulkannya kepada seluruh keluarga manusia dan khususnya kepada komunitas Kristen, para Kardinal dengan suara bulat meminta saya untuk menegaskan kembali dengan otoritas Penerus Peter nilai kehidupan manusia dan diganggu gugat, mengingat situasi saat ini dan serangan mengancam hari ini.
Menanggapi permintaan ini, pada Pentakosta tahun 1991 saya menulis surat pribadi kepada masing-masing Saudara Uskup saya yang meminta mereka, dalam semangat kolega keuskupan, untuk menawarkan kepada saya kerja sama mereka dalam menyusun dokumen tertentu. 6 Saya sangat berterima kasih kepada semua Uskup yang menjawab dan memberi saya fakta, saran, dan proposal yang berharga. Dengan melakukan itu mereka memberikan kesaksian akan keinginan bulat mereka untuk berbagi dalam misi doktrinal dan pastoral Gereja sehubungan dengan Injil kehidupan.
Dalam surat yang sama, yang ditulis tak lama setelah perayaan seratus tahun Rerum Novarum Ensiklik, saya menarik perhatian semua orang pada analogi yang mengejutkan ini: "Seperti seabad yang lalu itu adalah kelas pekerja yang tertindas dalam hak-hak dasar mereka, dan Gereja. dengan sangat berani membela mereka dengan memproklamirkan hak-hak sakral pekerja sebagai pribadi, jadi sekarang, ketika kategori orang lain ditindas dalam hak fundamental untuk hidup, Gereja merasa berkewajiban untuk berbicara dengan keberanian yang sama pada mewakili mereka yang tidak memiliki suara. Miliknya selalu merupakan seruan evangelis untuk membela orang miskin di dunia, mereka yang diancam dan dihina dan yang hak asasi manusianya dilanggar ". 7
Saat ini terdapat banyak sekali manusia yang lemah dan tidak berdaya, khususnya anak-anak yang belum lahir, yang hak fundamental hidupnya diinjak-injak. Jika, pada akhir abad terakhir, Gereja tidak bisa diam tentang ketidakadilan pada masa itu, apalagi dia bisa diam hari ini, ketika ketidakadilan sosial di masa lalu, sayangnya belum diatasi, sedang diperparah di banyak daerah dunia dengan bentuk ketidakadilan dan penindasan yang lebih menyedihkan, bahkan jika ini disajikan sebagai elemen kemajuan dalam pandangan tatanan dunia baru.
Ensiklik ini, buah dari kerja sama Keuskupan setiap negara di dunia, oleh karena itu dimaksudkan untuk menjadi penegasan kembali yang tepat dan kuat akan nilai kehidupan manusia dan sifatnya yang tidak dapat diganggu gugat, dan pada saat yang sama seruan mendesak ditujukan kepada masing-masing dan setiap orang, atas nama Tuhan: menghormati, melindungi, mencintai dan melayani kehidupan, setiap kehidupan manusia! Hanya di arah ini Anda akan menemukan keadilan, pengembangan, kebebasan sejati, kedamaian dan kebahagiaan!
Semoga kata-kata ini mencapai semua putra dan putri Gereja! Semoga mereka menjangkau semua orang dengan niat baik yang peduli untuk kebaikan setiap pria dan wanita dan untuk nasib seluruh masyarakat!  

6. Dalam persekutuan yang mendalam dengan semua saudara lelaki dan saudari seiman, dan diilhami oleh persahabatan tulus terhadap semua, saya ingin merenungkan sekali lagi dan memberitakan Injil kehidupan, kemegahan kebenaran yang menerangi hati nurani, cahaya jernih yang mengoreksi tatapan yang gelap, dan sumber kesetiaan dan ketabahan yang tak putus-putusnya dalam menghadapi tantangan baru yang kita temui di sepanjang jalan kita.
Ketika saya mengingat kembali pengalaman yang kuat dari Tahun Keluarga, seolah-olah untuk melengkapi Surat yang saya tulis "untuk setiap keluarga tertentu di setiap bagian dunia", 8 saya melihat dengan keyakinan baru kepada setiap rumah tangga dan saya berdoa agar di setiap tingkat komitmen umum untuk mendukung keluarga akan muncul kembali dan diperkuat, sehingga hari ini juga - bahkan di tengah begitu banyak kesulitan dan ancaman serius - keluarga akan selalu tetap, sesuai dengan rencana Allah, "tempat perlindungan kehidupan". 9
Kepada semua anggota Gereja, orang-orang dari kehidupan dan untuk kehidupan, saya membuat seruan yang paling mendesak ini, agar bersama-sama kita dapat menawarkan kepada dunia ini tanda-tanda harapan baru kita, dan bekerja untuk memastikan bahwa keadilan dan solidaritas akan meningkat dan bahwa budaya baru kehidupan manusia akan ditegaskan, untuk membangun peradaban otentik kebenaran dan cinta.

BAB I - SUARA DARI DARAH-SABAR DARAH SAUDARA ANDA UNTUK SAYA DARI TANAH 
ANCAM HARI INI UNTUK HIDUP MANUSIA

"Kain bangkit melawan Abel saudaranya, dan membunuhnya" (Kejadian 4: 8): akar kekerasan terhadap kehidupan 
7. "Tuhan tidak membuat kematian, dan dia tidak senang dengan kematian orang yang hidup. Karena dia telah menciptakan semua hal yang mungkin ada ... Tuhan menciptakan manusia untuk tidak bersalah, dan menjadikannya menurut gambar keabadiannya sendiri , tetapi karena iri Iblis, kematian memasuki dunia, dan mereka yang termasuk partainya mengalaminya "(Wis 1: 13-14; 2: 23-24).
Injil kehidupan, yang diberitakan pada mulanya ketika manusia diciptakan menurut gambar Allah untuk tujuan hidup yang sempurna dan sempurna (lih. Kej 2: 7; Wis 9: 2-3), dikontradiksikan oleh pengalaman kematian yang menyakitkan. yang memasuki dunia dan melemparkan bayangan ketidakberartiannya atas seluruh keberadaan manusia. Kematian datang ke dunia sebagai akibat dari iri hati iblis (lih. Kej 3: 1,4-5) dan dosa orang tua pertama kita (lih. Kej 2:17, 3: 17-19). Dan kematian masuk dengan cara yang keras, melalui pembunuhan Habel oleh saudaranya Kain, "Dan ketika mereka berada di ladang, Kain bangkit melawan Abel saudaranya, dan membunuhnya" (Kejadian 4: 8).
Pembunuhan pertama ini disajikan dengan kefasihan tunggal dalam halaman Kitab Kejadian yang memiliki makna universal: ini adalah halaman yang ditulis ulang setiap hari, dengan frekuensi yang tak terhindarkan dan merendahkan, dalam buku sejarah manusia.
Mari kita baca kembali kisah alkitabiah ini yang, meski memiliki struktur kuno dan kesederhanaannya yang ekstrem, memiliki banyak hal untuk diajarkan kepada kita.
"Sekarang Habel adalah pemelihara domba, dan Kain adalah penggarap tanah. Dalam perjalanannya, Kain membawa persembahan untuk hasil bumi, dan Habel membawa anak sulung kawanan domba dan bagian lemak mereka Dan Tuhan telah memperhatikan Habel dan persembahannya, tetapi untuk Kain dan persembahannya dia tidak memperhatikan. Jadi Kain sangat marah, dan wajahnya jatuh. Tuhan berkata kepada Kain,? Mengapa kamu marah dan mengapa wajahmu jatuh? Jika kamu melakukannya dengan baik, apakah kamu tidak akan diterima? Dan jika kamu tidak melakukannya dengan baik, dosa berjongkok di pintu; keinginannya adalah untukmu, tetapi kamu harus menguasainya '.
"Kain berkata kepada Abel, saudaranya," Mari kita pergi ke ladang. 'Dan ketika mereka berada di ladang, Kain bangkit melawan Abel saudaranya, dan membunuhnya. Kemudian Tuhan berkata kepada Kain, "Di mana Abel, milikmu? saudara?' Dia berkata, "Aku tidak tahu; apakah aku penjaga adikku?" Dan Tuhan berkata, "Apa yang telah kamu lakukan? Suara darah saudaramu menangis kepadaku dari tanah. Dan sekarang kamu dikutuk dari tanah, yang telah membuka mulutnya untuk menerima darah saudaramu dari tanganmu. Ketika kamu sampai tanah, itu tidak akan lagi memberikan kepadamu kekuatannya, kamu akan menjadi buron dan pengembara di bumi '. Kain berkata kepada Tuhan, "Hukuman saya lebih besar daripada yang dapat saya tanggung. Lihatlah, Anda telah mendorong saya ini hari jauh dari tanah, dan dari wajahmu aku akan disembunyikan, dan aku akan menjadi buron dan pengembara di bumi, dan siapa pun yang menemukan saya akan membunuh saya '. Kemudian Tuhan berkata kepadanya, "Tidak demikian! Jika ada orang yang membunuh Kain, maka pembalasan akan ditimpakan kepadanya tujuh kali lipat '. Dan Tuhan memberi tanda pada Kain, agar siapa pun yang datang kepadanya tidak akan membunuhnya. Kemudian Kain pergi dari hadapan Tuhan, dan diam di tanah Nod, di sebelah timur Eden "(Kejadian 4: 2-16). 

8. Kain "sangat marah" dan mukanya "jatuh" karena "Tuhan memperhatikan Habel dan persembahannya" (Kejadian 4: 4-5). Teks Alkitab tidak mengungkapkan alasan mengapa Allah lebih memilih pengorbanan Habel daripada Kain. Namun itu jelas menunjukkan bahwa Allah, meskipun lebih memilih karunia Habel, tidak mengganggu dialognya dengan Kain. Ia menegurnya, mengingatkannya akan kebebasannya dalam menghadapi kejahatan: manusia sama sekali tidak ditakdirkan untuk berbuat jahat. Tentu saja, seperti Adam, ia dicobai oleh kekuatan dosa yang jahat, yang seperti binatang buas, menunggu di pintu hatinya, siap untuk melompat ke mangsanya. Namun Kain tetap bebas di hadapan dosa. Ia dapat dan harus mengatasinya: "Keinginannya adalah untuk Anda, tetapi Anda harus menguasainya" (Kejadian 4: 7).
Iri hati dan amarah menguasai peringatan Tuhan, dan Kain menyerang saudaranya sendiri dan membunuhnya. Seperti yang kita baca dalam Katekismus Gereja Katolik: "Dalam kisah pembunuhan Habel oleh saudaranya Kain, Alkitab mengungkapkan adanya kemarahan dan kecemburuan pada manusia, konsekuensi dari dosa asal, dari awal sejarah manusia. Manusia telah menjadi musuh sesamanya ". 10
Saudara membunuh saudara. Seperti pembunuhan saudara pertama, setiap pembunuhan adalah pelanggaran terhadap kekerabatan "spiritual" yang menyatukan umat manusia dalam satu keluarga besar, 11 di mana semuanya memiliki kebaikan fundamental yang sama: martabat pribadi yang setara. Tidak jarang kekerabatan "daging dan darah" juga dilanggar; misalnya ketika ancaman terhadap kehidupan muncul dalam hubungan antara orang tua dan anak-anak, seperti yang terjadi dalam aborsi atau ketika, dalam konteks keluarga atau kekerabatan yang lebih luas, eutanasia didorong atau dipraktikkan.
Pada akar dari setiap tindakan kekerasan terhadap sesamanya ada konsesi untuk "berpikir" si jahat, orang yang "adalah seorang pembunuh sejak awal" (Yoh 8:44). Seperti yang diingatkan Rasul Yohanes kepada kita: "Karena inilah berita yang telah kamu dengar sejak awal, bahwa kita harus saling mengasihi, dan jangan seperti Kain yang berasal dari si jahat dan yang membunuh saudaranya" (1 Yoh 3:11 -12). Pembunuhan Kain terhadap saudaranya di awal sejarah dengan demikian merupakan saksi menyedihkan tentang bagaimana kejahatan menyebar dengan kecepatan luar biasa: pemberontakan manusia melawan Allah di firdaus di bumi diikuti oleh pertempuran mematikan antara manusia melawan manusia.
Setelah kejahatan itu, Tuhan turun tangan untuk membalaskan dendam orang yang terbunuh. Di hadapan Tuhan, yang bertanya kepadanya tentang nasib Habel, Kain, alih-alih menunjukkan penyesalan dan meminta maaf, dengan sombong menghindari pertanyaan: "Saya tidak tahu; apakah saya penjaga saudara saya?" (Kejadian 4: 9). "Aku tidak tahu": Kain mencoba menutupi kejahatannya dengan kebohongan. Ini adalah dan masih terjadi, ketika semua jenis ideologi mencoba untuk membenarkan dan menyamarkan kejahatan paling kejam terhadap manusia. "Apakah aku penjaga adikku?": Kain tidak ingin memikirkan saudaranya dan menolak untuk menerima tanggung jawab yang dimiliki setiap orang terhadap orang lain. Kita tidak dapat tidak memikirkan kecenderungan orang-orang dewasa ini untuk menolak menerima tanggung jawab atas saudara-saudari mereka. Gejala tren ini termasuk kurangnya solidaritas terhadap masyarakat ' 

9. Tetapi Allah tidak dapat membiarkan kejahatan itu tidak dihukum: dari tanah yang telah menumpahkannya, darah orang yang terbunuh menuntut agar Allah memberikan keadilan (lih. Kej 37:26; 26:21; Ez 24: 7- 8). Dari teks ini Gereja telah mengambil nama "dosa-dosa yang menyerukan kepada Tuhan untuk keadilan", dan, pertama di antara mereka, ia telah memasukkan pembunuhan yang disengaja. 12 Bagi orang Yahudi, seperti juga bagi banyak orang pada zaman kuno, darah adalah sumber kehidupan. Sesungguhnya "darah adalah hidup" (Ul 12:23), dan kehidupan, khususnya kehidupan manusia, hanya milik Allah: karena alasan ini siapa pun yang menyerang kehidupan manusia, dengan cara tertentu menyerang Allah sendiri.
Kain dikutuk oleh Allah dan juga oleh bumi, yang akan menyangkal buahnya (lih. Kej 4: 11-12). Dia dihukum: dia akan hidup di padang belantara dan padang pasir. Kekerasan yang mengerikan sangat mengubah lingkungan manusia. Dari menjadi "taman Eden" (Kej 2:15), tempat yang banyak, hubungan interpersonal yang harmonis dan persahabatan dengan Allah, bumi menjadi "tanah Nod" (Kej 4:16), tempat kelangkaan , kesepian dan pemisahan dari Tuhan. Kain akan menjadi "buron dan pengembara di bumi" (Kejadian 4:14): ketidakpastian dan kegelisahan akan mengikutinya selamanya.
Namun Tuhan, yang selalu berbelas kasihan bahkan ketika dia menghukum, "beri tanda pada Kain, jangan sampai siapa pun yang datang kepadanya harus membunuhnya" (Kejadian 4:15). Dengan demikian ia memberinya tanda yang berbeda, bukan untuk mengutuknya atas kebencian orang lain, tetapi untuk melindungi dan membelanya dari mereka yang ingin membunuhnya, bahkan karena keinginan untuk membalas kematian Abel. Bahkan seorang pembunuh tidak kehilangan martabat pribadinya, dan Tuhan sendiri berjanji untuk menjamin ini. Dan tepat di sini bahwa misteri paradoks keadilan keadilan Tuhan ditunjukkan. Seperti yang ditulis oleh Santo Ambrosius: "Begitu kejahatan diakui pada saat dimulainya tindakan pembunuhan berdosa yang berdosa ini, maka hukum ilahi dari rahmat Allah harus segera diperpanjang. Jika hukuman segera ditimpakan pada tertuduh, maka orang-orang dalam menjalankan keadilan sama sekali tidak akan mengamati kesabaran dan moderasi, tetapi langsung akan mengutuk terdakwa untuk hukuman. ... Tuhan mengusir Kain dari hadiratnya dan mengirimnya ke pengasingan yang jauh dari tanah kelahirannya, sehingga ia beralih dari kehidupan kebaikan manusia ke kehidupan yang lebih mirip dengan keberadaan binatang buas liar yang kasar. Tuhan, yang lebih memilih koreksi daripada kematian orang berdosa, tidak menginginkan pembunuhan akan dihukum dengan pengusiran tindakan pembunuhan lainnya ".13

"Apa yang telah kau lakukan?" (Kejadian 4:10): gerhana dari nilai kehidupan 
10. Tuhan berkata kepada Kain: "Apa yang telah kamu lakukan? Suara darah saudaramu berteriak kepadaku dari tanah" (Kejadian 4:10). Suara darah yang ditumpahkan oleh manusia terus-menerus berteriak, dari generasi ke generasi. ke generasi, dengan cara yang baru dan berbeda.
Pertanyaan Tuhan: "Apa yang telah kamu lakukan?", Yang tidak bisa diloloskan Kain, ditujukan juga kepada orang-orang zaman sekarang, untuk membuat mereka menyadari tingkat dan gravitasi dari serangan terhadap kehidupan yang terus menandai sejarah manusia; untuk membuat mereka menemukan apa yang menyebabkan serangan ini dan memberi mereka makan; dan untuk membuat mereka merenungkan dengan serius konsekuensi yang berasal dari serangan-serangan ini bagi keberadaan individu dan masyarakat.
Beberapa ancaman datang dari alam itu sendiri, tetapi mereka diperburuk oleh ketidakpedulian dan kelalaian orang-orang yang bersalah yang dalam beberapa kasus dapat menyembuhkannya. Yang lainnya adalah hasil dari situasi kekerasan, kebencian dan konflik kepentingan, yang membuat orang menyerang orang lain melalui pembunuhan, perang, pembantaian, dan genosida.
Dan bagaimana kita bisa gagal untuk mempertimbangkan kekerasan terhadap kehidupan yang dilakukan terhadap jutaan manusia, terutama anak-anak, yang dipaksa menjadi miskin, kurang gizi dan kelaparan karena distribusi sumber daya yang tidak adil antara manusia dan antara kelas sosial? Dan bagaimana dengan kekerasan yang melekat tidak hanya dalam perang seperti itu tetapi juga dalam perdagangan senjata yang memalukan, yang memicu banyak konflik bersenjata yang menodai dunia kita dengan darah? Bagaimana dengan penyebaran kematian yang disebabkan oleh perusakan yang ceroboh dengan keseimbangan ekologis dunia, oleh penyebaran kriminal narkoba, atau oleh promosi jenis-jenis aktivitas seksual tertentu yang, selain secara moral tidak dapat diterima, juga melibatkan risiko besar terhadap kehidupan? Mustahil untuk membuat katalog lengkap serangkaian ancaman besar terhadap kehidupan manusia, begitu banyak bentuknya, baik secara eksplisit maupun tersembunyi, di mana ancaman itu muncul hari ini! 

11. Namun di sini kita harus memusatkan perhatian khusus pada kategori serangan lain, yang memengaruhi kehidupan pada tahap paling awal dan terakhir, serangan yang menghadirkan karakteristik baru sehubungan dengan masa lalu dan yang menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan luar biasa. Bukan hanya bahwa dalam pendapat umum serangan-serangan ini cenderung tidak lagi dianggap sebagai "kejahatan"; secara paradoks mereka mengasumsikan sifat "hak", sampai-sampai Negara diminta untuk memberi mereka pengakuan hukum dan untuk membuatnya tersedia melalui layanan gratis dari petugas layanan kesehatan. Serangan semacam itu menyerang kehidupan manusia pada saat kelemahan terbesarnya, ketika ia tidak memiliki sarana pertahanan diri apa pun. Yang lebih serius adalah kenyataan bahwa, paling sering,
Bagaimana situasi seperti itu terjadi? Banyak faktor yang berbeda harus diperhitungkan. Di latar belakang ada krisis budaya yang mendalam, yang menimbulkan skeptisisme terkait dengan dasar-dasar pengetahuan dan etika, dan yang membuatnya semakin sulit untuk memahami dengan jelas makna manusia, makna hak-haknya, dan kewajibannya. Kemudian ada segala macam kesulitan eksistensial dan interpersonal, diperburuk oleh kompleksitas sebuah masyarakat di mana individu, pasangan dan keluarga sering dibiarkan sendirian dengan masalah mereka. Ada situasi kemiskinan akut, kegelisahan atau frustrasi di mana perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup, adanya rasa sakit yang tak tertahankan, atau contoh kekerasan, terutama terhadap perempuan, membuat pilihan untuk mempertahankan dan mempromosikan kehidupan yang begitu menuntut sehingga kadang-kadang untuk mencapai titik kepahlawanan.
Semua ini menjelaskan, paling tidak sebagian, bagaimana nilai kehidupan hari ini dapat mengalami semacam "gerhana", meskipun hati nurani tidak berhenti menganggapnya sebagai nilai yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana terbukti dalam kecenderungan menyamarkan tertentu kejahatan terhadap kehidupan pada tahap awal atau akhir dengan menggunakan istilah medis yang tidak berbahaya yang mengalihkan perhatian dari fakta bahwa apa yang terlibat adalah hak untuk hidup manusia yang sebenarnya. 

12. Kenyataannya, sementara iklim ketidakpastian moral yang tersebar luas dalam 
beberapa hal dapat dijelaskan dengan banyaknya dan beratnya masalah sosial saat ini, dan ini kadang-kadang dapat mengurangi tanggung jawab subyektif individu, tidak kurang benar bahwa kita dihadapkan dengan suatu kenyataan yang lebih besar, yang dapat digambarkan sebagai struktur dosa yang sesungguhnya. Realitas ini dicirikan oleh munculnya budaya yang menolak solidaritas dan dalam banyak kasus mengambil bentuk "budaya kematian" yang sesungguhnya. Budaya ini secara aktif dipupuk oleh arus budaya, ekonomi, dan politik yang kuat yang mendorong gagasan masyarakat yang terlalu mementingkan efisiensi. Melihat situasi dari sudut pandang ini, adalah mungkin untuk berbicara dalam arti tertentu tentang perang yang kuat melawan yang lemah: sebuah kehidupan yang membutuhkan penerimaan, cinta, dan perhatian yang lebih besar dianggap tidak berguna, atau dianggap sebagai beban yang tidak dapat ditoleransi, dan karenanya ditolak dengan satu atau lain cara. Seseorang yang, karena sakit, cacat atau, lebih sederhana, hanya dengan yang ada, kompromi kesejahteraan atau gaya hidup mereka yang lebih disukai cenderung dipandang sebagai musuh yang harus dilawan atau dihilangkan. Dengan cara ini semacam "konspirasi melawan kehidupan" dilepaskan. Konspirasi ini melibatkan tidak hanya individu dalam hubungan pribadi, keluarga atau kelompok mereka, tetapi jauh melampaui, ke titik merusak dan mendistorsi, pada tingkat internasional, hubungan antara orang-orang dan Negara. lebih sederhana, hanya dengan yang ada, kompromi kesejahteraan atau gaya hidup mereka yang lebih disukai cenderung dipandang sebagai musuh yang harus dilawan atau dihilangkan. Dengan cara ini semacam "konspirasi melawan kehidupan" dilepaskan. Konspirasi ini melibatkan tidak hanya individu dalam hubungan pribadi, keluarga atau kelompok mereka, tetapi jauh melampaui, ke titik merusak dan mendistorsi, pada tingkat internasional, hubungan antara orang-orang dan Negara. lebih sederhana, hanya dengan yang ada, kompromi kesejahteraan atau gaya hidup mereka yang lebih disukai cenderung dipandang sebagai musuh yang harus dilawan atau dihilangkan. Dengan cara ini semacam "konspirasi melawan kehidupan" dilepaskan. Konspirasi ini melibatkan tidak hanya individu dalam hubungan pribadi, keluarga atau kelompok mereka, tetapi jauh melampaui, ke titik merusak dan mendistorsi, pada tingkat internasional, hubungan antara orang-orang dan Negara. 

13. Untuk memfasilitasi penyebaran aborsi, sejumlah besar uang telah diinvestasikan dan terus diinvestasikan dalam produksi produk farmasi yang memungkinkan untuk membunuh janin dalam rahim ibu tanpa bantuan medis. Pada titik ini, penelitian ilmiah itu sendiri tampaknya hampir secara eksklusif disibukkan dengan pengembangan produk yang semakin sederhana dan efektif dalam menekan kehidupan dan yang pada saat yang sama mampu menghilangkan aborsi dari segala bentuk kontrol atau tanggung jawab sosial.
Sering dinyatakan bahwa kontrasepsi, jika dibuat aman dan tersedia bagi semua orang, adalah obat paling efektif untuk melawan aborsi. Gereja Katolik kemudian dituduh benar-benar mempromosikan aborsi, karena dia terus-menerus mengajarkan ajaran moral yang melanggar hukum kontrasepsi. Jika diperhatikan dengan seksama, keberatan ini jelas tidak berdasar. Mungkin banyak orang menggunakan kontrasepsi dengan maksud untuk mengecualikan godaan aborsi selanjutnya. Tetapi nilai-nilai negatif yang melekat dalam "mentalitas kontrasepsi" - yang sangat berbeda dari orang tua yang bertanggung jawab, hidup dalam penghormatan terhadap kebenaran penuh dari tindakan suami-istri - sedemikian rupa sehingga mereka sebenarnya memperkuat godaan ini ketika kehidupan yang tidak diinginkan dikandung. Memang, budaya pro-aborsi sangat kuat di mana ajaran Gereja tentang kontrasepsi ditolak. Tentu saja, dari sudut pandang moral kontrasepsi dan aborsi adalah kejahatan yang sangat berbeda: yang pertama bertentangan dengan kebenaran penuh dari tindakan seksual sebagai ekspresi yang tepat dari cinta suami-istri, sementara yang terakhir menghancurkan kehidupan manusia; yang pertama bertentangan dengan kebajikan kesucian dalam perkawinan, yang terakhir bertentangan dengan kebajikan keadilan dan secara langsung melanggar perintah ilahi "Anda tidak akan membunuh".
Tetapi terlepas dari perbedaan sifat dan gravitasi moral mereka, kontrasepsi dan aborsi seringkali terkait erat, sebagai buah dari pohon yang sama. Memang benar bahwa dalam banyak kasus kontrasepsi dan bahkan aborsi dipraktikkan di bawah tekanan kesulitan kehidupan nyata, yang meskipun demikian tidak pernah dapat membebaskan diri dari upaya untuk mematuhi hukum Allah sepenuhnya. Namun, dalam banyak kasus lain, praktik semacam itu berakar pada mentalitas hedonistik yang tidak mau menerima tanggung jawab dalam masalah seksualitas, dan praktik-praktik tersebut menyiratkan konsep kebebasan yang berpusat pada diri sendiri, yang menganggap prokreasi sebagai hambatan untuk pemenuhan pribadi. Dengan demikian, kehidupan yang dapat timbul dari perjumpaan seksual menjadi musuh yang harus dihindari, dan aborsi menjadi satu-satunya respons yang menentukan terhadap kontrasepsi yang gagal.
Hubungan erat yang ada, dalam mentalitas, antara praktik kontrasepsi dan aborsi menjadi semakin jelas. Hal ini diperlihatkan dengan cara yang mengkhawatirkan oleh pengembangan produk kimia, alat kontrasepsi dan vaksin yang, didistribusikan dengan kemudahan yang sama seperti kontrasepsi, benar-benar bertindak sebagai pengguguran pada tahap awal perkembangan kehidupan manusia baru. 

14. Berbagai teknik reproduksi buatan, yang kelihatannya berguna bagi kehidupan dan yang sering digunakan dengan maksud ini, sebenarnya membuka pintu bagi ancaman baru terhadap kehidupan. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka secara moral tidak dapat diterima, karena mereka memisahkan prokreasi dari konteks manusia sepenuhnya dari tindakan suami-istri, 14teknik-teknik ini memiliki tingkat kegagalan yang tinggi: tidak hanya kegagalan dalam kaitannya dengan pembuahan tetapi berkaitan dengan perkembangan embrio selanjutnya, yang terpapar pada risiko kematian, umumnya dalam waktu yang sangat singkat. Selain itu, jumlah embrio yang dihasilkan seringkali lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk implantasi dalam rahim wanita, dan yang disebut "embrio cadangan" ini kemudian dihancurkan atau digunakan untuk penelitian yang, dengan dalih kemajuan ilmiah atau medis, pada kenyataannya mengurangi kehidupan manusia ke tingkat "bahan biologis" sederhana untuk dibuang secara bebas.
Diagnosis prenatal, yang tidak menunjukkan keberatan moral jika dilakukan untuk mengidentifikasi perawatan medis yang mungkin diperlukan oleh anak dalam kandungan, terlalu sering menjadi peluang untuk mengusulkan dan mengadakan aborsi. Ini adalah aborsi eugenic, dibenarkan dalam opini publik atas dasar mentalitas - keliru dianggap konsisten dengan tuntutan "intervensi terapeutik" - yang menerima hidup hanya dalam kondisi tertentu dan menolaknya ketika itu dipengaruhi oleh batasan, cacat atau penyakit.
Mengikuti logika yang sama ini, titik telah tercapai di mana perawatan paling dasar, bahkan makanan, ditolak untuk bayi yang lahir dengan cacat atau penyakit serius. Pemandangan kontemporer, lebih jauh lagi, menjadi semakin mengkhawatirkan karena proposal-proposal yang diajukan di sana-sini, untuk membenarkan bahkan pembunuhan bayi, mengikuti argumen yang sama yang digunakan untuk membenarkan hak untuk aborsi. Dengan cara ini, kita kembali ke keadaan barbarisme yang satu harapan telah ditinggalkan selamanya. 

15. Ancaman yang tidak kalah serius menggantung pada yang sakit dan sekarat. Dalam konteks sosial dan budaya yang membuatnya lebih sulit untuk menghadapi dan menerima penderitaan, godaan menjadi semakin besar untuk menyelesaikan masalah penderitaan dengan menghilangkannya pada akarnya, dengan mempercepat kematian sehingga terjadi pada saat yang dianggap paling cocok.
Berbagai pertimbangan biasanya berkontribusi pada keputusan seperti itu, yang semuanya menyatu dalam hasil mengerikan yang sama. Pada orang yang sakit rasa kesedihan, ketidaknyamanan yang hebat, dan bahkan keputus-asaan yang ditimbulkan oleh penderitaan yang intens dan berkepanjangan bisa menjadi faktor penentu. Situasi seperti itu dapat mengancam keseimbangan yang sudah rapuh dari kehidupan pribadi dan keluarga seseorang, dengan hasil bahwa, di satu sisi, orang yang sakit, terlepas dari bantuan bantuan medis dan sosial yang semakin efektif, risiko merasa terbebani oleh kehidupannya sendiri. kelemahan; dan di sisi lain, orang-orang yang dekat dengan orang yang sakit dapat digerakkan oleh kasih sayang yang dapat dimengerti bahkan jika salah tempat. Semua ini diperparah oleh iklim budaya yang gagal memahami makna atau nilai apa pun dalam penderitaan, tetapi lebih menganggap penderitaan sebagai lambang kejahatan, harus dihilangkan di semua biaya. Ini khususnya terjadi karena tidak adanya pandangan keagamaan yang dapat membantu memberikan pemahaman positif tentang misteri penderitaan.
Pada tingkat yang lebih umum, dalam budaya kontemporer ada sikap Promethean tertentu yang membuat orang berpikir bahwa mereka dapat mengendalikan hidup dan mati dengan mengambil keputusan tentang mereka ke tangan mereka sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini adalah bahwa individu diatasi dan dihancurkan oleh kematian yang kehilangan prospek makna atau harapan. Kita melihat ekspresi tragis dari semua ini dalam penyebaran euthanasia yang disamarkan dan diam-diam, atau dipraktikkan secara terbuka dan bahkan secara hukum. Serta karena alasan kasihan yang salah arah saat melihat penderitaan pasien, eutanasia kadang-kadang dibenarkan oleh motif utilitarian untuk menghindari biaya yang tidak menghasilkan pengembalian dan sangat membebani masyarakat. Oleh karena itu diusulkan untuk menghilangkan bayi cacat, orang cacat, orang lanjut usia, terutama ketika mereka tidak mandiri, dan yang sakit parah. Kita juga tidak bisa tetap diam di hadapan bentuk-bentuk euthanasia yang lebih sembunyi-sembunyi, tetapi tidak kalah serius dan nyata. Ini dapat terjadi misalnya ketika, untuk meningkatkan ketersediaan organ untuk transplantasi, organ dikeluarkan tanpa menghormati kriteria objektif dan memadai yang memverifikasi kematian donor. 

16. Fenomena masa kini lainnya, yang sering digunakan untuk membenarkan ancaman dan serangan terhadap kehidupan, adalah pertanyaan demografis. Pertanyaan ini muncul dengan berbagai cara di berbagai belahan dunia. Di negara-negara kaya dan maju ada penurunan atau runtuhnya angka kelahiran yang mengganggu. Negara-negara yang lebih miskin, di sisi lain, umumnya memiliki tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi, sulit dipertahankan dalam konteks pembangunan ekonomi dan sosial yang rendah, dan terutama di mana terdapat keterbelakangan ekstrim. Dalam menghadapi kelebihan populasi di negara-negara miskin, alih-alih bentuk intervensi global pada kebijakan sosial dan keluarga tingkat internasional yang serius, program pengembangan budaya dan produksi yang adil dan distribusi sumber daya-kebijakan anti-kelahiran terus diberlakukan. .
Kontrasepsi, sterilisasi, dan aborsi tentu merupakan bagian dari alasan mengapa dalam beberapa kasus ada penurunan tajam dalam angka kelahiran. Tidak sulit untuk tergoda untuk menggunakan metode dan serangan yang sama terhadap kehidupan juga di mana ada situasi "ledakan demografis".
Firaun pada zaman dahulu, dihantui oleh kehadiran dan pertambahan anak-anak Israel, menyerahkan mereka ke setiap jenis penindasan dan memerintahkan agar setiap anak laki-laki yang lahir dari wanita Ibrani harus dibunuh (lih. Kel 1: 7-22). Saat ini tidak sedikit dari kekuatan bumi yang bertindak dengan cara yang sama. Mereka juga dihantui oleh pertumbuhan demografis saat ini, dan takut bahwa orang-orang yang paling produktif dan termiskin merupakan ancaman bagi kesejahteraan dan kedamaian negara mereka sendiri. Akibatnya, daripada berharap untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah serius ini dengan menghormati martabat individu dan keluarga dan untuk hak setiap orang yang tidak dapat diganggu gugat, mereka lebih memilih untuk mempromosikan dan memaksakan dengan cara apa pun program besar alat kontrasepsi. 

17. Kemanusiaan hari ini menawarkan kepada kita tontonan yang benar-benar mengkhawatirkan, jika kita mempertimbangkan tidak hanya seberapa luas serangan terhadap kehidupan menyebar tetapi juga proporsi numerik mereka yang tidak pernah terdengar, dan fakta bahwa mereka menerima dukungan luas dan kuat dari konsensus luas di pihak masyarakat, dari persetujuan hukum yang luas dan keterlibatan sektor-sektor tertentu dari tenaga kesehatan.
Seperti yang dengan tegas saya nyatakan di Denver, pada kesempatan Hari Pemuda Sedunia Kedelapan, "seiring waktu ancaman terhadap kehidupan tidak semakin lemah. Mereka mengambil proporsi yang besar. Mereka bukan hanya ancaman yang datang dari luar, dari kekuatan-kekuatan alam atau 'Kain' yang membunuh? Abel '; tidak, mereka adalah ancaman yang diprogram secara ilmiah dan sistematis. Abad ke-20 akan menjadi era serangan besar-besaran terhadap kehidupan, serangkaian perang tanpa akhir, dan terus-menerus mengambil nyawa manusia tak berdosa Nabi palsu dan guru palsu memiliki keberhasilan terbesar ". 15Selain dari niat, yang dapat bervariasi dan mungkin kadang-kadang tampak meyakinkan, terutama jika dihadirkan atas nama solidaritas, kita pada kenyataannya dihadapkan pada "konspirasi melawan kehidupan" yang obyektif, yang melibatkan bahkan lembaga-lembaga internasional, yang terlibat dalam mendorong dan melaksanakan kampanye aktual untuk membuat kontrasepsi, sterilisasi, dan aborsi tersedia secara luas. Juga tidak dapat disangkal bahwa media massa sering terlibat dalam persekongkolan ini, dengan memberikan kredit kepada budaya yang menghadirkan jalan bagi kontrasepsi, sterilisasi, aborsi, dan bahkan eutanasia sebagai tanda kemajuan dan kemenangan kebebasan, sambil menggambarkan sebagai musuh dari kebebasan dan kemajuan posisi-posisi yang pasti pro-kehidupan.

"Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4: 9): gagasan keliru tentang kebebasan 
18. Panorama yang digambarkan perlu dipahami tidak hanya dalam hal fenomena kematian yang menjadi ciri khasnya, tetapi juga dalam berbagai penyebab yang menentukannya. Pertanyaan Tuhan: "Apa yang telah kamu lakukan?" (Kejadian 4:10), sepertinya hampir seperti undangan yang ditujukan kepada Kain untuk melampaui dimensi materi dari sikapnya yang membunuh, untuk dapat mengenali di dalamnya semua gravitasi motif yang menyebabkannya dan konsekuensi yang dihasilkannya.
Keputusan yang bertentangan dengan kehidupan kadang-kadang muncul dari situasi yang sulit atau bahkan tragis dari penderitaan yang mendalam, kesepian, sama sekali tidak ada prospek ekonomi, depresi dan kecemasan tentang masa depan. Keadaan seperti itu dapat mengurangi bahkan pada tingkat tertentu tanggung jawab subyektif dan kesalahan akibat dari mereka yang membuat pilihan ini yang dalam dirinya sendiri adalah jahat. Tetapi hari ini masalahnya jauh melampaui pengakuan yang diperlukan atas situasi pribadi ini. Ini adalah masalah yang ada pada tingkat budaya, sosial dan politik, di mana ia mengungkapkan aspek yang lebih jahat dan mengganggu dalam kecenderungan, semakin banyak dibagikan, untuk menafsirkan kejahatan di atas terhadap kehidupan sebagai ekspresi sah dari kebebasan individu, untuk diakui dan dilindungi sebagai hak aktual.
Dengan cara ini, dan dengan konsekuensi yang tragis, proses sejarah yang panjang mencapai titik balik. Proses yang dulu mengarah pada penemuan ide "hak asasi manusia" - hak yang melekat pada setiap orang dan sebelum Konstitusi dan undang-undang Negara - hari ini ditandai dengan kontradiksi yang mengejutkan. Tepatnya di zaman ketika hak-hak orang yang tidak dapat diganggu gugat diproklamasikan dengan sungguh-sungguh dan nilai kehidupan ditegaskan di depan umum, hak untuk hidup ditolak atau diinjak-injak, terutama pada saat-saat keberadaan yang lebih penting: saat kelahiran dan kelahiran. saat kematian.
Di satu sisi, berbagai deklarasi hak asasi manusia dan banyak inisiatif yang terinspirasi oleh deklarasi ini menunjukkan bahwa di tingkat global ada kepekaan moral yang berkembang, lebih waspada untuk mengakui nilai dan martabat setiap individu sebagai manusia, tanpa perbedaan ras, kebangsaan, agama, pendapat politik atau kelas sosial.
Di sisi lain, proklamasi mulia ini sayangnya ditentang oleh penolakan yang tragis dalam praktiknya. Penolakan ini masih lebih menyedihkan, bahkan lebih memalukan, justru karena itu terjadi dalam masyarakat yang menjadikan penegasan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tujuan utama dan kebanggaannya. Bagaimana penegasan prinsip yang berulang ini dapat direkonsiliasi dengan peningkatan yang terus-menerus dan pembenaran yang luas atas serangan terhadap kehidupan manusia? Bagaimana kita dapat mendamaikan deklarasi ini dengan penolakan untuk menerima mereka yang lemah dan membutuhkan, atau orang tua, atau mereka yang baru saja dikandung? Serangan-serangan ini secara langsung bertentangan dengan penghormatan terhadap kehidupan dan merupakan ancaman langsung terhadap seluruh budaya hak asasi manusia. Ini adalah ancaman yang pada akhirnya dapat membahayakan makna koeksistensi demokratis: daripada masyarakat "orang yang hidup bersama", kota-kota kita berisiko menjadi masyarakat orang-orang yang ditolak, dipinggirkan, dicopot, dan ditindas. Jika kita kemudian melihat pada perspektif dunia yang lebih luas, bagaimana kita bisa gagal untuk berpikir bahwa penegasan hak-hak individu dan orang-orang yang dibuat dalam majelis internasional yang berbeda hanyalah latihan retorika yang sia-sia belaka, jika kita gagal membuka kedok keegoisan orang kaya negara-negara yang mengecualikan negara-negara miskin dari akses ke pembangunan atau membuat akses semacam itu bergantung pada larangan sewenang-wenang terhadap prokreasi, membuat oposisi antara pembangunan dan manusia sendiri? Jika kita tidak mempertanyakan model-model ekonomi yang sering diadopsi oleh Negara-negara yang, juga sebagai akibat dari tekanan internasional dan bentuk pengkondisian,

19. Apa akar dari kontradiksi yang luar biasa ini?
Kita dapat menemukan mereka dalam penilaian keseluruhan dari sifat budaya dan moral, dimulai dengan mentalitas yang membawa konsep subjektivitas secara ekstrem dan bahkan mendistorsi itu, dan mengakui sebagai subjek hak hanya orang yang menikmati penuh atau setidaknya baru mulai otonomi dan yang muncul dari keadaan ketergantungan total pada orang lain. Tetapi bagaimana kita bisa mendamaikan pendekatan ini dengan meninggikan manusia sebagai makhluk yang "tidak digunakan"? Teori hak asasi manusia didasarkan tepat pada penegasan bahwa pribadi manusia, tidak seperti binatang dan benda, tidak dapat dikuasai oleh orang lain. Kita juga harus menyebutkan mentalitas yang cenderung menyamakan martabat pribadi dengan kapasitas untuk komunikasi verbal dan eksplisit, atau setidaknya dapat dipahami. Jelas bahwa atas dasar anggapan-anggapan ini tidak ada tempat di dunia bagi siapa pun yang, seperti yang belum lahir atau yang sekarat, adalah elemen lemah dalam struktur sosial, atau bagi siapa pun yang tampak sepenuhnya atas belas kasihan orang lain dan secara radikal bergantung pada mereka, dan hanya dapat berkomunikasi melalui bahasa diam dari berbagi kasih sayang yang mendalam. Dalam hal ini adalah kekuatan yang menjadi kriteria untuk pilihan dan tindakan dalam hubungan interpersonal dan dalam kehidupan sosial. Tetapi ini adalah kebalikan dari apa yang diperintah oleh suatu Negara oleh hukum, sebagai komunitas di mana "alasan kekuatan" digantikan oleh "kekuatan akal", yang secara historis dimaksudkan untuk menegaskan. dan hanya bisa berkomunikasi melalui bahasa hening dari berbagi kasih sayang yang mendalam. Dalam hal ini adalah kekuatan yang menjadi kriteria untuk pilihan dan tindakan dalam hubungan interpersonal dan dalam kehidupan sosial. Tetapi ini adalah kebalikan dari apa yang diperintah oleh suatu Negara oleh hukum, sebagai komunitas di mana "alasan kekuatan" digantikan oleh "kekuatan akal", yang secara historis dimaksudkan untuk menegaskan. dan hanya bisa berkomunikasi melalui bahasa hening dari berbagi kasih sayang yang mendalam. Dalam hal ini adalah kekuatan yang menjadi kriteria untuk pilihan dan tindakan dalam hubungan interpersonal dan dalam kehidupan sosial. Tetapi ini adalah kebalikan dari apa yang diperintah oleh suatu Negara oleh hukum, sebagai komunitas di mana "alasan kekuatan" digantikan oleh "kekuatan akal", yang secara historis dimaksudkan untuk menegaskan.
Pada tingkat lain, akar dari kontradiksi antara penegasan hak asasi manusia dan penolakan tragis mereka dalam praktik terletak pada gagasan kebebasan yang meninggikan individu yang terisolasi secara absolut, dan tidak memberikan tempat untuk solidaritas, keterbukaan kepada orang lain dan layanan mereka. Meskipun benar bahwa pengambilan kehidupan yang belum lahir atau pada tahap akhir kadang-kadang ditandai oleh perasaan keliru tentang altruisme dan kasih sayang manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa budaya kematian seperti itu, secara keseluruhan, mengkhianati sepenuhnya individualistis. konsep kebebasan, yang berakhir dengan menjadi kebebasan "yang kuat" melawan yang lemah yang tidak punya pilihan selain tunduk.
Justru dalam pengertian inilah jawaban Kain atas pertanyaan Tuhan: "Di mana Abel, saudaramu?" dapat diartikan: "Saya tidak tahu; apakah saya penjaga saudara saya?" (Kejadian 4: 9). Ya, setiap orang adalah "penjaga saudara lelakinya", karena Tuhan mempercayakan kita satu sama lain. Dan juga dalam pandangan mempercayakan ini bahwa Allah memberi setiap orang kebebasan, kebebasan yang memiliki dimensi relasional yang inheren. Ini adalah karunia yang luar biasa dari Sang Pencipta, yang ditempatkan untuk melayani orang dan pemenuhannya melalui karunia diri dan keterbukaan kepada orang lain; tetapi ketika kebebasan dijadikan mutlak dalam cara individualistis, ia dikosongkan dari konten aslinya, dan makna serta martabatnya sangat dipertentangkan.
Ada aspek yang bahkan lebih dalam yang perlu ditekankan: kebebasan meniadakan dan menghancurkan dirinya sendiri, dan menjadi faktor yang mengarah pada kehancuran orang lain, ketika ia tidak lagi mengakui dan menghormati hubungan esensial dengan kebenaran. Ketika kebebasan, karena keinginan untuk membebaskan dirinya dari semua bentuk tradisi dan otoritas, menutup bahkan bukti yang paling jelas dari kebenaran objektif dan universal, yang merupakan dasar kehidupan pribadi dan sosial, maka orang tersebut berakhir dengan tidak lagi mengambil sebagai satu-satunya dan referensi yang tak terbantahkan untuk pilihannya sendiri kebenaran tentang kebaikan dan kejahatan, tetapi hanya pendapat subyektif dan berubah atau, memang, kepentingan egois dan keinginannya. 

20. Pandangan kebebasan ini mengarah pada distorsi serius kehidupan di masyarakat. Jika promosi diri dipahami dalam hal otonomi absolut, orang pasti mencapai titik penolakan satu sama lain. Semua orang dianggap musuh dari siapa seseorang harus membela diri. Dengan demikian masyarakat menjadi massa individu yang ditempatkan berdampingan, tetapi tanpa ikatan timbal balik. Masing-masing ingin menegaskan dirinya secara independen dari yang lain dan pada kenyataannya bermaksud untuk membuat kepentingannya sendiri menang. Namun, dalam menghadapi kepentingan analog orang lain, beberapa jenis kompromi harus ditemukan, jika seseorang menginginkan masyarakat di mana kebebasan maksimum yang dimungkinkan dijamin untuk setiap individu. Dengan cara ini, referensi apa pun ke nilai-nilai umum dan kebenaran yang benar-benar mengikat semua orang hilang, dan kehidupan sosial menjelajah ke pasir bergeser relativisme lengkap. Pada titik itu, semuanya bisa dinegosiasikan, semuanya terbuka untuk tawar-menawar: bahkan yang pertama dari hak-hak dasar, hak untuk hidup.
Inilah yang terjadi juga di tingkat politik dan pemerintahan: hak hidup yang asli dan tidak dapat dicabut dipertanyakan atau ditolak berdasarkan suara parlemen atau kehendak satu bagian dari rakyat - bahkan jika itu adalah mayoritas. Ini adalah hasil yang menyeramkan dari relativisme yang memerintah tanpa lawan: "hak" tidak lagi menjadi seperti itu, karena ia tidak lagi dibangun dengan kuat pada martabat pribadi seseorang yang tidak dapat diganggu gugat, tetapi tunduk pada kehendak bagian yang lebih kuat. Dengan cara ini, demokrasi, yang bertentangan dengan prinsip-prinsipnya sendiri, secara efektif bergerak menuju bentuk totaliterisme. Negara bukan lagi "rumah bersama" di mana semua orang bisa hidup bersama berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan mendasar, tetapi ditransformasikan menjadi Negara tiran, yang dengan sendirinya memberikan hak untuk membuang kehidupan anggota yang paling lemah dan paling tidak berdaya, dari anak yang belum lahir ke orang tua, atas nama kepentingan publik yang benar-benar hanyalah kepentingan satu bagian. Munculnya penghormatan ketat terhadap legalitas dipertahankan, setidaknya ketika undang-undang yang mengizinkan aborsi dan eutanasia adalah hasil dari surat suara sesuai dengan apa yang umumnya dilihat sebagai aturan demokrasi. Sungguh, yang kita miliki di sini hanyalah karikatur legalitas yang tragis; cita-cita demokrasi, yang hanya benar-benar seperti itu ketika mengakui dan melindungi martabat setiap manusia, dikhianati dalam fondasinya: " Bagaimana mungkin masih berbicara tentang martabat setiap pribadi manusia ketika pembunuhan terhadap yang paling lemah dan paling tidak bersalah diizinkan? Atas nama keadilan apa yang paling tidak adil dari diskriminasi yang dipraktikkan: beberapa individu dianggap layak mendapatkan pertahanan dan yang lainnya ditolak martabatnya? "16 Ketika ini terjadi, proses menuju kehancuran dari koeksistensi manusia yang sejati dan disintegrasi Negara itu sendiri telah dimulai.
Untuk mengklaim hak untuk melakukan aborsi, pembunuhan bayi dan eutanasia, dan untuk mengakui hak itu dalam hukum, berarti mengaitkan dengan kebebasan manusia suatu kepentingan yang jahat dan jahat: yakni kekuasaan mutlak atas orang lain dan terhadap orang lain. Ini adalah kematian kebebasan sejati: "Sungguh, sungguh, Aku berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa" (Yoh 8:34).

"Dan dari wajahmu aku akan disembunyikan" (Kejadian 4:14): gerhana dari perasaan Allah dan manusia 
21. Dalam mencari akar yang paling dalam dari pergulatan antara "budaya kehidupan" dan "budaya kematian", kita tidak dapat membatasi diri pada gagasan sesat tentang kebebasan yang disebutkan di atas. Kita harus pergi ke jantung tragedi yang dialami oleh manusia modern: gerhana rasa Allah dan manusia, khas dari iklim sosial dan budaya yang didominasi oleh sekularisme, yang, dengan tentakelnya yang ada di mana-mana, kadang-kadang berhasil menempatkan Komunitas Kristen menguji diri mereka sendiri. Mereka yang membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh iklim ini dengan mudah jatuh ke dalam lingkaran setan yang menyedihkan: ketika rasa Allah hilang, ada juga kecenderungan untuk kehilangan rasa manusia, martabat dan hidupnya; pada gilirannya, pelanggaran sistematis hukum moral, terutama dalam hal penghormatan serius terhadap kehidupan manusia dan martabatnya,
Sekali lagi kita bisa mendapatkan wawasan dari kisah pembunuhan Habel oleh saudaranya. Setelah kutukan yang dipaksakan kepadanya oleh Tuhan, Kain dengan demikian berbicara kepada Tuhan: "Hukuman saya lebih besar daripada yang dapat saya tanggung. Lihatlah, hari ini Anda telah mengusir saya dari tanah; dan dari wajah Anda saya akan disembunyikan; dan saya akan jadilah buronan dan pengembara di bumi, dan siapa pun yang menemukan saya akan membunuh saya "(Kejadian 4: 13-14). Kain yakin bahwa dosanya tidak akan mendapatkan pengampunan dari Tuhan dan bahwa takdirnya yang tak terhindarkan adalah harus "menyembunyikan wajahnya" darinya. Jika Kain mampu mengakui bahwa kesalahannya "lebih besar daripada yang dapat ia tanggung", itu karena ia sadar berada di hadirat Allah dan di hadapan penghakiman Allah yang adil. Hanya di hadapan Tuhanlah manusia dapat mengakui dosanya dan mengakui keseriusannya sepenuhnya. 

22. Konsekuensinya, ketika indera Allah hilang, indera manusia juga terancam dan diracuni, sebagaimana Konsili Vatikan II secara ringkas menyatakan: "Tanpa Sang Pencipta, makhluk itu akan menghilang ... Tetapi ketika Tuhan dilupakan, makhluk itu sendiri tumbuh. tidak dapat dipahami ". 17Manusia tidak lagi dapat melihat dirinya sebagai "berbeda secara misterius" dari makhluk duniawi lainnya; ia menganggap dirinya hanya sebagai satu makhluk hidup lagi, sebagai organisme yang paling banyak mencapai tingkat kesempurnaan yang sangat tinggi. Tertutup dalam cakrawala sempit dari sifat fisiknya, ia entah bagaimana direduksi menjadi "sesuatu", dan tidak lagi menangkap karakter "transenden" dari "keberadaannya sebagai manusia". Dia tidak lagi menganggap hidup sebagai hadiah Tuhan yang luar biasa, sesuatu yang "suci" dipercayakan kepada tanggung jawabnya dan dengan demikian juga untuk perhatian dan "pemujaan" -nya yang pengasih. Hidup itu sendiri menjadi "benda" belaka, yang diklaim manusia sebagai milik eksklusifnya, sepenuhnya tunduk pada kendali dan manipulasi.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan kehidupan saat lahir atau mati, manusia tidak lagi mampu mengajukan pertanyaan tentang makna sejati dari keberadaannya sendiri, juga tidak dapat berasimilasi dengan kebebasan sejati saat-saat penting dalam sejarahnya sendiri. Dia hanya peduli dengan "melakukan", dan, menggunakan semua jenis teknologi, dia sibuk dengan pemrograman, mengendalikan dan mendominasi kelahiran dan kematian. Kelahiran dan kematian, alih-alih menjadi pengalaman utama yang menuntut untuk "hidup", menjadi hal-hal yang hanya "dimiliki" atau "ditolak".
Selain itu, setelah semua referensi kepada Allah telah dihapus, tidak mengherankan bahwa makna dari segala sesuatu yang lain menjadi sangat terdistorsi. Alam itu sendiri, dari menjadi "mater" (ibu), sekarang direduksi menjadi "materi", dan mengalami setiap jenis manipulasi. Ini adalah arah di mana cara berpikir teknis dan ilmiah tertentu, lazim dalam budaya masa kini, tampaknya memimpin ketika menolak gagasan bahwa ada kebenaran penciptaan yang harus dipahami, atau rencana Tuhan untuk hidup yang harus dihormati. Hal serupa terjadi ketika kekhawatiran tentang konsekuensi dari "kebebasan tanpa hukum" seperti itu membawa beberapa orang ke posisi yang berlawanan dari "hukum tanpa kebebasan", seperti misalnya dalam ideologi yang menganggap melanggar hukum mengganggu alam dengan cara apa pun, praktis "meramalkan" itu. Sekali lagi, ini adalah kesalahpahaman tentang ketergantungan alam pada rencana Sang Pencipta. Dengan demikian jelas bahwa kehilangan kontak dengan rancangan Allah yang bijaksana adalah akar terdalam dari kebingungan manusia modern, baik ketika kehilangan ini mengarah pada kebebasan tanpa aturan dan ketika itu membuat manusia "takut" akan kebebasannya.
Dengan hidup "seolah-olah Tuhan tidak ada", manusia tidak hanya kehilangan pandangan akan misteri Allah, tetapi juga misteri dunia dan misteri keberadaannya sendiri. 

23. Gerhana rasa Allah dan manusia tak terhindarkan mengarah pada materialisme praktis, yang membiakkan individualisme, utilitarianisme, dan hedonisme. Di sini kita juga melihat validitas permanen dari kata-kata Rasul: "Dan karena mereka tidak menganggap perlu untuk mengakui Allah, Allah menyerahkan mereka kepada akal budi dan untuk perilaku yang tidak patut" (Rm 1:28). Nilai-nilai makhluk digantikan oleh nilai-nilai yang dimiliki. Satu-satunya tujuan yang diperhitungkan adalah mengejar kesejahteraan materi seseorang sendiri. Apa yang disebut "kualitas hidup" ditafsirkan terutama atau secara eksklusif sebagai efisiensi ekonomi, konsumerisme yang berlebihan, keindahan dan kesenangan fisik, hingga pengabaian dimensi yang lebih mendalam - keberadaan interpersonal, spiritual, dan religius.
Dalam konteks penderitaan seperti itu, beban eksistensi manusia yang tak terhindarkan tetapi juga merupakan faktor kemungkinan pertumbuhan pribadi, "disensor", ditolak sebagai tidak berguna, memang ditentang sebagai kejahatan, selalu dan dengan segala cara harus dihindari. Ketika itu tidak dapat dihindari dan prospek bahkan beberapa kesejahteraan masa depan lenyap, maka kehidupan tampaknya telah kehilangan semua makna dan godaan tumbuh dalam diri manusia untuk mengklaim hak untuk menekannya.
Dalam iklim budaya yang sama ini, tubuh tidak lagi dianggap sebagai realitas pribadi yang tepat, tanda dan tempat hubungan dengan orang lain, dengan Tuhan dan dengan dunia. Ia direduksi menjadi materialitas murni: ia hanyalah kompleks organ, fungsi, dan energi yang digunakan sesuai dengan kriteria kesenangan dan efisiensi tunggal. Akibatnya, seksualitas juga direpersonalisasikan dan dieksploitasi: dari menjadi tanda, tempat dan bahasa cinta, yaitu, pemberian diri dan penerimaan orang lain, dalam semua kekayaan orang lain sebagai pribadi, semakin menjadi kesempatan dan instrumen untuk penegasan diri dan kepuasan egois dari keinginan dan naluri pribadi. Dengan demikian, impor asli seksualitas manusia terdistorsi dan dipalsukan, dan dua maknanya, unitive dan procreative, melekat dalam sifat dari tindakan konjugal, dipisahkan secara artifisial: dengan cara ini serikat perkawinan dikhianati dan keberhasilannya tunduk pada caprice pasangan. Prokreasi kemudian menjadi "musuh" yang harus dihindari dalam aktivitas seksual: jika disambut, ini hanya karena itu mengekspresikan keinginan, atau memang niat, untuk memiliki anak "dengan segala cara", dan bukan karena itu menandakan lengkap penerimaan yang lain dan oleh karena itu keterbukaan pada kekayaan hidup yang diwakili anak.
Dalam perspektif materialistik yang dijelaskan sejauh ini, hubungan interpersonal benar-benar dimiskinkan. Yang pertama dirugikan adalah wanita, anak-anak, orang sakit atau menderita, dan orang tua. Kriteria martabat pribadi - yang menuntut penghormatan, kedermawanan, dan layanan - digantikan oleh kriteria efisiensi, fungsionalitas, dan kegunaan: yang lain dianggap bukan karena "mereka", tetapi karena apa yang "mereka miliki, lakukan, dan hasilkan". Inilah supremasi yang kuat atas yang lemah. 

24. Di jantung hati nurani morallah terjadi gerhana rasa Allah dan manusia, dengan segala konsekuensinya yang mematikan bagi kehidupan. Ini adalah pertanyaan, di atas segalanya, tentang hati nurani individu, karena ia berdiri di hadapan Allah dalam keunikan dan keunikannya. 18Tetapi ini juga merupakan pertanyaan, dalam arti tertentu, tentang "hati nurani moral" masyarakat: dengan cara itu juga bertanggung jawab, tidak hanya karena ia menoleransi atau menumbuhkan perilaku yang bertentangan dengan kehidupan, tetapi juga karena ia mendorong "budaya kematian ", menciptakan dan mengkonsolidasikan" struktur dosa "yang sebenarnya yang bertentangan dengan kehidupan. Hati nurani moral, baik individu maupun sosial, dewasa ini menjadi sasaran, juga sebagai akibat dari pengaruh media yang menusuk, pada bahaya yang sangat serius dan fana: yaitu kebingungan antara kebaikan dan kejahatan, tepatnya dalam kaitannya dengan hak fundamental untuk hidup. . Sebagian besar masyarakat kontemporer tampak sedih seperti manusia yang digambarkan Paulus dalam Suratnya kepada orang-orang Romawi. Itu terdiri "dari orang-orang yang oleh karena kejahatannya menekan kebenaran" (1:18): setelah menyangkal Tuhan dan percaya bahwa mereka dapat membangun kota dunia tanpa Dia, "mereka menjadi sia-sia dalam pemikiran mereka" sehingga "pikiran mereka yang tidak masuk akal digelapkan" (1:21); "mengaku sebagai orang bijak, mereka menjadi bodoh" (1:22), melakukan pekerjaan yang pantas dihukum mati, dan "mereka tidak hanya melakukannya tetapi menyetujui mereka yang melakukannya" (1:32). Ketika hati nurani, lampu jiwa yang terang ini (lih. Mat 6: 22-23), menyebut "kejahatan baik dan kejahatan baik" (Yes 5:20), ia sudah berada di jalan menuju korupsi yang paling mengkhawatirkan dan moral yang paling kelam. kebutaan.
Namun semua pengondisian dan upaya untuk menegakkan keheningan gagal meredam suara Tuhan yang bergema di hati nurani setiap individu: selalu dari tempat suci nurani yang intim inilah perjalanan cinta, keterbukaan, dan pelayanan yang baru bagi kehidupan manusia dapat mulai.

"Kamu telah datang ke darah yang bertabur" (lih. Ibr 12: 22, 24): tanda-tanda harapan dan undangan untuk komitmen 
25. "Suara darah saudaramu berteriak kepadaku dari tanah" (Kej 4:10). Bukan hanya suara darah Habel, orang tak bersalah pertama yang dibunuh, yang berseru kepada Tuhan, sumber dan pembela kehidupan. Darah setiap manusia lain yang telah terbunuh sejak Habel juga merupakan suara yang diangkat kepada Tuhan. Dengan cara yang benar-benar tunggal, seperti yang diingatkan oleh penulis Surat Ibrani kepada kita, suara darah Kristus, yang kepadanya Habel yang tidak bersalah adalah figur kenabian, berteriak kepada Allah: "Kamu telah datang ke Gunung Sion dan ke kota Allah yang hidup ... kepada mediator dari perjanjian baru, dan kepada darah yang dipercikkan yang berbicara lebih ramah daripada darah Habel "(12:22, 24).
Itu adalah darah yang ditaburkan. Simbol dan tanda nubuat tentang hal itu adalah darah dari pengorbanan Perjanjian Lama, di mana Allah menyatakan kehendaknya untuk mengomunikasikan hidupnya sendiri kepada manusia, memurnikan dan menguduskan mereka (lih. Kel 24: 8; Im 17:11). Sekarang semua ini digenapi dan menjadi kenyataan di dalam Kristus: darah-Nya yang dipercikkan yang menebus, memurnikan dan menyelamatkan; itu adalah darah Mediator Perjanjian Baru "yang dicurahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Mat 26:28). Darah ini, yang mengalir dari sisi Kristus yang tertikam di kayu Salib (lih. Yoh 19:34), "berbicara lebih ramah" daripada darah Habel; memang, itu mengekspresikan dan membutuhkan "keadilan" yang lebih radikal, dan di atas semua itu memohon belas kasihan, 19itu membuat syafaat bagi saudara-saudara di hadapan Bapa (lih. Ibr 7:25), dan itu adalah sumber penebusan yang sempurna dan karunia kehidupan baru.
Darah Kristus, sementara itu mengungkapkan keagungan kasih Bapa, menunjukkan betapa berharganya manusia di mata Allah dan betapa berharganya nilai kehidupannya. Rasul Petrus mengingatkan kita tentang ini: "Kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara-cara yang sia-sia yang diwarisi dari nenek moyangmu, bukan dengan barang-barang yang fana seperti perak atau emas, tetapi dengan darah Kristus yang mahal, seperti darah anak domba yang tidak bercela atau spot "(1 Pt 1: 18-19). Tepatnya dengan merenungkan darah Kristus yang berharga, tanda dari kasihnya yang memberi sendiri (lih. Yoh 13: 1), orang percaya belajar untuk mengenali dan menghargai martabat yang hampir ilahi dari setiap manusia dan dapat berseru dengan keajaiban yang terus diperbarui dan berterima kasih. : "Betapa berharganya manusia di mata Sang Pencipta, jika dia? Mendapat seorang Penebus yang begitu hebat '(Exsultet of the Easter Vigil),20
Lebih jauh, darah Kristus menyatakan kepada manusia bahwa kebesaran-Nya, dan karenanya panggilannya, terdiri dari karunia diri yang tulus. Justru karena dicurahkan sebagai karunia kehidupan, darah Kristus bukan lagi tanda kematian, pemisahan yang pasti dari saudara-saudara, tetapi alat persekutuan yang merupakan kekayaan hidup bagi semua orang. Siapa pun dalam Sakramen Ekaristi meminum darah ini dan tinggal di dalam Yesus (lih. Yoh 6:56) ditarik ke dalam dinamisme kasih dan karunia kehidupannya, untuk mewujudkan kepenuhannya, panggilan asli untuk mencintai yang menjadi milik setiap orang (lih. Kej 1:27; 2: 18-24).
Dari darah Kristuslah semuanya menarik kekuatan untuk berkomitmen untuk memajukan kehidupan. Justru darah inilah yang merupakan sumber harapan yang paling kuat, bahkan merupakan dasar dari kepastian absolut bahwa dalam rencana Allah hidup akan menang. "Dan maut tidak akan ada lagi", berseru suara kuat yang berasal dari takhta Allah di Yerusalem Surgawi (Why 21: 4). Dan Santo Paulus meyakinkan kita bahwa kemenangan saat ini atas dosa adalah tanda dan antisipasi kemenangan pasti atas kematian, ketika "akan terjadi perkataan yang tertulis:" Kematian ditelan dalam kemenangan '. O kematian, di mana adalah kemenanganmu? O maut, di mana sengatmu? ' "(1 Kor 15: 54-55). 

26. Akibatnya, tanda-tanda yang menunjukkan kemenangan ini tidak kurang dalam masyarakat dan budaya kita, sangat ditandai meskipun oleh "budaya kematian". Oleh karena itu akan memberikan gambaran satu sisi, yang dapat menyebabkan keputusasaan steril, jika kecaman terhadap ancaman terhadap kehidupan tidak disertai dengan penyajian tanda-tanda positif di tempat kerja dalam situasi kemanusiaan saat ini.
Sayangnya seringkali sulit untuk melihat dan mengenali tanda-tanda positif ini, mungkin juga karena mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup di media komunikasi. Namun, berapa banyak inisiatif bantuan dan dukungan untuk orang-orang yang lemah dan tidak berdaya telah bermunculan dan terus bermunculan di komunitas Kristen dan di masyarakat sipil, di tingkat lokal, nasional dan internasional, melalui upaya individu, kelompok, gerakan dan organisasi dari berbagai jenis!
Masih banyak pasangan menikah yang, dengan rasa tanggung jawab yang besar, siap menerima anak-anak sebagai "hadiah tertinggi pernikahan". 21Juga tidak ada kekurangan keluarga yang, di atas dan di atas pelayanan sehari-hari mereka untuk hidup, bersedia menerima anak-anak terlantar, anak laki-laki dan perempuan dan remaja dalam kesulitan, orang cacat, lelaki lanjut usia dan perempuan yang telah ditinggalkan sendirian. Banyak pusat yang mendukung kehidupan, atau lembaga serupa, disponsori oleh individu dan kelompok yang, dengan dedikasi dan pengorbanan yang mengagumkan, menawarkan dukungan moral dan materi kepada para ibu yang berada dalam kesulitan dan tergoda untuk meminta bantuan aborsi. Semakin banyak muncul di banyak tempat kelompok-kelompok sukarelawan yang dipersiapkan untuk menawarkan keramahan kepada orang-orang tanpa keluarga, yang mendapati diri mereka dalam kondisi tertekan atau yang membutuhkan lingkungan yang mendukung untuk membantu mereka mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang merusak dan menemukan makna hidup yang baru.
Ilmu kedokteran, berkat upaya para peneliti dan praktisi yang berkomitmen, terus dalam upayanya untuk menemukan solusi yang lebih efektif: perawatan yang dulunya tidak dapat dipahami tetapi sekarang menawarkan banyak janji untuk masa depan saat ini sedang dikembangkan untuk yang belum lahir, yang menderita dan yang dalam tahap penyakit akut atau terminal. Berbagai lembaga dan organisasi memobilisasi upaya mereka untuk membawa manfaat dari obat-obatan paling maju ke negara-negara yang paling menderita oleh kemiskinan dan penyakit endemis. Dengan cara yang sama, asosiasi dokter nasional dan internasional diorganisir untuk membawa pertolongan cepat kepada orang-orang yang terkena dampak bencana alam, epidemi atau perang. Bahkan jika distribusi sumber daya medis internasional yang adil masih jauh dari kenyataan, 

27. Mengingat undang-undang yang memungkinkan aborsi dan dalam pandangan upaya, yang di sana-sini telah berhasil, untuk melegalkan eutanasia, gerakan dan inisiatif untuk meningkatkan kesadaran sosial dalam mempertahankan kehidupan telah bermunculan di banyak bagian dunia. Ketika, sesuai dengan prinsip-prinsip mereka, gerakan seperti itu bertindak dengan tegas, tetapi tanpa menggunakan kekerasan, mereka mempromosikan kesadaran yang lebih luas dan lebih mendalam tentang nilai kehidupan, dan membangkitkan dan menghasilkan komitmen yang lebih bertekad untuk pertahanannya.
Lebih jauh lagi, bagaimana kita bisa gagal menyebutkan semua gerakan keterbukaan, pengorbanan, dan kepedulian yang tidak mementingkan diri sehari-hari yang dilakukan oleh banyak orang dengan penuh kasih dalam keluarga, rumah sakit, panti asuhan, rumah bagi orang tua dan pusat atau komunitas lain yang mempertahankan kehidupan? Membiarkan dirinya dibimbing oleh teladan Yesus "Orang Samaria yang Baik" (lih. Luk 10: 29-37) dan ditopang oleh kekuatannya, Gereja selalu berada di garis depan dalam memberikan bantuan amal: begitu banyak putranya dan anak-anak perempuan, terutama pria dan wanita yang beragama, dalam bentuk tradisional dan yang baru, telah menguduskan dan terus menguduskan hidup mereka kepada Tuhan, secara bebas memberikan diri mereka sendiri karena kasih kepada sesama mereka, terutama bagi yang lemah dan yang membutuhkan. Perbuatan ini memperkuat dasar "peradaban cinta dan kehidupan", tanpanya kehidupan individu dan masyarakat itu sendiri akan kehilangan kualitas manusia yang paling murni. Sekalipun mereka luput dari perhatian dan tetap tersembunyi bagi kebanyakan orang, iman meyakinkan kita bahwa Bapa "yang melihat secara sembunyi-sembunyi" (Mat 6: 6) tidak hanya akan menghargai tindakan-tindakan ini tetapi juga sudah di sini dan sekarang membuat mereka menghasilkan buah yang lestari untuk kebaikan semua.
Di antara tanda-tanda harapan, kita juga harus menghitung penyebaran, pada banyak tingkat opini publik, tentang sensitivitas baru yang semakin menentang perang sebagai instrumen untuk penyelesaian konflik antara masyarakat, dan semakin berorientasi pada penemuan yang efektif tetapi "tanpa kekerasan. "Berarti untuk melawan agresor bersenjata. Dalam perspektif yang sama, ada bukti meningkatnya oposisi publik terhadap hukuman mati, bahkan ketika hukuman semacam itu dipandang sebagai semacam "pertahanan yang sah" di pihak masyarakat. Masyarakat modern sebenarnya memiliki sarana untuk secara efektif menekan kejahatan dengan membuat penjahat tidak berbahaya tanpa secara pasti menyangkal mereka kesempatan untuk melakukan reformasi.
Tanda sambutan lainnya adalah meningkatnya perhatian terhadap kualitas hidup dan ekologi, terutama di masyarakat yang lebih maju, di mana harapan orang-orang tidak lagi terkonsentrasi pada masalah-masalah kelangsungan hidup seperti pada pencarian peningkatan kondisi kehidupan secara keseluruhan. Yang sangat penting adalah kebangkitan kembali refleksi etis tentang masalah yang mempengaruhi kehidupan. Kemunculan dan perkembangan bioetika yang semakin meluas mempromosikan lebih banyak refleksi dan dialog - antara orang percaya dan non-orang beriman, serta antara pengikut agama yang berbeda - pada masalah etika, termasuk masalah mendasar yang berkaitan dengan kehidupan manusia. 

28. Situasi ini, dengan cahaya dan bayang-bayangnya, seharusnya membuat kita semua sadar sepenuhnya bahwa kita menghadapi bentrokan yang besar dan dramatis antara yang baik dan yang jahat, kematian dan kehidupan, "budaya kematian" dan "budaya kehidupan". Kita mendapati diri kita tidak hanya "dihadapkan" tetapi juga "di tengah" konflik ini: kita semua terlibat dan kita semua berbagi di dalamnya, dengan tanggung jawab yang tak terhindarkan memilih untuk menjadi pro-kehidupan tanpa syarat.
Bagi kami, undangan Musa juga bersuara nyaring dan jelas: "Lihat, Aku telah menetapkan hari ini di hadapanmu kehidupan dan kebaikan, kematian dan kejahatan ... Aku telah menetapkan di hadapanmu kehidupan dan kematian, berkat dan kutukan; karena itu pilihlah kehidupan, supaya kamu dan keturunanmu hidup "(Ul 30:15, 19). Undangan ini sangat tepat bagi kita yang dipanggil hari demi hari untuk memilih antara "budaya kehidupan" dan "budaya kematian". Tetapi panggilan Ulangan bahkan lebih dalam lagi, karena itu mendesak kita untuk membuat pilihan yang benar-benar religius dan bermoral. Ini adalah pertanyaan untuk memberikan eksistensi kita sendiri orientasi dasar dan menjalankan hukum Tuhan dengan setia dan konsisten: "Jika kamu mematuhi perintah-perintah Tuhan, Allahmu, yang aku perintahkan kepadamu hari ini, dengan mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan berjalan dengan caranya, dan dengan mematuhi perintah-perintahnya dan ketetapan-ketetapan serta tata cara-tata cara-Nya, maka Anda akan hidup ... karena itu pilihlah kehidupan, agar Anda dan keturunan Anda dapat hidup, mengasihi Tuhan, Allahmu, mematuhi suaranya, dan bersatu dengannya; karena itu berarti hidup bagimu dan panjang hari "(30: 16,19-20).
Pilihan tanpa syarat untuk hidup mencapai makna religius dan moral penuh ketika mengalir dari, dibentuk oleh dan dipelihara oleh iman dalam Kristus. Tidak ada yang membantu kita untuk menghadapi secara positif pertentangan antara kematian dan kehidupan di mana kita terlibat sebagai iman kepada Anak Allah yang menjadi manusia dan berdiam di antara manusia sehingga "sehingga mereka dapat memiliki kehidupan, dan memilikinya dengan berlimpah" (Yoh 10: 10). Ini adalah masalah iman kepada Tuhan yang Bangkit, yang telah menaklukkan maut; iman dalam darah Kristus "yang berbicara lebih baik daripada darah Habel" (Ibr 12:24).
Karena itu, dengan cahaya dan kekuatan iman ini, dalam menghadapi tantangan situasi saat ini, Gereja menjadi lebih sadar akan kasih karunia dan tanggung jawab yang datang kepadanya dari Tuhannya yang memberitakan, merayakan dan melayani Injil kehidupan.

BAB II - AKU DATANG BAHWA MEREKA MUNGKIN HIDUP 
PESAN KRISTEN TENTANG HIDUP

"Kehidupan menjadi nyata, dan kita melihatnya" (1Yoh 1: 2): dengan pandangan kita tertuju pada Kristus, "Firman hidup" 
29. Dihadapi dengan ancaman yang tak terhitung jumlahnya terhadap kehidupan yang ada di dunia modern, orang bisa merasa dikuasai oleh ketidakberdayaan semata: kebaikan tidak pernah cukup kuat untuk menang atas kejahatan!
Pada saat-saat seperti itu Umat Allah, dan ini termasuk setiap orang percaya, dipanggil untuk mengaku dengan kerendahan hati dan keberanian imannya kepada Yesus Kristus, "Firman hidup" (1Yoh 1: 1). Injil kehidupan bukan sekadar refleksi, betapapun baru dan mendalamnya, tentang kehidupan manusia. Itu juga bukan sekadar perintah yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan membawa perubahan signifikan dalam masyarakat. Masih kurang apakah itu janji ilusi masa depan yang lebih baik. Injil kehidupan adalah sesuatu yang konkret dan pribadi, karena Injil terdiri dari proklamasi pribadi Yesus. Yesus membuat dirinya dikenal oleh Rasul Thomas, dan di dalam dirinya kepada setiap orang, dengan kata-kata: "Akulah jalan, dan kebenaran, dan hidup" (Yoh 14: 6). Ini juga bagaimana dia berbicara tentang dirinya sendiri kepada Marta, saudara perempuan Lazarus: "Aku adalah kebangkitan dan hidup; dia yang percaya padaku,
Melalui kata-kata, tindakan dan pribadi Yesus, manusia diberikan kemungkinan "mengetahui" kebenaran lengkap tentang nilai kehidupan manusia. Dari "sumber" ini ia menerima, khususnya, kapasitas untuk "menyelesaikan" kebenaran ini dengan sempurna (lih. Yoh 3:21), yaitu, untuk menerima dan memenuhi sepenuhnya tanggung jawab untuk mencintai dan melayani, mempertahankan dan mempromosikan kehidupan manusia. . Di dalam Kristus, Injil kehidupan diproklamirkan secara definitif dan sepenuhnya diberikan. Ini adalah Injil yang, yang sudah ada dalam Wahyu Perjanjian Lama, dan memang ditulis dalam hati setiap pria dan wanita, telah bergema di setiap hati nurani "dari awal", dari saat penciptaan itu sendiri, sedemikian rupa bahwa, terlepas dari konsekuensi negatif dosa, dosa juga dapat diketahui dalam sifat-sifat dasarnya oleh akal manusia.22 
30. Oleh karena itu, dengan perhatian kita tertuju pada Tuhan Yesus, kita ingin mendengar darinya sekali lagi "firman Allah" (Yoh 3:34) dan merenungkan kembali Injil Injil kehidupan. Arti paling dalam dan paling orisinal dari meditasi ini tentang apa yang dikatakan wahyu tentang kehidupan manusia diambil oleh Rasul Yohanes dalam kata-kata pembuka Surat Pertama: "Apa yang sejak awal, yang telah kita dengar, yang telah kita lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan sentuh dengan tangan kami, mengenai firman kehidupan-kehidupan menjadi nyata, dan kami melihatnya, dan bersaksi tentangnya, dan memberitakan kepadamu kehidupan kekal yang ada bersama Bapa dan dibuat nyata bagi kita - apa yang telah kita lihat dan dengar kita nyatakan juga kepadamu, sehingga kamu dapat memiliki persekutuan dengan kami "(1: 1-3).
Dalam Yesus, "Firman kehidupan", hidup kekal Allah dinyatakan dan diberikan. Berkat proklamasi dan pemberian ini, kehidupan fisik dan spiritual kita, juga dalam fase duniawinya, memperoleh nilai dan maknanya yang penuh, karena kehidupan kekal Allah sebenarnya adalah akhir dari mana hidup kita di dunia ini diarahkan dan dipanggil. Dengan cara ini Injil kehidupan mencakup segala sesuatu yang pengalaman dan alasan manusia beritahukan kepada kita tentang nilai kehidupan manusia, menerimanya, memurnikannya, meninggikannya dan membawanya ke penggenapan.
"Tuhan adalah kekuatanku dan nyanyianku, dan dia telah menjadi keselamatanku" (Kel 15: 2): hidup selalu baik 
31. Kepenuhan pesan Injil tentang kehidupan disiapkan untuk Perjanjian Lama. Khususnya dalam peristiwa-peristiwa Keluaran, pusat pengalaman iman Perjanjian Lama, Israel menemukan betapa berharganya hidupnya di mata Allah. Ketika tampaknya ditakdirkan untuk dimusnahkan karena ancaman kematian tergantung pada semua laki-laki yang baru lahir (lih. Kel 1: 15-22), Tuhan menyatakan dirinya kepada Israel sebagai Juruselamatnya, dengan kekuatan untuk memastikan masa depan bagi mereka yang tanpa harapan . Dengan demikian Israel mengetahui dengan jelas bahwa keberadaannya bukan karena belas kasihan seorang Firaun yang dapat mengeksploitasinya atas tingkah lakunya yang keji. Sebaliknya, kehidupan Israel adalah objek kasih Allah yang lembut dan intens.
Kebebasan dari perbudakan berarti pemberian identitas, pengakuan akan martabat yang tak terhancurkan dan awal dari sejarah baru, di mana penemuan Tuhan dan penemuan diri berjalan seiring. Keluaran adalah pengalaman dasar dan model untuk masa depan. Melalui itu, Israel mengetahui bahwa kapan pun keberadaannya terancam, Israel hanya perlu berbalik kepada Tuhan dengan kepercayaan baru untuk menemukan bantuan yang efektif di dalam dirinya: "Aku membentuk kamu, kamu adalah hamba-Ku; hai Israel, kamu tidak akan dilupakan oleh aku "(Yes 44:21).
Dengan demikian, untuk mengetahui nilai eksistensinya sendiri sebagai suatu bangsa, Israel juga tumbuh dalam persepsi tentang makna dan nilai kehidupan itu sendiri. Refleksi ini dikembangkan secara lebih khusus dalam Sastra Hikmat, berdasarkan pengalaman sehari-hari dari kerawanan hidup dan kesadaran akan ancaman yang menyerangnya. Berhadapan dengan kontradiksi kehidupan, iman ditantang untuk merespons.
Lebih dari segalanya, masalah penderitaanlah yang menantang iman dan mengujinya. Bagaimana kita bisa gagal menghargai penderitaan universal manusia ketika kita merenungkan Kitab Ayub? Orang yang tidak bersalah yang diliputi oleh penderitaan dapat dimengerti dengan bertanya-tanya: "Mengapa cahaya diberikan kepadanya yang ada dalam kesengsaraan, dan kehidupan bagi orang yang pahit di dalam jiwa, yang merindukan kematian, tetapi itu tidak datang, dan menggali lebih banyak daripada menyembunyikan harta karun? " (3: 20-21). Tetapi bahkan ketika kegelapan paling dalam, iman menunjuk pada pengakuan dan pemujaan atas "misteri": "Saya tahu bahwa Anda dapat melakukan semua hal, dan bahwa tidak ada tujuan Anda yang dapat digagalkan" (Ayub 42: 2).
Penyingkapan secara progresif memungkinkan gagasan pertama tentang kehidupan abadi yang ditanam oleh Sang Pencipta di dalam hati manusia untuk dipahami dengan kejelasan yang semakin besar: "Ia telah menjadikan segala sesuatu indah pada masanya; ia juga telah menempatkan kekekalan dalam pikiran manusia" (Ec 3:11) . Gagasan pertama tentang totalitas dan kepenuhan menunggu untuk dimanifestasikan dalam cinta dan dibawa ke kesempurnaan, dengan hadiah gratis Tuhan, melalui berbagi dalam kehidupan kekal.
"Nama Yesus ... telah menjadikan orang ini kuat" (Kisah Para Rasul 3:16): dalam ketidakpastian kehidupan manusia, Yesus membawa makna hidup untuk digenapi  
32. Pengalaman orang-orang Perjanjian diperbarui dalam pengalaman semua "miskin" yang bertemu Yesus dari Nazaret. Sama seperti Allah yang "mengasihi orang yang hidup" (lih. Wis 11:26) telah meyakinkan Israel di tengah bahaya, demikian pula Anak Allah menyatakan kepada semua yang merasa terancam dan terhalang bahwa hidup mereka juga baik bagi yang Cinta ayah memberi makna dan nilai.
"Orang buta menerima penglihatan mereka, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, dan orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, orang miskin mendapat kabar baik tentang mereka" (Luk 7:22). Dengan perkataan Nabi Yesaya (35: 5-6, 61: 1) ini, Yesus mengemukakan makna misinya sendiri: semua orang yang menderita karena hidup mereka "berkurang" sehingga mendengar dari dia "kabar baik" "Perhatian Allah bagi mereka, dan mereka tahu pasti bahwa hidup mereka juga adalah hadiah yang dijaga dengan hati-hati di tangan Bapa (lih. Mat 6: 25-34).
Yang terutama adalah "orang miskin" yang kepadanya Yesus berbicara dalam khotbah dan tindakannya. Kerumunan orang sakit dan orang buangan yang mengikutinya dan mencarinya (lih. Mat 4: 23-25) menemukan dalam kata-kata dan tindakannya sebuah wahyu tentang nilai besar kehidupan mereka dan tentang bagaimana harapan mereka akan keselamatan dengan baik- didirikan.
Hal yang sama telah terjadi dalam misi Gereja sejak awal. Ketika Gereja menyatakan Kristus sebagai orang yang "pergi berbuat baik dan menyembuhkan semua yang tertindas oleh iblis, karena Allah menyertai dia" (Kisah Para Rasul 10:38), dia sadar menjadi pembawa pesan keselamatan yang bergema dalam semua kebaruannya tepat di tengah kesulitan dan kemiskinan kehidupan manusia. Petrus menyembuhkan orang lumpuh yang setiap hari mencari sedekah di "Gerbang Indah" Bait Suci di Yerusalem, dengan mengatakan: "Aku tidak memiliki perak dan emas, tetapi aku memberimu apa yang kumiliki; dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, berjalanlah" ( Kisah Para Rasul 3: 6). Dengan iman kepada Yesus, "Pencipta kehidupan" (Kisah Para Rasul 3:15), kehidupan yang terbengkalai dan berseru minta tolong mendapatkan kembali harga diri dan martabat penuh.
Perkataan dan perbuatan Yesus dan orang-orang di Gerejanya tidak dimaksudkan hanya untuk mereka yang sakit atau menderita atau dengan cara tertentu diabaikan oleh masyarakat. Pada tingkat yang lebih dalam mereka memengaruhi makna hidup setiap orang dalam dimensi moral dan spiritualnya. Hanya mereka yang mengakui bahwa hidup mereka ditandai oleh kejahatan dosa yang dapat menemukan dalam perjumpaan dengan Yesus sang Juruselamat kebenaran dan keaslian keberadaan mereka sendiri. Yesus sendiri berkata: "Mereka yang sehat tidak membutuhkan dokter, tetapi mereka yang sakit; aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa untuk bertobat" (Luk 5: 31-32).
Tetapi orang yang, seperti halnya pemilik tanah yang kaya dalam perumpamaan Injil, berpikir bahwa ia dapat membuat hidupnya aman dengan memiliki barang-barang materi saja, menipu dirinya sendiri. Hidup semakin menjauh darinya, dan segera dia akan mendapati dirinya kehilangan itu tanpa pernah menghargai arti sebenarnya: "Bodoh! Malam ini jiwamu dituntut darimu; dan hal-hal yang telah kamu persiapkan, siapakah yang akan mereka siapkan?" (Luk 12:20). 
33. Dalam kehidupan Yesus sendiri, dari awal hingga akhir, kita menemukan "dialektika" tunggal antara pengalaman ketidakpastian kehidupan manusia dan penegasan nilainya. Kehidupan Yesus ditandai dengan ketidakpastian sejak saat kelahirannya. Dia tentu saja diterima oleh orang-orang benar, yang menggemakan "ya" Maria yang langsung dan gembira (lih. Luk 1:38). Tetapi ada juga, sejak awal, penolakan pada bagian dari dunia yang tumbuh bermusuhan dan mencari anak untuk "menghancurkannya" (Mat 2:13); sebuah dunia yang tetap acuh tak acuh dan tidak peduli tentang pemenuhan misteri hidup ini memasuki dunia: "tidak ada tempat bagi mereka di penginapan" (Luk 2: 7). Dalam kontras antara ancaman dan rasa tidak aman di satu sisi dan kekuatan karunia Allah di sisi lain,
Kontradiksi dan risiko hidup sepenuhnya diterima oleh Yesus: "meskipun ia kaya, tetapi demi kamu ia menjadi miskin, sehingga dengan kemiskinannya kamu bisa menjadi kaya" (2 Kor 8: 9). Kemiskinan yang dibicarakan oleh Paulus bukan hanya pengupasan hak istimewa ilahi, tetapi juga berbagi dalam kondisi kehidupan manusia yang paling rendah dan paling rentan (lih. Flp 2: 6-7). Yesus hidup dalam kemiskinan ini sepanjang hidupnya, sampai saat puncak dari Salib: "Ia merendahkan diri dan menjadi taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Karena itu Allah sangat meninggikan dia dan menganugerahkan kepadanya nama yang ada di atas setiap nama" (Flp 2: 8-9). Justru dengan kematiannya Yesus mengungkapkan semua kemegahan dan nilai kehidupan, karena persembahan dirinya di atas Salib menjadi sumber kehidupan baru bagi semua orang (lih. Yoh 12:32). Dalam perjalanannya di tengah kontradiksi dan dalam kehilangan nyawanya, Yesus dibimbing oleh kepastian bahwa hidupnya ada di tangan Bapa. Konsekuensinya, di kayu Salib, dia dapat berkata kepadanya: "Bapa, ke tanganmu aku memuji rohku!" (Luk 23:46), yaitu, hidupku. Benar-benar hebat harus menjadi nilai kehidupan manusia jika Anak Allah telah mengambilnya dan menjadikannya alat keselamatan seluruh umat manusia!
"Dipanggil ... untuk menjadi serupa dengan gambar Putranya" (Rm 8: 28-29): Kemuliaan Allah bersinar di wajah manusia
 34. Hidup selalu baik. Ini adalah persepsi naluriah dan fakta pengalaman, dan manusia dipanggil untuk memahami alasan mendalam mengapa demikian.
Mengapa hidup itu baik? Pertanyaan ini ditemukan di mana-mana dalam Alkitab, dan dari halaman pertama ia menerima jawaban yang kuat dan menakjubkan. Kehidupan yang Allah berikan kepada manusia sangat berbeda dari kehidupan semua makhluk hidup lainnya, karena sama seperti manusia, meskipun terbentuk dari debu tanah (lih. Kej 2: 7, 3:19; Ayub 34:15; Mzm 103: 14; 104: 29), adalah perwujudan Allah di dunia, tanda kehadirannya, suatu jejak kemuliaan-Nya (lih. Kej 1: 26-27; Mz 8: 6). Inilah yang ingin ditekankan oleh Santo Irenaeus dari Lyons dalam definisinya yang terkenal: "Manusia, manusia yang hidup, adalah kemuliaan Allah". 23 Manusia telah diberi martabat luhur, berdasarkan ikatan intim yang menyatukannya dengan Penciptanya: dalam diri manusia ada cerminan cerminan dari Allah sendiri.
Kitab Kejadian menegaskan hal ini ketika, dalam catatan pertama penciptaan, ia menempatkan manusia di puncak kegiatan kreatif Allah, sebagai mahkotanya, pada puncak dari suatu proses yang mengarah dari kekacauan tak jelas ke makhluk paling sempurna. Segala sesuatu dalam ciptaan diperintahkan kepada manusia dan segala sesuatu dibuat tunduk kepadanya: "Isi bumi dan taklukkan; dan berkuasa atas ... setiap makhluk hidup" (1:28); ini adalah perintah Tuhan untuk pria dan wanita. Pesan serupa juga ditemukan dalam kisah penciptaan yang lain: "Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di taman Eden untuk memelihara dan menyimpannya" (Kej. 2:15). Di sini kita melihat penegasan yang jelas tentang keutamaan manusia atas hal-hal; ini dibuat tunduk kepadanya dan dipercayakan kepada perawatan yang bertanggung jawab,
Dalam narasi Alkitab, perbedaan antara manusia dan makhluk-makhluk lain ditunjukkan di atas semua oleh fakta bahwa hanya ciptaan manusia yang disajikan sebagai hasil dari keputusan khusus dari pihak Allah, suatu musyawarah untuk membangun ikatan khusus dan khusus dengan Sang Pencipta: "Marilah kita menjadikan manusia menurut gambar kita, menurut rupa kita" (Kej 1:26). Kehidupan yang Tuhan tawarkan kepada manusia adalah hadiah dimana Tuhan berbagi sesuatu dari dirinya dengan ciptaannya.
Israel akan merenungkan panjang lebar arti ikatan khusus antara manusia dan Tuhan ini. Kitab Sirakh juga mengakui bahwa Allah, dalam menciptakan manusia, "memberkahi mereka dengan kekuatan seperti miliknya, dan menjadikan mereka menurut gambar-Nya sendiri" (17: 3). Penulis Alkitab melihat sebagai bagian dari gambar ini tidak hanya dominasi manusia atas dunia tetapi juga fakultas-fakultas spiritual yang khas manusia, seperti nalar, penegasan antara yang baik dan yang jahat, dan kehendak bebas: "Dia mengisi mereka dengan pengetahuan dan pemahaman, dan menunjukkan kepada mereka kebaikan dan kejahatan "(Sir 17: 7). Kemampuan untuk mencapai kebenaran dan kebebasan adalah hak prerogatif manusia karena manusia diciptakan menurut gambar Penciptanya, Allah yang benar dan adil (lih. Ul 32: 4). Manusia sendiri, di antara semua makhluk yang terlihat, "mampu mengetahui dan mencintai Penciptanya". 24Kehidupan yang Tuhan berikan kepada manusia lebih dari sekadar keberadaan dalam waktu. Ini adalah dorongan menuju kepenuhan hidup; itu adalah benih dari suatu keberadaan yang melampaui batas waktu: "Karena Allah menciptakan manusia untuk tidak bercela, dan menjadikannya menurut gambar keabadiannya sendiri" (Wis 2:23). 
35. Kisah penciptaan Yahwist mengungkapkan keyakinan yang sama. Narasi kuno ini berbicara tentang napas ilahi yang dihembuskan ke dalam manusia sehingga ia dapat hidup kembali: "Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dari tanah, dan menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidungnya, dan manusia menjadi makhluk hidup" (Kejadian 2: 7).
Asal usul ilahi dari roh kehidupan ini menjelaskan ketidakpuasan abadi yang dirasakan manusia sepanjang hari-harinya di bumi. Karena ia dibuat oleh Tuhan dan memiliki jejak Tuhan yang tak terhapuskan di dalam dirinya, manusia secara alami tertarik kepada Tuhan. Ketika dia mengindahkan kerinduan terdalam hati, setiap orang harus membuat sendiri kata-kata kebenaran yang diungkapkan oleh Santo Agustinus: "Engkau telah membuat kami untuk dirimu sendiri, ya Tuhan, dan hati kami gelisah sampai mereka beristirahat di dalam kamu". 25
Betapa sangat signifikan ketidakpuasan yang menandai kehidupan manusia di Eden selama titik rujukannya satu-satunya adalah dunia tumbuhan dan hewan (lih. Kej 2:20). Hanya penampakan wanita, makhluk yang daging dari daging dan tulangnya (lih. Kej 2:23), dan di mana roh Allah Pencipta juga hidup, dapat memuaskan kebutuhan akan dialog antarpribadi, sangat vital bagi keberadaan manusia. Di sisi lain, apakah pria atau wanita, ada cerminan Tuhan sendiri, tujuan pasti dan pemenuhan setiap orang.
"Manusia apakah yang kamu perhatikan dari padanya, dan anak lelaki yang kamu sayangi itu?", Pemazmur bertanya-tanya (Mzm 8: 4). Dibandingkan dengan luasnya alam semesta, manusia sangat kecil, namun kontras ini mengungkapkan kebesaran-Nya: "Engkau menjadikannya tidak seperti dewa, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan kehormatan" (Mzm 8: 5). Kemuliaan Tuhan bersinar di wajah manusia. Dalam diri manusia Sang Pencipta menemukan perhentiannya, sebagaimana Santo Ambrosius berkomentar dengan perasaan kagum: "Hari keenam telah berakhir dan penciptaan dunia berakhir dengan pembentukan karya agung yaitu manusia, yang menjalankan kekuasaan atas semua makhluk hidup dan karena itu adalah mahkota alam semesta dan keindahan tertinggi dari setiap makhluk ciptaan.Benar-benar kita harus menjaga keheningan yang penuh hormat, karena Tuhan beristirahat dari setiap pekerjaan yang telah dia lakukan di dunia. Dia beristirahat di kedalaman manusia, dia beristirahat dalam pikiran dan pikiran manusia; Bagaimanapun, ia telah menciptakan manusia yang diberkahi dengan akal, mampu meniru dia, meniru kebajikannya, lapar akan rahmat surgawi. Dalam pemberian-pemberiannya ini Allah berteduh, yang telah berkata: "Kepada siapakah aku akan beristirahat, jika bukan pada orang yang rendah hati, menyesal dalam roh dan gemetar karena firman-Ku?" (Apakah 66: 1-2). Saya berterima kasih kepada Tuhan, Allah kami yang telah menciptakan pekerjaan yang sangat indah untuk beristirahat. "26 
36. Sayangnya, rencana Allah yang luar biasa dinodai oleh kemunculan dosa dalam sejarah. Melalui dosa, manusia memberontak melawan Penciptanya dan berakhir dengan menyembah makhluk: "Mereka bertukar kebenaran tentang Allah dengan dusta dan menyembah dan melayani makhluk daripada Pencipta" (Rm 1:25). Sebagai akibatnya manusia tidak hanya merusak citra Tuhan dalam dirinya sendiri, tetapi juga tergoda untuk melakukan pelanggaran terhadap orang lain, menggantikan hubungan persekutuan dengan sikap tidak percaya, ketidakpedulian, permusuhan, dan bahkan kebencian yang membunuh. Ketika Tuhan tidak diakui sebagai Tuhan, makna mendalam dari manusia dikhianati dan persekutuan antar manusia terganggu.
Dalam kehidupan manusia, gambar Allah bersinar kembali dan sekali lagi terungkap dengan sepenuh-penuhnya pada kedatangan Anak Allah dalam daging manusia. "Kristus adalah gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kol 1:15), ia "mencerminkan kemuliaan Allah dan menanggung cap sifatnya" (Ibr 1: 3). Dia adalah gambar sempurna dari Bapa.
Rencana kehidupan yang diberikan kepada Adam pertama akhirnya menemukan penggenapannya dalam Kristus. Sementara ketidaktaatan Adam telah menghancurkan dan merusak rencana Allah bagi kehidupan manusia dan memperkenalkan kematian ke dunia, ketaatan penebusan Kristus adalah sumber kasih karunia yang dicurahkan ke atas umat manusia, membuka lebar bagi setiap orang gerbang kerajaan kehidupan ( lih. Rom 5: 12-21). Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus: "Manusia pertama, Adam menjadi makhluk hidup; Adam yang terakhir menjadi roh yang memberi hidup" (1 Kor 15:45).
Semua yang berkomitmen untuk mengikuti Kristus diberikan kepenuhan hidup: gambar ilahi dipulihkan, diperbarui dan dibawa ke kesempurnaan di dalamnya. Rencana Allah bagi manusia adalah ini, bahwa mereka harus "menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya" (Rm 8:29). Hanya dengan demikian, dalam kemegahan gambar ini, manusia dapat dibebaskan dari perbudakan penyembahan berhala, membangun kembali persekutuan yang hilang dan menemukan kembali identitas aslinya. 
"Siapa pun yang hidup dan percaya padaku, tidak akan pernah mati" (Yoh 11:26): karunia hidup yang kekal 
37. Kehidupan yang diberikan Anak Allah kepada manusia tidak dapat direduksi menjadi sekadar keberadaan waktu. Kehidupan yang selalu "di dalam dirinya" dan yang merupakan "terang manusia" (Yoh 1: 4) terdiri dari diperanakkan Allah dan berbagi dalam kepenuhan cintanya: "Untuk semua yang menerimanya, yang percaya pada-Nya nama, ia memberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yang dilahirkan, bukan dari darah, bukan dari daging, bukan dari keinginan manusia, tetapi dari Allah "(Yoh 1: 12-13).
Kadang-kadang Yesus menyebut kehidupan yang ia datangi hanya dengan memberikan "kehidupan", dan ia menyatakan bahwa dilahirkan dari Allah sebagai syarat yang diperlukan jika manusia ingin mencapai tujuan yang diciptakan Allah kepadanya: "Jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah "(Yoh 3: 3). Memberi kehidupan ini adalah tujuan sebenarnya dari misi Yesus: dialah yang "turun dari surga, dan memberi hidup kepada dunia" (Yoh 6:33). Dengan demikian ia dapat benar-benar berkata: "Barangsiapa mengikut Aku ... akan memiliki terang hidup" (Yoh 8:12).
Di lain waktu, Yesus berbicara tentang "kehidupan abadi". Di sini kata sifat melakukan lebih dari sekadar membangkitkan perspektif yang melampaui waktu. Kehidupan yang dijanjikan dan diberikan Yesus adalah "abadi" karena itu adalah partisipasi penuh dalam kehidupan "Yang Abadi". Siapa pun yang percaya pada Yesus dan masuk ke dalam persekutuan dengan dia memiliki hidup yang kekal (lih. Yoh 3:15; 6:40) karena ia mendengar dari Yesus satu-satunya kata-kata yang mengungkapkan dan mengomunikasikan kepada keberadaannya kepenuhan hidup. Inilah "perkataan hidup yang kekal" yang Petrus akui dalam pengakuan imannya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup kekal, dan kami telah percaya, dan telah mengetahui, bahwa Anda adalah Yang Kudus dari Allah "(Yoh 6: 68-69). Yesus sendiri, berbicara kepada Bapa dalam doa imamat yang agung, mendeklarasikan seperti apa hidup yang kekal itu: "Inilah hidup yang kekal, supaya mereka mengenal kamu satu-satunya Allah yang benar, dan Yesus Kristus yang telah kamu utus" (Yoh 17: 3). Mengenal Allah dan Putranya berarti menerima misteri persekutuan penuh kasih dari Bapa, Putera dan Roh Kudus ke dalam kehidupannya sendiri, yang bahkan sekarang terbuka bagi kehidupan kekal karena ia berbagi dalam kehidupan Allah. 
38. Karena itu, kehidupan kekal adalah kehidupan Allah sendiri dan pada saat yang sama adalah kehidupan anak-anak Allah. Ketika mereka merenungkan kebenaran yang tak terduga dan tidak dapat diungkapkan ini yang datang kepada kita dari Allah di dalam Kristus, orang-orang percaya tidak dapat gagal untuk dipenuhi dengan keajaiban baru dan rasa terima kasih yang tak terbatas. Mereka dapat mengatakan dalam kata-kata Rasul Yohanes: "Lihatlah, betapa kasih yang diberikan Bapa kepada kita, bahwa kita hendaknya disebut anak-anak Allah; dan demikianlah kita ... Terkasih, kita adalah anak-anak Allah sekarang; itu belum nampak seperti apa kita nanti, tetapi kita tahu bahwa ketika dia muncul kita akan menjadi seperti dia, karena kita akan melihatnya seperti dia "(1 Yoh 3: 1-2).
Di sini kebenaran Kristen tentang kehidupan menjadi yang paling agung. Martabat hidup ini tidak hanya terkait dengan permulaannya, dengan kenyataan bahwa kehidupan itu berasal dari Allah, tetapi juga pada tujuan akhirnya, pada takdir persekutuannya dengan Allah dalam pengetahuan dan kasihnya. Dalam terang kebenaran ini, Santo Irenaeus memenuhi syarat dan melengkapi pujiannya kepada manusia: "kemuliaan Allah" memang, "manusia, manusia yang hidup", tetapi "kehidupan manusia terdiri atas visi Allah". 27
Konsekuensi segera muncul dari ini untuk kehidupan manusia dalam keadaan duniawinya, di mana, dalam hal ini, kehidupan kekal sudah muncul dan mulai tumbuh. Meskipun manusia secara naluriah mencintai kehidupan karena itu adalah kebaikan, cinta ini akan menemukan inspirasi dan kekuatan lebih lanjut, dan luas dan kedalaman baru, dalam dimensi ilahi dari kebaikan ini. Demikian pula, cinta yang dimiliki setiap manusia untuk kehidupan tidak dapat direduksi hanya menjadi keinginan untuk memiliki ruang yang cukup untuk ekspresi diri dan untuk menjalin hubungan dengan orang lain; melainkan berkembang dalam kesadaran yang menggembirakan bahwa hidup dapat menjadi "tempat" di mana Tuhan memanifestasikan dirinya, di mana kita bertemu dengannya dan mengadakan persekutuan dengan dia. Kehidupan yang diberikan Yesus sama sekali tidak mengurangi nilai keberadaan kita dalam waktu; ia membawanya dan mengarahkannya ke tujuan akhirnya: "
"Dari manusia sehubungan dengan sesamanya, aku akan menuntut pertanggungjawaban" (Kej 9: 5): hormat dan cinta untuk setiap kehidupan manusia 
39. Kehidupan manusia berasal dari Tuhan; itu adalah anugerahnya, gambar dan jejaknya, suatu pembagian dalam napas hidupnya. Karena itu Allah adalah satu-satunya Tuhan dalam kehidupan ini: manusia tidak dapat melakukan apa pun sesuai kehendaknya. Allah sendiri menjelaskan kepada Nuh setelah Air Bah: "Untuk darah hidupmu sendiri, aku juga akan menuntut pertanggungjawaban ... dan dari manusia sehubungan dengan sesamanya, aku akan menuntut pertanggungjawaban untuk kehidupan manusia" (Kejadian 9: 5 ). Teks Alkitab menekankan untuk menekankan bagaimana kesucian hidup memiliki dasar dalam Allah dan dalam kegiatan kreatifnya: "Karena Allah menjadikan manusia menurut gambarnya sendiri" (Kej 9: 6).
Kehidupan dan kematian manusia dengan demikian berada di tangan Allah, dalam kuasa-Nya: "Di tangannya ada kehidupan setiap makhluk hidup dan nafas seluruh umat manusia", seru Ayub (12:10). "Tuhan mendatangkan kematian dan menghidupkan; Dia membawa ke dunia orang mati dan membangkitkan" (1 Sam 2: 6). Hanya Dia yang dapat mengatakan: "Akulah yang membawa maut dan kehidupan" (Ul 32:39).
Tetapi Tuhan tidak menggunakan kekuatan ini dengan cara yang sewenang-wenang dan mengancam, melainkan sebagai bagian dari kepedulian dan perhatiannya yang penuh kasih terhadap makhluk-makhluknya. Jika benar bahwa kehidupan manusia ada di tangan Allah, tidak kurang benar bahwa ini adalah tangan yang penuh kasih, seperti tangan seorang ibu yang menerima, merawat dan merawat anaknya: "Aku telah menenangkan dan menenangkan jiwaku, seperti anak yang diam di dada ibunya; seperti anak yang diam adalah jiwaku "(Mzm 131: 2; lih. 49:15; 66: 12-13; Hos 11: 4). Dengan demikian Israel tidak melihat dalam sejarah orang-orang dan dalam nasib individu hasil dari kebetulan belaka, melainkan hasil dari rencana penuh kasih yang dengannya Allah menyatukan semua kemungkinan kehidupan dan menentang kekuatan kematian. timbul dari dosa: "Allah tidak membuat maut, dan dia tidak senang dengan kematian yang hidup. Karena ia menciptakan segala sesuatu yang mungkin ada "(Wis 1: 13-14). 
40. Kesakralan kehidupan memunculkan sifatnya yang tidak dapat diganggu gugat, ditulis sejak awal di dalam hati manusia, dalam hati nuraninya. Pertanyaannya: "Apa yang telah kamu lakukan?" (Kejadian 4:10), yang ditujukan Allah kepada Kain setelah ia membunuh Abel saudaranya, menafsirkan pengalaman setiap orang: di lubuk hati nuraninya, manusia selalu diingatkan akan kehidupan yang tidak dapat diganggu-gugat — hidupnya sendiri dan kehidupan yang lain-sebagai sesuatu yang bukan miliknya, karena itu adalah milik dan karunia Allah Sang Pencipta dan Bapa.
Perintah tentang tidak dapat diganggu-gugatnya kehidupan manusia bergema di jantung "sepuluh kata" dalam perjanjian Sinai (lih. Kel 34:28). Pertama-tama perintah itu melarang pembunuhan: "Jangan membunuh" (Kel 20:13); "jangan membunuh orang yang tidak bersalah dan benar" (Kel 23: 7). Namun, seperti yang diungkapkan dalam undang-undang Israel selanjutnya, ia juga melarang semua cedera pribadi yang diderita orang lain (lih. Kel 21: 12-27). Tentu saja kita harus mengakui bahwa dalam Perjanjian Lama pengertian tentang nilai kehidupan ini, meskipun sudah cukup ditandai, belum mencapai penyempurnaan yang ditemukan dalam Khotbah di Bukit. Ini terlihat dalam beberapa aspek undang-undang pidana saat ini, yang memberikan bentuk hukuman fisik yang berat dan bahkan hukuman mati. Namun pesan keseluruhan, yang akan dibawa oleh Perjanjian Baru dengan sempurna, adalah daya tarik yang kuat untuk menghormati kehidupan fisik dan integritas orang yang tidak dapat diganggu gugat. Ini memuncak dalam perintah positif yang mewajibkan kita untuk bertanggung jawab atas sesama kita seperti untuk diri kita sendiri: "Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri" (Im 19:18). 
41. Perintah "Jangan membunuh", termasuk dan lebih lengkap diungkapkan dalam perintah cinta kasih yang positif kepada sesama, ditegaskan kembali dalam semua kekuatannya oleh Tuhan Yesus. Kepada pria muda yang kaya yang bertanya kepadanya: "Guru, perbuatan baik apa yang harus saya lakukan, untuk memiliki hidup yang kekal?", Yesus menjawab: "Jika kamu mau masuk kehidupan, patuhi perintah-perintah" (Mat 19: 16,17). Dan dia mengutip, sebagai yang pertama dari ini: "Jangan membunuh" (Mat 19:18). Dalam Khotbah di Bukit, Yesus menuntut dari para murid-Nya suatu kebenaran yang melampaui para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi, juga sehubungan dengan penghormatan terhadap kehidupan: "Kamu telah mendengar bahwa dikatakan kepada orang-orang zaman dahulu, kamu tidak boleh membunuh? ; dan siapa pun yang membunuh akan bertanggung jawab atas penghakiman '. Tetapi saya katakan kepada Anda bahwa setiap orang yang marah dengan saudaranya akan bertanggung jawab atas penghakiman "
Dengan kata-kata dan tindakannya, Yesus lebih lanjut menyingkapkan persyaratan positif dari perintah tentang tidak dapat diganggu gugatnya kehidupan. Persyaratan ini sudah ada dalam Perjanjian Lama, di mana undang-undang berurusan dengan melindungi dan mempertahankan kehidupan ketika lemah dan terancam: dalam kasus orang asing, janda, yatim piatu, orang sakit dan orang miskin pada umumnya, termasuk anak-anak di dalam rahim (bdk. Kel 21:22; 22: 20-26). Bersama Yesus, persyaratan positif ini menjadi kekuatan dan urgensi baru, dan diungkapkan dalam segala keluasan dan kedalamannya: mulai dari merawat kehidupan saudara laki-laki (apakah saudara lelaki berdarah, seseorang yang berasal dari orang yang sama, atau orang asing yang tinggal di tanah Israel) untuk menunjukkan kepedulian terhadap orang asing, bahkan sampai pada titik mengasihi musuh seseorang.
Orang asing bukan lagi orang asing bagi orang yang harus menjadi tetangga bagi orang yang membutuhkan, sampai menerima tanggung jawab atas hidupnya, seperti yang diperlihatkan dengan jelas oleh perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati (lih. Luk 10: 25-37). Bahkan musuh tidak lagi menjadi musuh bagi orang yang berkewajiban untuk mencintainya (lih. Mat 5: 38-48; Luk 6: 27-35), untuk "berbuat baik" kepadanya (lih. Luk 6:27, 33, 35) dan untuk menanggapi kebutuhannya yang mendesak segera dan tanpa mengharapkan pembayaran (lih. Luk 6: 34-35). Puncak cinta ini adalah berdoa untuk musuh seseorang. Dengan melakukan itu kita mencapai keselarasan dengan kasih Allah yang tak terbatas: "Tetapi Aku berkata kepadamu, kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu, supaya kamu menjadi anak-anak dari Bapamu yang di surga, karena dia membuat matahari bangkitlah atas kejahatan dan kebaikan, dan turunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar "
Jadi elemen terdalam dari perintah Allah untuk melindungi kehidupan manusia adalah persyaratan untuk menunjukkan rasa hormat dan cinta untuk setiap orang dan kehidupan setiap orang. Ini adalah ajaran yang Rasul Paulus, menggemakan kata-kata Yesus, berbicara kepada orang-orang Kristen di Roma: "Perintah-perintah,? Kamu tidak boleh melakukan perzinahan, kamu tidak akan membunuh, kamu tidak akan mencuri, kamu tidak akan mengingini ' , dan setiap perintah lain, diringkas dalam kalimat ini, "Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri. Cinta tidak salah kepada tetangga; karena itu cinta adalah pemenuhan hukum" (Rm. 13: 9-10).
"Berbuah dan bertambah banyak, dan penuhi bumi dan taklukkanlah itu" (Kej 1:28): tanggung jawab manusia untuk hidup 
42. Untuk mempertahankan dan mempromosikan kehidupan, untuk menunjukkan rasa hormat dan cinta untuk itu, adalah tugas yang dipercayakan Tuhan kepada setiap orang, memanggilnya sebagai gambar hidup untuk berbagi dalam kekuasaannya sendiri di dunia: "Tuhan memberkati mereka, dan Tuhan berkata kepada mereka, "Berbuahlah dan berlipat ganda, penuhilah bumi dan taklukkanlah, dan berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas setiap makhluk hidup yang bergerak di atas bumi '" (Kej 1:28 ).
Teks alkitabiah dengan jelas menunjukkan luas dan dalamnya ketuhanan yang Allah berikan kepada manusia. Pertama-tama adalah masalah penguasaan atas bumi dan atas setiap makhluk hidup, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Hikmat: "Ya Allah leluhurku dan Tuhan yang penuh belas kasihan ... dengan kebijaksanaanmu, kau telah membentuk manusia, untuk memiliki kekuasaan atas makhluk yang telah kamu buat, dan memerintah dunia dalam kekudusan dan kebenaran "(Wis 9: 1, 2-3). Pemazmur terlalu memuji kekuasaan yang diberikan kepada manusia sebagai tanda kemuliaan dan kehormatan dari Penciptanya: "Kamu telah memberinya kekuasaan atas pekerjaan tanganmu; kamu telah meletakkan segala sesuatu di bawah kakinya, semua domba dan lembu, dan juga binatang buas di ladang, burung-burung di udara, dan ikan-ikan di laut, apa pun yang melintas di sepanjang jalur laut "(Mzm 8: 6-8).
Sebagai seseorang yang dipanggil untuk memelihara dan memelihara taman dunia (lih. Kej 2:15), manusia memiliki tanggung jawab khusus terhadap lingkungan di mana ia hidup, terhadap ciptaan yang telah Allah tempatkan untuk melayani martabat pribadinya, hidupnya, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk generasi masa depan. Ini adalah pertanyaan ekologis - mulai dari pelestarian habitat alami dari berbagai spesies hewan dan bentuk kehidupan lainnya hingga "ekologi manusia" dengan benar. 28- yang menemukan dalam Alkitab arah etika yang jelas dan kuat, yang mengarah ke solusi yang menghormati kebaikan besar kehidupan, dari setiap kehidupan. Sebenarnya, "tindakan yang diberikan kepada manusia oleh Pencipta bukanlah kekuatan absolut, juga tidak dapat berbicara tentang kebebasan untuk? Menggunakan dan menyalahgunakan ', atau membuang barang sesuka hati. Batasan yang diberlakukan sejak awal oleh Sang Pencipta sendiri dan diekspresikan secara simbolis oleh larangan untuk tidak makan buah dari pohon '(lih. Kej 2: 16-17) menunjukkan dengan cukup jelas bahwa, ketika sampai pada dunia alami, kita tidak hanya tunduk pada biologis hukum tetapi juga hukum moral, yang tidak dapat dilanggar dengan bebas dari hukuman ". 29 
43. Pembagian tertentu oleh manusia dalam ketuhanan Allah juga terbukti dalam tanggung jawab khusus yang diberikan kepadanya untuk kehidupan manusia. Ini adalah tanggung jawab yang mencapai titik tertinggi dalam pemberian kehidupan melalui prokreasi oleh pria dan wanita dalam pernikahan. Seperti yang diajarkan oleh Konsili Vatikan Kedua: "Tuhan sendirilah yang berkata," Tidak baik bagi manusia untuk menyendiri '(Kejadian 2:18) dan "siapa yang menjadikan manusia sejak awal laki-laki dan perempuan" (Mat 19: 4), berharap . berbagi dengan seorang pria partisipasi khusus tertentu dalam karya kreatif sendiri demikian ia diberkati pria dan wanita mengatakan:?. Meningkatkan dan berkembang biak'(Kej 1:28) 30
Dengan berbicara tentang "partisipasi khusus tertentu" pria dan wanita dalam "karya kreatif" Tuhan, Dewan ingin menunjukkan bahwa memiliki anak adalah peristiwa yang sangat manusiawi dan penuh makna religius, sejauh melibatkan keduanya pasangan, yang membentuk "satu daging" (Kejadian 2:24), dan Allah yang membuat dirinya hadir. Seperti yang saya tulis dalam Surat saya kepada Keluarga: "Ketika seseorang baru lahir dari persatuan suami-istri keduanya, ia membawa bersamanya ke dunia suatu gambar dan rupa Allah sendiri: silsilah orang tersebut tertulis di bagian paling dalam. biologi generasi. Dalam menegaskan bahwa pasangan, sebagai orang tua, bekerja sama dengan Allah Sang Pencipta dalam melahirkan dan melahirkan manusia baru, kita tidak berbicara hanya dengan mengacu pada hukum-hukum biologi. kami ingin menekankan bahwa Allah sendiri hadir dalam kebapaan dan keibuan manusia yang sangat berbeda dengan yang hadir dalam semua kasus pengemis lainnya? di bumi '. Sungguh, hanya Tuhan yang menjadi sumber "citra dan rupa" yang pantas bagi manusia, seperti yang diterima saat Penciptaan. Mengemis adalah kelanjutan dari Ciptaan ".31
Inilah yang diajarkan Alkitab dalam bahasa langsung dan fasih ketika ia melaporkan seruan gembira wanita pertama, "ibu dari semua yang hidup" (Kej 3:20). Sadar bahwa Allah telah turun tangan, Hawa berseru: "Aku telah memperanakkan seseorang dengan bantuan Tuhan" (Kejadian 4: 1). Karena itu dalam prokreasi, melalui komunikasi kehidupan dari orang tua ke anak, gambar dan rupa Allah ditransmisikan, berkat penciptaan jiwa abadi. 32Awal dari "buku silsilah Adam" mengungkapkannya dengan cara ini: "Ketika Allah menciptakan manusia, ia membuatnya dalam rupa Allah. Pria dan wanita ia menciptakan mereka, dan ia memberkati mereka dan memanggil mereka manusia ketika mereka Ketika Adam hidup seratus tiga puluh tahun, ia menjadi ayah dari seorang anak laki-laki menurut gambarnya sendiri, menurut gambarnya, dan menamainya Seth "(Kej. 5: 1-3). Justru dalam peran mereka sebagai rekan kerja dengan Allah yang mentransmisikan gambar-Nya kepada makhluk baru itulah kita melihat kebesaran pasangan yang siap "untuk bekerja sama dengan kasih Sang Pencipta dan Juru Selamat, yang melalui mereka akan memperbesar dan memperkaya keluarganya sendiri hari demi hari ". 33Inilah sebabnya mengapa Uskup Amphilochius memuji "perkawinan suci, yang dipilih dan ditinggikan di atas semua karunia duniawi lainnya" sebagai "pembina umat manusia, pencipta gambar-gambar Allah". 34
Dengan demikian, seorang pria dan wanita yang bergabung dalam pernikahan menjadi mitra dalam upaya ilahi: melalui tindakan prokreasi, karunia Allah diterima dan kehidupan baru terbuka untuk masa depan.
Tetapi di atas dan di atas misi spesifik orang tua, tugas menerima dan melayani kehidupan melibatkan semua orang; dan tugas ini harus dipenuhi terutama menuju kehidupan ketika ia berada pada titik terlemahnya. Kristus sendirilah yang mengingatkan kita akan hal ini ketika dia meminta untuk dicintai dan melayani dalam saudara-saudaranya yang menderita dengan cara apa pun: yang lapar, yang haus, orang asing, yang telanjang, yang sakit, yang dipenjara .. Apa pun yang dilakukan untuk mereka masing-masing dilakukan untuk Kristus sendiri (lih. Mat 25: 31-46). 
"Karena Engkau membentuk wujud terdalamku" (Mzm 139: 13): martabat anak yang belum lahir  
44. Kehidupan manusia menemukan dirinya paling rentan ketika memasuki dunia dan ketika meninggalkan dunia waktu untuk memulai keabadian. Firman Tuhan sering mengulangi panggilan untuk menunjukkan perhatian dan rasa hormat, terutama di mana kehidupan dirusak oleh penyakit dan usia tua. Meskipun tidak ada seruan langsung dan eksplisit untuk melindungi kehidupan manusia pada awalnya, khususnya kehidupan yang belum lahir, dan kehidupan mendekati akhir, ini dapat dengan mudah dijelaskan oleh fakta bahwa kemungkinan melukai, menyerang, atau benar-benar menyangkal kehidupan dalam keadaan ini benar-benar asing bagi cara berpikir religius dan kultural dari Umat Allah.
Dalam Perjanjian Lama, kemandulan ditakuti sebagai kutukan, sementara banyak keturunan dipandang sebagai berkat: "Anak laki-laki adalah warisan dari Tuhan, buah dari rahim adalah hadiah" (Mzm 127: 3; bnd. Mz 128: 3 -4). Keyakinan ini juga didasarkan pada kesadaran Israel sebagai orang-orang Kovenan, yang dipanggil untuk bertambah sesuai dengan janji yang dibuat kepada Abraham: "Lihatlah ke langit, dan beri peringkat bintang-bintang, jika Anda dapat menghitungnya ... demikian juga keturunanmu menjadi "(Kej 15: 5). Tetapi lebih dari segalanya, bekerja di sini adalah kepastian bahwa kehidupan yang ditularkan orang tua berasal dari Tuhan. Kita melihat ini dibuktikan dalam banyak bagian Alkitab yang dengan penuh hormat dan penuh kasih berbicara tentang konsepsi, tentang pembentukan kehidupan dalam rahim ibu,
"Sebelum aku membentuk kamu di dalam rahim, aku mengenal kamu, dan sebelum kamu lahir aku mentahbiskan kamu" (Yer 1: 5): kehidupan setiap individu, sejak awal, adalah bagian dari rencana Tuhan. Ayub, dari kedalaman kepedihannya, berhenti untuk merenungkan pekerjaan Tuhan yang secara ajaib membentuk tubuhnya di dalam rahim ibunya. Di sini dia menemukan alasan untuk percaya, dan dia mengungkapkan keyakinannya bahwa ada rencana ilahi untuk hidupnya: "Kamu telah membuat dan membuatku; apakah kamu akan berbalik dan menghancurkanku? Ingatlah bahwa kamu telah membuatku dari tanah liat, dan maukah kamu membuat jadikan aku debu lagi? Tidakkah Engkau mencurahkan aku seperti susu dan mengoleskan aku seperti keju? Engkau mengenakan Aku dengan kulit dan daging, dan merajut aku dengan tulang dan urat. Engkau telah memberikan kepadaku hidup dan kasih yang teguh; melestarikan rohku "(Ayub 10: 8-12). Ekspresi kekaguman dan kekaguman pada Tuhan 35
Bagaimana orang dapat berpikir bahwa bahkan satu momen pun dari proses luar biasa dari kehidupan ini dapat dipisahkan dari pekerjaan Sang Pencipta yang bijak dan penuh kasih, dan membiarkan mangsa menjadi caprice manusia? Tentu saja ibu dari tujuh bersaudara itu tidak berpikir demikian; dia menyatakan imannya kepada Tuhan, baik sumber maupun jaminan hidup dari konsepsinya, dan fondasi harapan kehidupan baru setelah kematian: "Saya tidak tahu bagaimana Anda muncul di dalam rahim saya. Bukan saya yang memberi Anda hidup dan nafas, atau saya yang mengatur unsur-unsur dalam diri Anda masing-masing. Oleh karena itu Pencipta dunia, yang membentuk permulaan manusia dan menemukan asal-usul segala sesuatu, akan dalam kemurahannya memberikan hidup dan napas kembali ke kamu lagi, karena kamu sekarang melupakan dirimu demi hukum-hukum-Nya "(2 Mac 7: 22-23). 
45. Wahyu Perjanjian Baru menegaskan pengakuan yang tak terbantahkan tentang nilai kehidupan sejak awal. Kemuliaan kesuburan dan harapan yang besar akan kehidupan bergema dalam kata-kata yang membuat Elizabeth bersukacita dalam kehamilannya: "Tuhan telah memandang kepadaku ... untuk menghilangkan celaanku di antara manusia" (Luk 1:25). Dan lebih dari itu, nilai orang tersebut sejak saat pembuahan dirayakan dalam pertemuan antara Perawan Maria dan Elisabet, dan antara dua anak yang mereka bawa dalam kandungan. Justru anak-anak yang mengungkapkan munculnya zaman Mesianik: dalam pertemuan mereka, kuasa penebusan dari kehadiran Anak Allah di antara manusia pertama kali menjadi operatif. Seperti yang ditulis Santo Ambrose: "Kedatangan Maria dan berkat-berkat kehadiran Tuhan juga dengan cepat dinyatakan ... Elizabeth adalah yang pertama mendengar suara itu; tetapi Yohanes adalah yang pertama mengalami kasih karunia. Dia mendengar menurut urutan alam; dia melompat karena misterinya. Dia mengenali kedatangan Mary; dia kedatangan Tuhan. Wanita itu mengenali kedatangan wanita itu; anak itu, anak itu. Para wanita berbicara tentang anugerah; bayi-bayi membuatnya efektif dari dalam demi keuntungan ibu mereka yang, dengan mukjizat ganda, bernubuat di bawah ilham anak-anak mereka. Bayi itu melompat, ibu dipenuhi dengan Roh. Ibu tidak diisi sebelum anak laki-laki, tetapi setelah anak laki-laki dipenuhi dengan Roh Kudus, dia juga memenuhi ibunya ". Dia mengenali kedatangan Mary; dia kedatangan Tuhan. Wanita itu mengenali kedatangan wanita itu; anak itu, anak itu. Para wanita berbicara tentang anugerah; bayi-bayi membuatnya efektif dari dalam demi keuntungan ibu mereka yang, dengan mukjizat ganda, bernubuat di bawah ilham anak-anak mereka. Bayi itu melompat, ibu dipenuhi dengan Roh. Ibu tidak diisi sebelum anak laki-laki, tetapi setelah anak laki-laki dipenuhi dengan Roh Kudus, dia juga memenuhi ibunya ". Dia mengenali kedatangan Mary; dia kedatangan Tuhan. Wanita itu mengenali kedatangan wanita itu; anak itu, anak itu. Para wanita berbicara tentang anugerah; bayi-bayi membuatnya efektif dari dalam demi keuntungan ibu mereka yang, dengan mukjizat ganda, bernubuat di bawah ilham anak-anak mereka. Bayi itu melompat, ibu dipenuhi dengan Roh. Ibu tidak diisi sebelum anak laki-laki, tetapi setelah anak laki-laki dipenuhi dengan Roh Kudus, dia juga memenuhi ibunya ".36 
"Aku mempertahankan imanku bahkan ketika aku berkata,? Aku sangat menderita '" (Mz 116: 10): kehidupan di usia tua dan pada saat penderitaan 
46. ​​Berkenaan dengan saat-saat terakhir kehidupan juga, akan ketinggalan zaman untuk mengharapkan wahyu Alkitab untuk membuat referensi tegas untuk masalah saat ini mengenai penghormatan terhadap orang tua dan orang sakit, atau untuk mengecam upaya eksplisit untuk mempercepat akhir mereka dengan paksa. Konteks budaya dan agama Alkitab sama sekali tidak tersentuh oleh godaan seperti itu; memang, dalam konteks itu, kebijaksanaan dan pengalaman para manula diakui sebagai sumber pengayaan unik bagi keluarga dan masyarakat.
Usia tua ditandai oleh martabat dan dikelilingi dengan penghormatan (lih. 2 Mac 6:23). Orang yang adil tidak berusaha dibebaskan dari usia tua dan bebannya; sebaliknya doanya adalah ini: "Engkau, ya Tuhan, adalah harapanku, kepercayaanku, ya Tuhan, sejak masa mudaku ... sehingga bahkan sampai usia tua dan uban, Ya Tuhan, jangan tinggalkan aku, sampai aku memberitakan kekuatanmu untuk semua generasi yang akan datang "(Mzm 71: 5, 18). Cita-cita zaman Mesianik disajikan sebagai masa ketika "tidak akan ada lagi ... seorang lelaki tua yang tidak mengisi hari-harinya" (Yes 65:20).
Di usia tua, bagaimana seharusnya seseorang menghadapi kemunduran hidup yang tak terhindarkan? Bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam menghadapi kematian? Orang percaya tahu bahwa hidupnya ada di tangan Tuhan: "Kamu, ya Tuhan, peganglah nasibku" (lih. Mz 16: 5), dan ia menerima dari Tuhan kebutuhan untuk mati: "Ini adalah dekrit dari Tuhan untuk semua manusia, dan bagaimana kamu bisa menolak kesenangan Yang Mahatinggi? " (Sir 41: 3-4). Manusia bukanlah penguasa kehidupan, juga bukan penguasa kematian. Dalam hidup dan mati, ia harus mempercayakan dirinya sepenuhnya pada "kesenangan Yang Mahatinggi", untuk rencana cintanya.
Pada saat-saat sakit juga, manusia dipanggil untuk memiliki kepercayaan yang sama kepada Tuhan dan untuk memperbarui iman fundamentalnya kepada Dia yang "menyembuhkan semua penyakitmu" (lih. Maz 103: 3). Ketika setiap harapan akan kesehatan yang baik tampaknya memudar di depan mata seseorang - sehingga membuatnya berteriak: "Hari-hariku seperti bayang-bayang malam; aku layu seperti rumput" (Mzm. 102: 11) - bahkan pada saat itu orang percaya tetap bertahan oleh iman yang tak tergoyahkan pada kuasa pemberi hidup Allah. Penyakit tidak membuat orang seperti itu putus asa dan mencari kematian, tetapi membuatnya menangis dengan harapan: "Aku mempertahankan imanku, bahkan ketika aku berkata," Aku sangat menderita '"(Mz 116: 10); "Ya Tuhan, Allahku, aku berteriak minta tolong kepadamu, dan engkau telah menyembuhkan aku. Ya Tuhan, Engkau telah mengangkat jiwaku dari Syeol, memulihkan aku dari antara mereka yang turun ke dalam lubang" (Mzm 30: 2- 3). 
47. Misi Yesus, dengan banyak kesembuhan yang ia lakukan, menunjukkan perhatian besar Allah bahkan untuk kehidupan tubuh manusia. Yesus, sebagai "tabib tubuh dan roh", 37 diutus oleh Bapa untuk memberitakan kabar baik kepada orang miskin dan untuk menyembuhkan orang yang patah hati (lih. Luk 4:18; Yes 61: 1). Kemudian, ketika dia mengirim murid-muridnya ke dunia, dia memberi mereka misi, misi di mana penyembuhan orang sakit berjalan seiring dengan proklamasi Injil: "Dan berkhotbah saat Anda pergi, mengatakan," Kerajaan surga adalah sudah dekat '. Sembuhkanlah orang sakit, bangkitkan orang mati, bersihkan orang kusta, usirlah setan "(Mat 10: 7-8; lih. Mrk 6:13; 16:18).
Tentu saja kehidupan tubuh dalam keadaan duniawi bukanlah kebaikan mutlak bagi orang percaya, terutama karena ia mungkin diminta untuk menyerahkan hidupnya demi kebaikan yang lebih besar. Seperti yang Yesus katakan: "Barangsiapa menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; barangsiapa kehilangan nyawanya oleh karena Aku dan Injil akan menyelamatkannya" (Markus 8:35). Perjanjian Baru memberikan banyak contoh berbeda tentang ini. Yesus tidak ragu-ragu untuk mengorbankan dirinya sendiri dan ia dengan bebas menjadikan hidupnya sebagai persembahan bagi Bapa (lih. Yoh 10:17) dan bagi mereka yang menjadi miliknya (lih. Yoh 10:15). Kematian Yohanes Pembaptis, pendahulu Juruselamat, juga bersaksi bahwa keberadaan duniawi bukanlah kebaikan mutlak; yang lebih penting adalah tetap setia kepada firman Tuhan bahkan dengan risiko nyawa seseorang (lih. Mrk 6: 17-29). Stephen,
Namun, tidak seorang pun dapat secara sewenang-wenang memilih untuk hidup atau mati; penguasa absolut dari keputusan semacam itu adalah Sang Pencipta sendiri, di mana "kita hidup dan bergerak dan memiliki keberadaan kita" (Kis. 17:28).
"Semua yang menahannya akan hidup" (Bar 4: 1): dari hukum Sinai sampai karunia Roh 
48. Hidup tak terhapuskan ditandai oleh kebenarannya sendiri. Dengan menerima karunia Allah, manusia berkewajiban mempertahankan hidup dalam kebenaran ini yang penting baginya. Melepaskan diri dari kebenaran ini berarti mengutuk diri sendiri pada ketidakberartian dan ketidakbahagiaan, dan mungkin menjadi ancaman bagi keberadaan orang lain, karena penghalang yang menjamin penghormatan terhadap kehidupan dan pertahanan hidup, dalam setiap keadaan, telah dihancurkan.
Kebenaran hidup diungkapkan oleh perintah Allah. Firman Tuhan menunjukkan secara konkret jalan hidup yang harus diikuti jika itu adalah untuk menghormati kebenarannya sendiri dan untuk menjaga martabatnya sendiri. Perlindungan hidup tidak hanya dijamin oleh perintah khusus "Jangan membunuh" (Kel 20:13; Ul 5:17); seluruh Hukum Tuhan berfungsi untuk melindungi kehidupan, karena itu mengungkapkan bahwa kebenaran di mana kehidupan menemukan maknanya sepenuhnya.
Karena itu, tidak mengherankan bahwa Perjanjian Allah dengan umat-Nya begitu erat terkait dengan perspektif kehidupan, juga dalam dimensi tubuh. Dalam Perjanjian itu, perintah Allah ditawarkan sebagai jalan kehidupan: "Aku telah menetapkan di hadapanmu hari ini kehidupan dan kebaikan, kematian dan kejahatan. Jika Anda mematuhi perintah-perintah Tuhan, Allahmu yang aku perintahkan kepadamu hari ini, dengan mengasihi para Tuhan Tuhanmu, dengan berjalan di jalannya, dan dengan mematuhi perintah-perintahnya dan ketetapannya serta peraturannya, maka kamu akan hidup dan berlipat ganda, dan Tuhan, Allahmu akan memberkatimu di tanah yang kamu masuki untuk memiliki "( Ulangan 30: 15-16). Yang dipertaruhkan bukan hanya tanah Kanaan dan eksistensi bangsa Israel, tetapi juga dunia saat ini dan masa depan, dan eksistensi seluruh umat manusia. Faktanya, sama sekali mustahil bagi kehidupan untuk tetap otentik dan lengkap begitu terlepas dari kebaikan; dan kebaikan, pada gilirannya, pada dasarnya terikat pada perintah-perintah Tuhan, yaitu, pada "hukum kehidupan" (Sir 17:11). Kebaikan yang harus dilakukan tidak ditambahkan ke kehidupan sebagai beban yang membebaninya, karena tujuan hidup adalah yang baik dan hanya dengan melakukannya kehidupan dapat dibangun.
Dengan demikian Hukum sebagai keseluruhan yang sepenuhnya melindungi kehidupan manusia. Ini menjelaskan mengapa sangat sulit untuk tetap setia pada perintah "Kamu tidak harus membunuh" ketika "kata-kata kehidupan" yang lain (lih. Kis 7:38) yang dengannya perintah ini diikat tidak diperhatikan. Terpisah dari kerangka kerja yang lebih luas ini, perintah itu ditakdirkan untuk menjadi tidak lebih dari kewajiban yang dipaksakan dari luar, dan segera kami mulai mencari batasannya dan mencoba menemukan faktor dan pengecualian yang meringankan. Hanya ketika orang terbuka untuk kepenuhan kebenaran tentang Tuhan, manusia dan sejarah akan kata-kata "Kamu tidak akan membunuh" bersinar sekali lagi sebagai kebaikan bagi manusia dalam dirinya sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
Dengan mendengarkan firman Tuhan kita dapat hidup dalam martabat dan keadilan. Dengan mematuhi Hukum Allah kita dapat menghasilkan buah-buah kehidupan dan kebahagiaan: "Semua yang memegang puasanya akan hidup, dan mereka yang meninggalkannya akan mati" (Bar 4: 1). 
49. Sejarah Israel menunjukkan betapa sulitnya untuk tetap setia pada Hukum kehidupan yang telah Allah tuliskan dalam hati manusia dan yang ia berikan pada Sinai kepada orang-orang Perjanjian. Ketika orang-orang mencari cara hidup yang mengabaikan rencana Allah, para nabi khususnya yang secara paksa mengingatkan mereka bahwa hanya Tuhanlah yang merupakan sumber kehidupan yang otentik. Demikian Yeremia menulis: "Umat-Ku telah melakukan dua kejahatan: mereka telah meninggalkan Aku, sumber air kehidupan, dan menangkup sumur untuk diri mereka sendiri, sumur yang pecah, yang tidak dapat menampung air" (2:13). Para nabi menuding orang-orang yang menunjukkan penghinaan seumur hidup dan melanggar hak-hak orang: "Mereka menginjak-injak kepala orang miskin ke dalam debu tanah" (Amos 2: 7); "mereka telah memenuhi tempat ini dengan darah orang-orang yang tidak bersalah" (Yer 19: 4).
Tetapi sementara para nabi mengutuk pelanggaran terhadap kehidupan, mereka terutama prihatin untuk membangkitkan harapan akan prinsip kehidupan yang baru, yang mampu membawa hubungan yang diperbarui dengan Tuhan dan dengan yang lain, dan membuka kemungkinan baru dan luar biasa untuk memahami dan melaksanakan semua tuntutan yang melekat dalam Injil kehidupan. Ini hanya akan mungkin berkat karunia Allah yang memurnikan dan memperbaharui: "Aku akan memercikkan air bersih ke atasmu, dan kamu akan menjadi bersih dari segala kenajisanmu, dan dari semua berhala-berhalamu aku akan menyucikan kamu. Hati yang baru aku akan memberi kamu, dan roh baru Aku akan menempatkan di dalam kamu "(Yeh. 36: 25-26; lih. Yer 31:34). "Hati baru" ini akan memungkinkan untuk menghargai dan mencapai makna hidup yang terdalam dan paling otentik: yaitu, bahwa menjadi hadiah yang sepenuhnya diwujudkan dalam pemberian diri. Ini adalah pesan indah tentang nilai kehidupan yang datang kepada kita dari sosok Hamba Tuhan: "Ketika ia membuat dirinya menjadi korban karena dosa, ia akan melihat keturunannya, ia akan memperpanjang hidupnya ... ia harus lihatlah buah dari jiwa-Nya dan jadilah puas "(Yes 53:10, 11).
Dalam kedatangan Yesus dari Nazaret itulah Hukum Taurat digenapi dan hati yang baru diberikan melalui Roh-Nya. Yesus tidak menyangkal hukum Taurat tetapi membawanya ke penggenapan (lih. Mat 5:17): Hukum dan para nabi diringkas dalam aturan emas cinta timbal balik (lih. Mat 7:12). Dalam Yesus hukum Taurat menjadi sekali dan untuk semua "Injil", kabar baik tentang ketuhanan Allah atas dunia, yang membawa semua kehidupan kembali ke akarnya dan tujuan aslinya. Ini adalah Hukum Baru, "hukum Roh kehidupan di dalam Kristus Yesus" (Rm 8: 2), dan ekspresi dasarnya, mengikuti teladan Tuhan yang memberikan hidupnya untuk teman-temannya (lih. Yoh 15:13 ), adalah karunia cinta dalam diri untuk saudara dan saudari kita: "Kita tahu bahwa kita sudah mati dalam hidup, karena kita mengasihi saudara kita" (1 Yoh 3:14).
"Mereka akan memandang Dia yang telah mereka tikam" (Yoh 19:37): Injil kehidupan digenapi di atas pohon Salib 
50. Di akhir bab ini, di mana kami telah merefleksikan pesan Kristen tentang kehidupan, saya ingin berhenti sejenak bersama Anda masing-masing untuk merenungkan Dia yang tertikam dan yang menarik semua orang ke dirinya sendiri (lih. Hak 19) : 37; 12:32). Melihat "tontonan" Salib (lih. Luk 23:48) kita akan menemukan di dalam pohon yang mulia ini pemenuhan dan penyingkapan yang lengkap dari seluruh Injil kehidupan.
Pada sore hari Jumat Agung, "ada kegelapan di seluruh negeri ... sementara cahaya matahari gagal; dan tirai bait suci terbelah dua" (Luk 23:44, 45). Ini adalah simbol gangguan kosmik yang besar dan konflik besar antara kekuatan kebaikan dan kekuatan jahat, antara hidup dan mati. Hari ini kita juga menemukan diri kita di tengah-tengah konflik dramatis antara "budaya kematian" dan "budaya kehidupan". Tetapi kemuliaan Salib tidak diliputi oleh kegelapan ini; alih-alih, ia bersinar dengan lebih cerah dan cerah, dan dinyatakan sebagai pusat, makna, dan tujuan dari semua sejarah dan setiap kehidupan manusia.
Yesus dipakukan di kayu Salib dan diangkat dari bumi. Dia mengalami momen "ketidakberdayaan" terbesarnya, dan hidupnya tampaknya benar-benar diserahkan kepada cemoohan musuh-musuhnya dan ke tangan para algojo: ia diejek, diejek, dihina (lih. Mrk 15: 24-36). Namun, tepat di tengah-tengah semua ini, setelah melihatnya menghembuskan napas terakhirnya, perwira Romawi berseru: "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" (Markus 15:39). Dengan demikian, pada saat kelemahan terbesarnya, Anak Allah dinyatakan untuk siapa dia: di kayu Salib kemuliaan-Nya dinyatakan.
Dengan kematiannya, Yesus menjelaskan arti kehidupan dan kematian setiap manusia. Sebelum dia meninggal, Yesus berdoa kepada Bapa, meminta pengampunan bagi para penganiaya (lih. Luk 23:34), dan kepada penjahat yang memintanya untuk mengingat dia di kerajaannya dia menjawab: "Sungguh, aku berkata kepadamu, hari ini kamu akan bersamaku di Firdaus "(Luk 23:43). Setelah kematiannya "kuburan-kuburan juga dibuka, dan banyak mayat orang-orang kudus yang telah tertidur bangkit" (Mat 27:52). Keselamatan yang dilakukan oleh Yesus adalah penganugerahan hidup dan kebangkitan. Sepanjang kehidupannya di bumi, Yesus memang telah menganugerahkan keselamatan dengan menyembuhkan dan berbuat baik kepada semua orang (lih. Kis 10:38). Tetapi mukjizat, penyembuhan dan bahkan kebangkitannya dari orang mati adalah tanda-tanda keselamatan lain, keselamatan yang terdiri dari pengampunan dosa, yaitu,
Di Kayu Salib, mukjizat ular diangkat oleh Musa di padang pasir (Yoh 3: 14-15; lih. Bil 21: 8-9) diperbarui dan dibawa ke kesempurnaan penuh dan pasti. Hari ini juga, dengan melihat orang yang ditikam, setiap orang yang hidupnya terancam menghadapi harapan yang pasti untuk menemukan kebebasan dan penebusan. 
51. Tetapi ada peristiwa khusus lain yang sangat menyentuh saya ketika saya mempertimbangkannya. "Ketika Yesus menerima cuka itu, ia berkata," Sudah selesai; ia menundukkan kepalanya dan menyerahkan rohnya "(Yoh 19:30). Setelah itu, prajurit Romawi "menikam lambungnya dengan tombak, dan segera keluar darah dan air" (Yoh 19:34).
Semuanya sekarang telah mencapai pemenuhan sepenuhnya. "Penyerahan" roh menggambarkan kematian Yesus, kematian seperti halnya setiap manusia lainnya, tetapi tampaknya juga menyinggung "karunia Roh", yang dengannya Yesus menebus kita dari kematian dan membuka di hadapan kita suatu kehidupan baru.
Kehidupan Tuhanlah yang sekarang dibagikan kepada manusia. Kehidupan yang melalui Sakramen-sakramen Gereja - dilambangkan dengan darah dan air yang mengalir dari sisi Kristus - terus diberikan kepada anak-anak Allah, menjadikan mereka umat Perjanjian Baru. Dari Salib, sumber kehidupan, "manusia kehidupan" lahir dan meningkat.
Perenungan Salib dengan demikian membawa kita pada inti dari semua yang telah terjadi. Yesus, yang ketika masuk ke dunia berkata: "Aku datang, ya Allah, untuk melakukan kehendakmu" (lih. Ibr 10: 9), membuat dirinya patuh kepada Bapa dalam segala hal dan, "setelah mengasihi sendiri yang ada di dalam dunia, dia mencintai mereka sampai akhir "(Yoh 13: 1), memberikan dirinya sepenuhnya untuk mereka.
Dia yang datang "untuk tidak dilayani tetapi untuk melayani, dan untuk memberikan hidupnya sebagai tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45), mencapai di Salib ketinggian cinta: "Cinta yang lebih besar tidak memiliki manusia daripada ini, bahwa seorang pria menyerahkan nyawanya untuk teman-temannya "(Yoh 15:13). Dan dia mati untuk kita ketika kita masih berdosa (lih. Rom 5: 8).
Dengan cara ini Yesus menyatakan bahwa kehidupan menemukan pusatnya, maknanya, dan pemenuhannya ketika diserahkan.
Pada titik ini meditasi kita menjadi pujian dan ucapan syukur, dan pada saat yang sama mendesak kita untuk meniru Kristus dan mengikuti jejak-Nya (lih. 1Tes 2:21).
Kita juga dipanggil untuk memberikan hidup kita bagi saudara dan saudari kita, dan dengan demikian untuk menyadari dalam kepenuhan kebenaran makna dan takdir keberadaan kita.
Kami akan dapat melakukan ini karena Anda, ya Tuhan, telah memberi kami teladan dan telah memberi kami kuasa Roh Anda. Kami akan dapat melakukan ini jika setiap hari, dengan Anda dan seperti Anda, kami patuh kepada Bapa dan melakukan kehendak-Nya.
Karenanya, berikanlah agar kita dapat mendengarkan dengan hati terbuka dan murah hati untuk setiap kata yang keluar dari mulut Allah. Dengan demikian kita akan belajar tidak hanya untuk mematuhi perintah untuk tidak membunuh kehidupan manusia, tetapi juga untuk menghormati hidup, untuk mencintai dan mengembangkannya.

BAB III - ANDA TIDAK AKAN MEMBUNUH  
HUKUM KUDUS ALLAH 

"Jika kamu mau masuk kehidupan, patuhi perintah" (Mat 19:17): Injil dan perintah 
52. "Dan lihatlah, seseorang datang kepadanya, berkata,? Guru, perbuatan baik apa yang harus saya lakukan, untuk memiliki kehidupan yang kekal? ' "(Mat 19: 6). Yesus menjawab, "Jika kamu mau masuk kehidupan, patuhi perintah" (Mat 19:17). Sang Guru berbicara tentang kehidupan kekal, yaitu berbagi dalam kehidupan Allah sendiri. Kehidupan ini diperoleh melalui kepatuhan terhadap perintah-perintah Tuhan, termasuk perintah "Jangan membunuh". Ini adalah ajaran pertama dari Dasa Titah yang Yesus kutip kepada pemuda yang bertanya kepadanya apa perintah yang harus dia patuhi: "Yesus berkata,? Kamu tidak boleh membunuh, kamu tidak boleh melakukan perzinahan, kamu tidak boleh mencuri ... '" ( Mat 19:18).
Perintah Allah tidak pernah terlepas dari cintanya: itu selalu merupakan hadiah yang dimaksudkan untuk pertumbuhan dan sukacita manusia. Karena itu, ia mewakili aspek penting dan tak terpisahkan dari Injil, yang sebenarnya menjadi "Injil" itu sendiri: kabar baik yang menggembirakan. Injil kehidupan adalah karunia Allah yang luar biasa dan tugas yang pasti bagi umat manusia. Itu menimbulkan keheranan dan rasa terima kasih pada orang yang diberkahi dengan kebebasan, dan meminta untuk disambut, dilestarikan dan dihargai, dengan rasa tanggung jawab yang mendalam. Dalam memberikan kehidupan kepada manusia, Allah menuntut agar ia mencintai, menghormati, dan meningkatkan kehidupan. Karenanya karunia menjadi perintah, dan perintah itu sendiri adalah hadiah.
Manusia, sebagai gambar Allah yang hidup, dihendaki oleh Penciptanya untuk menjadi penguasa dan penguasa. Santo Gregorius dari Nyssa menulis bahwa "Tuhan menciptakan manusia yang mampu menjalankan perannya sebagai raja bumi ... Manusia diciptakan menurut gambar Pribadi yang memerintah alam semesta. Semuanya menunjukkan bahwa sejak awal sifat manusia ditandai oleh royalti. ... Manusia adalah raja. Diciptakan untuk menjalankan kekuasaan atas dunia, ia diberikan kemiripan dengan raja alam semesta; ia adalah citra hidup yang berpartisipasi dengan martabatnya dalam kesempurnaan pola dasar ilahi ". 38 Dipanggil untuk berbuah dan berlipat ganda, menaklukkan bumi dan untuk berkuasa atas makhluk-makhluk lain yang lebih rendah (lih. Kej 1:28), manusia adalah penguasa dan penguasa tidak hanya atas hal-hal tetapi terutama atas dirinya sendiri, 39dan dalam arti tertentu, atas kehidupan yang telah ia terima dan yang dapat ia sampaikan melalui prokreasi, dilakukan dengan cinta dan rasa hormat terhadap rencana Allah. Namun, ketuhanan manusia tidak mutlak, tetapi pelayanan: itu adalah cerminan nyata dari ketuhanan Tuhan yang unik dan tidak terbatas. Karena itu manusia harus menjalankannya dengan kebijaksanaan dan cinta, berbagi dalam kebijaksanaan dan cinta Tuhan yang tak terbatas. Dan ini terjadi melalui kepatuhan pada Hukum Allah yang kudus: kepatuhan yang bebas dan menyenangkan (lih. Mz 119), lahir dari dan dipupuk oleh kesadaran bahwa ajaran-ajaran Tuhan adalah karunia rahmat yang dipercayakan kepada manusia selalu dan semata-mata untuk kebaikannya semata. , untuk menjaga martabat pribadinya dan mengejar kebahagiaannya.
Berkenaan dengan hal-hal, tetapi bahkan lebih berkaitan dengan kehidupan, manusia bukanlah penguasa mutlak dan hakim terakhir, melainkan - dan di sinilah kebesaran-Nya yang tak tertandingi terletak - ia adalah "menteri rencana Allah". 40
Hidup dipercayakan kepada manusia sebagai harta yang tidak boleh disia-siakan, sebagai bakat yang harus digunakan dengan baik. Manusia harus memberikan laporannya kepada Tuannya (lih. Mat 25: 14-30; Luk 19: 12-27).
Dari manusia sehubungan dengan sesamanya, aku akan menuntut pertanggungjawaban atas kehidupan manusia "(Kejadian 9: 5): kehidupan manusia itu suci dan tidak dapat diganggu gugat.  
53. "Kehidupan manusia adalah suci karena sejak awal ia melibatkan? Tindakan kreatif Allah ', dan itu tetap selamanya dalam hubungan khusus dengan Sang Pencipta, yang merupakan satu-satunya tujuan. Allah sendiri adalah Tuhan kehidupan sejak awal hingga awal. akhirnya: tidak ada yang bisa, dalam keadaan apa pun, mengklaim untuk dirinya sendiri hak untuk menghancurkan secara langsung manusia yang tidak bersalah ". 41 Dengan kata-kata ini Instruksi Donum Vitae mengemukakan isi pokok wahyu Allah tentang kesucian dan tidak dapat diganggu gugat dari kehidupan manusia.
Kitab Suci sebenarnya menyajikan ajaran "Jangan membunuh" sebagai perintah ilahi (Kel 20:13; Ul 5:17). Seperti yang telah saya tekankan, perintah ini ditemukan dalam Deklarasi, di jantung Perjanjian yang dibuat Tuhan dengan umat pilihannya; tetapi sudah terkandung dalam perjanjian asli antara Allah dan manusia setelah hukuman pemurnian Air Bah, yang disebabkan oleh penyebaran dosa dan kekerasan (lih. Kej 9: 5-6).
Allah menyatakan bahwa ia adalah Tuhan absolut dari kehidupan manusia, yang dibentuk menurut gambar dan rupa-Nya (lih. Kej 1: 26-28). Karena itu, kehidupan manusia diberi karakter yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat, yang mencerminkan sifat tidak dapat diganggu gugat dari Sang Pencipta sendiri. Justru karena alasan inilah Allah akan dengan keras menghakimi setiap pelanggaran perintah "Jangan membunuh", perintah yang menjadi dasar dari semua kehidupan bersama dalam masyarakat. Dia adalah "goel", pembela orang yang tidak bersalah (lih. Kej 4: 9-15; Yes 41:14; Yer 50:34; Mz 19:14). Allah dengan demikian menunjukkan bahwa ia tidak senang dengan kematian orang yang hidup (lih. Wis 1:13). Hanya Setan yang dapat bersenang-senang di dalamnya: karena melalui kecemburuannya kematian memasuki dunia (lih. Wis 2:24). Dia yang adalah "seorang pembunuh sejak awal", juga "pembohong dan bapa segala dusta" (Yoh 8:44). 
54. Sebagaimana dirumuskan secara eksplisit, ajaran "Anda tidak boleh membunuh" adalah sangat negatif: ini menunjukkan batas ekstrim yang tidak pernah dapat dilampaui. Namun, secara tersirat, itu mendorong sikap positif penghormatan mutlak terhadap kehidupan; itu mengarah pada promosi kehidupan dan untuk maju di sepanjang jalan cinta yang memberi, menerima dan melayani. Orang-orang Kovenan, meskipun perlahan dan dengan beberapa kontradiksi, semakin dewasa dalam cara berpikir ini, dan dengan demikian bersiap untuk proklamasi Yesus yang agung bahwa perintah untuk mengasihi sesama adalah seperti perintah untuk mengasihi Allah; "pada kedua perintah ini tergantung semua hukum dan para nabi" (lih. Mat 22: 36-40). Santo Paulus menekankan bahwa "perintah ... Anda tidak boleh membunuh ... dan perintah lainnya, diringkas dalam frasa ini:
Sejak awal, Tradisi Gereja yang hidup - sebagaimana ditunjukkan oleh Didache, tulisan Kristen non-alkitabiah yang paling kuno - secara kategoris mengulangi perintah "Anda tidak boleh membunuh": "Ada dua cara, cara hidup dan cara kematian; ada perbedaan besar di antara mereka ... Sesuai dengan ajaran ajaran: Anda tidak boleh membunuh ... Anda tidak akan membunuh anak dengan cara menggugurkan kandungan atau membunuhnya setelah lahir ... jalan kematian adalah ini: ... mereka tidak menunjukkan belas kasihan kepada orang miskin, mereka tidak menderita dengan penderitaan, mereka tidak mengakui Pencipta mereka, mereka membunuh anak-anak mereka dan dengan aborsi menyebabkan makhluk-makhluk Tuhan binasa, mereka mengusir yang membutuhkan. , menindas penderitaan, mereka adalah pendukung hakim yang kaya dan tidak adil dari orang miskin, mereka dipenuhi dengan setiap dosa. Semoga Anda dapat tetap terpisah,Wahai anak-anak, dari semua dosa ini! "42
Seiring berjalannya waktu, Tradisi Gereja selalu secara konsisten mengajarkan nilai absolut dan tidak berubah dari perintah "Jangan membunuh". Adalah fakta yang diketahui bahwa pada abad-abad pertama, pembunuhan dimasukkan ke dalam tiga dosa paling serius - bersamaan dengan kemurtadan dan perzinaan - dan menuntut penebusan dosa publik yang berat dan panjang sebelum pembunuh yang bertobat dapat diberikan pengampunan dan penerimaan kembali ke komunitas gerejawi. . 
55. Ini seharusnya tidak mengejutkan: membunuh manusia, yang di dalamnya gambar Allah hadir, adalah dosa yang sangat serius. Hanya Tuhan yang menguasai hidup! Namun sejak awal, berhadapan dengan banyak dan seringkali kasus tragis yang terjadi dalam kehidupan individu dan masyarakat, refleksi Kristen telah mencari pemahaman yang lebih penuh dan lebih dalam tentang apa yang dilarang dan ditentukan oleh perintah Allah. 43Sebenarnya ada situasi di mana nilai-nilai yang diusulkan oleh Hukum Allah tampaknya melibatkan paradoks yang asli. Ini terjadi misalnya dalam kasus pembelaan yang sah, di mana hak untuk melindungi nyawa seseorang dan kewajiban untuk tidak membahayakan nyawa orang lain sulit untuk direkonsiliasi dalam praktik. Tentu saja, nilai intrinsik kehidupan dan kewajiban untuk mencintai diri sendiri tidak kurang dari yang lain adalah dasar dari hak sejati untuk membela diri. Perintah yang menuntut akan cinta sesama, dinyatakan dalam Perjanjian Lama dan ditegaskan oleh Yesus, itu sendiri mengandaikan cinta diri sebagai dasar perbandingan: "Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri" (Markus 12:31). Akibatnya, tidak ada yang bisa melepaskan hak untuk membela diri karena kurangnya cinta untuk hidup atau untuk diri sendiri. Ini hanya dapat dilakukan karena cinta heroik yang memperdalam dan mentransformasikan cinta diri menjadi persembahan diri yang radikal, menurut semangat Gembira Injil (lih. Mat 5: 38-40). Contoh agung dari persembahan diri ini adalah Tuhan Yesus sendiri.
Selain itu, "pertahanan yang sah tidak hanya bisa menjadi hak tetapi kewajiban berat bagi seseorang yang bertanggung jawab atas kehidupan orang lain, kebaikan bersama keluarga atau Negara". 44 Sayangnya hal itu terjadi bahwa kebutuhan untuk membuat penyerang tidak mampu menyebabkan kerugian kadang-kadang melibatkan mengambil hidupnya. Dalam kasus ini, hasil yang fatal disebabkan oleh agresor yang tindakannya membawanya, meskipun ia mungkin tidak bertanggung jawab secara moral karena kurangnya penggunaan alasan. 45 
56. Ini adalah konteks untuk menempatkan masalah hukuman mati. Mengenai hal ini, ada kecenderungan yang berkembang, baik di Gereja maupun di masyarakat sipil, untuk menuntut penerapannya dengan cara yang sangat terbatas atau bahkan dihapuskan sepenuhnya. Masalahnya harus dilihat dalam konteks sistem peradilan pidana yang semakin sejalan dengan martabat manusia dan dengan demikian, pada akhirnya, dengan rencana Tuhan untuk manusia dan masyarakat. Tujuan utama dari hukuman yang ditimbulkan oleh masyarakat adalah "untuk memperbaiki kekacauan yang disebabkan oleh pelanggaran". 46Otoritas publik harus memperbaiki pelanggaran terhadap hak-hak pribadi dan sosial dengan menjatuhkan hukuman yang memadai bagi pelaku, sebagai syarat bagi pelaku untuk mendapatkan kembali kebebasannya. Dengan cara ini, otoritas juga memenuhi tujuan membela ketertiban umum dan memastikan keselamatan masyarakat, sementara pada saat yang sama menawarkan insentif kepada pelaku dan membantu mengubah perilakunya dan direhabilitasi. 47
Jelas bahwa, untuk tujuan-tujuan ini yang harus dicapai, sifat dan tingkat hukuman harus dievaluasi dan diputuskan dengan hati-hati, dan tidak boleh terlalu ekstrim mengeksekusi pelaku kecuali dalam kasus-kasus kebutuhan mutlak: dengan kata lain, ketika tidak mungkin sebaliknya membela masyarakat. Namun hari ini, sebagai hasil dari perbaikan yang stabil dalam pengorganisasian sistem pidana, kasus-kasus seperti itu sangat jarang, jika tidak praktis tidak ada.
Dalam hal apa pun, prinsip yang ditetapkan dalam Katekismus Gereja Katolik yang baru tetap berlaku: "Jika cara tanpa darah cukup untuk mempertahankan kehidupan manusia melawan agresor dan untuk melindungi ketertiban umum dan keselamatan orang, otoritas publik harus membatasi diri pada hal tersebut. berarti, karena mereka lebih sesuai dengan kondisi konkret dari kebaikan bersama dan lebih sesuai dengan martabat pribadi manusia ". 48 
57. Jika perhatian besar harus dilakukan untuk menghormati setiap kehidupan, bahkan penjahat dan agresor yang tidak adil, perintah "Anda tidak akan membunuh" memiliki nilai absolut ketika merujuk pada orang yang tidak bersalah. Dan terlebih lagi dalam kasus manusia yang lemah dan tidak berdaya, yang menemukan pertahanan utama mereka terhadap kesombongan dan ketidaksenangan orang lain hanya dalam kekuatan mengikat mutlak dari perintah Allah.
Akibatnya, mutlak tidak dapat diganggu gugat dari kehidupan manusia yang tidak bersalah adalah kebenaran moral yang jelas diajarkan oleh Kitab Suci, terus-menerus ditegakkan dalam Tradisi Gereja dan secara konsisten diusulkan oleh Magisterium-nya. Ajaran yang konsisten ini adalah hasil nyata dari "rasa iman supranatural" yang, diilhami dan didukung oleh Roh Kudus, melindungi Umat Allah dari kesalahan ketika "itu menunjukkan kesepakatan universal dalam hal iman dan moral". 49
Dihadapkan dengan melemahnya progresif dalam hati nurani individu dan di masyarakat dalam arti dari kesakralan moral yang absolut dan muram dari pengambilan langsung semua kehidupan manusia yang tidak bersalah, terutama pada awalnya dan pada akhirnya, Magisterium Gereja telah berbicara dengan frekuensi yang semakin meningkat di membela kesakralan dan diganggu gugat kehidupan manusia. Magisterium Kepausan, khususnya yang bersikeras dalam hal ini, selalu diperbantukan oleh para Uskup, dengan banyak dokumen doktrinal dan pastoral yang komprehensif yang diterbitkan baik oleh Konferensi-Konferensi Episkopal atau oleh masing-masing Uskup. Konsili Vatikan II juga membahas masalah ini dengan paksa, dalam sebuah bagian yang singkat namun tajam. 50
Karena itu, dengan wewenang yang diberikan Kristus kepada Petrus dan para Penerusnya, dan dalam persekutuan dengan para Uskup Gereja Katolik, saya menegaskan bahwa pembunuhan langsung dan sukarela terhadap seorang manusia tak berdosa selalu sangat tidak bermoral. Doktrin ini, berdasarkan pada hukum tidak tertulis yang ditemukan manusia, dalam terang akal budi, dalam hatinya sendiri (lih. Rom 2: 14-15), ditegaskan kembali oleh Kitab Suci, ditransmisikan oleh Tradisi Gereja dan diajarkan oleh Gereja. Magisterium biasa dan universal. 51
Keputusan yang disengaja untuk mencabut manusia yang tidak bersalah dari hidupnya selalu jahat secara moral dan tidak akan pernah bisa dilisensikan sebagai tujuan itu sendiri atau sebagai sarana untuk tujuan yang baik. Ini sebenarnya adalah tindakan besar ketidaktaatan terhadap hukum moral, dan memang bagi Allah sendiri, penulis dan penjamin hukum itu; itu bertentangan dengan kebajikan dasar keadilan dan amal. "Tidak ada dan tidak ada yang dapat dengan cara apa pun mengizinkan pembunuhan manusia yang tidak bersalah, apakah janin atau embrio, bayi atau orang dewasa, orang tua, atau orang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau orang yang sekarat. Lebih jauh, tidak ada yang diizinkan untuk meminta tindakan pembunuhan ini, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya, juga tidak dapat ia setujui, baik secara eksplisit maupun implisit.52
Sejauh menyangkut hak untuk hidup, setiap manusia yang tidak bersalah benar-benar setara dengan yang lainnya. Kesetaraan ini adalah dasar dari semua hubungan sosial otentik yang, untuk benar-benar seperti itu, hanya dapat dibangun di atas kebenaran dan keadilan, mengakui dan melindungi setiap pria dan wanita sebagai pribadi dan bukan sebagai objek untuk digunakan. Di hadapan norma moral yang melarang pengambilan langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah "tidak ada keistimewaan atau pengecualian bagi siapa pun. Tidak ada bedanya apakah seseorang adalah penguasa dunia atau yang" paling miskin dari yang miskin "di wajahnya. bumi. Sebelum tuntutan moralitas kita semua sama benarnya ". 53 
"Matamu melihat substansiku yang tak berbentuk" (Mzm 139: 16): kejahatan aborsi yang tak terkatakan 
58. Di antara semua kejahatan yang dapat dilakukan terhadap nyawa, aborsi yang diperoleh memiliki karakteristik yang membuatnya sangat serius dan menyedihkan. Dewan Vatikan Kedua mendefinisikan aborsi, bersama dengan pembunuhan bayi, sebagai "kejahatan yang tak terkatakan". 54
Tetapi hari ini, dalam hati nurani banyak orang, persepsi tentang gravitasinya telah semakin dikaburkan. Penerimaan aborsi dalam pikiran rakyat, dalam perilaku dan bahkan dalam hukum itu sendiri, adalah tanda yang jelas tentang krisis moral yang sangat berbahaya, yang menjadi semakin tidak mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat, bahkan ketika hak fundamental hidup dipertaruhkan. Mengingat situasi yang demikian parah, kita sekarang perlu lebih dari sebelumnya untuk memiliki keberanian untuk melihat kebenaran di mata dan untuk memanggil segala sesuatu dengan nama mereka yang tepat, tanpa menyerah pada kompromi yang mudah atau terhadap godaan penipuan diri. Dalam hal ini celaan Nabi sangat mudah: "Celakalah orang-orang yang menyebut kejahatan baik dan kejahatan baik, yang menempatkan kegelapan untuk terang dan terang untuk kegelapan" (Yes 5:20). Khususnya dalam kasus aborsi, ada penggunaan luas dari terminologi yang ambigu, seperti "interupsi kehamilan", yang cenderung menyembunyikan sifat alami aborsi dan untuk mengurangi keseriusannya dalam opini publik. Mungkin fenomena linguistik ini sendiri merupakan gejala ketidaknyamanan hati nurani. Tetapi tidak ada kata yang memiliki kekuatan untuk mengubah realitas hal-hal: aborsi yang diperoleh adalah pembunuhan yang disengaja dan langsung, dengan cara apa pun itu dilakukan, dari manusia pada tahap awal keberadaannya, mulai dari konsepsi hingga kelahiran.
Gravitasi moral dari aborsi yang diperoleh jelas dalam semua kebenarannya jika kita mengakui bahwa kita sedang berhadapan dengan pembunuhan dan, khususnya, ketika kita mempertimbangkan unsur-unsur spesifik yang terlibat. Yang dihilangkan adalah manusia pada awal kehidupan. Tidak ada lagi yang benar-benar tidak bersalah yang bisa dibayangkan. Manusia sama sekali tidak bisa dianggap sebagai agresor, apalagi agresor yang tidak adil! Ia lemah, tidak berdaya, bahkan sampai tidak memiliki bentuk pertahanan minimal yang terdiri dari kekuatan pedih tangisan dan tangisan bayi yang baru lahir. Anak yang belum lahir benar-benar dipercayakan untuk melindungi dan merawat wanita yang membawanya dalam kandungan. Namun kadang-kadang justru sang ibu sendirilah yang membuat keputusan dan meminta anak untuk dieliminasi, dan yang kemudian melanjutkan untuk melakukannya.
Memang benar bahwa keputusan untuk melakukan aborsi seringkali tragis dan menyakitkan bagi sang ibu, sejauh keputusan untuk membebaskan diri dari buah konsepsi tidak dibuat hanya untuk alasan egois semata atau demi kenyamanan, tetapi karena keinginan untuk melindungi nilai-nilai penting tertentu seperti kesehatannya sendiri atau standar hidup yang layak untuk anggota keluarga lainnya. Kadang-kadang dikhawatirkan anak yang akan dilahirkan akan hidup dalam kondisi seperti itu sehingga akan lebih baik jika kelahiran itu tidak terjadi. Namun demikian, alasan-alasan ini dan yang lainnya seperti mereka, betapapun serius dan tragisnya, tidak pernah dapat membenarkan pembunuhan yang disengaja dari seorang manusia yang tidak bersalah. 
59. Seperti halnya ibu, seringkali ada orang lain juga yang memutuskan kematian anak di dalam rahim. Pertama-tama, ayah dari anak tersebut mungkin harus disalahkan, tidak hanya ketika ia secara langsung menekan wanita tersebut untuk melakukan aborsi, tetapi juga ketika ia secara tidak langsung mendorong keputusan semacam itu dari pihaknya dengan membiarkannya sendirian untuk menghadapi masalah. kehamilan: 55dengan cara ini keluarga dengan demikian terluka parah dan dinajiskan dalam sifatnya sebagai komunitas cinta dan dalam panggilannya untuk menjadi "tempat suci kehidupan". Kita juga tidak bisa mengabaikan tekanan yang terkadang datang dari lingkaran keluarga yang lebih luas dan dari teman-teman. Kadang-kadang wanita itu mengalami tekanan yang begitu kuat sehingga dia merasa dipaksa secara psikologis untuk melakukan aborsi: tentu saja dalam hal ini tanggung jawab moral ada pada mereka yang secara langsung atau tidak langsung mengharuskannya melakukan aborsi. Dokter dan perawat juga bertanggung jawab, ketika mereka melayani keterampilan kematian yang diperoleh untuk meningkatkan kehidupan.
Tetapi tanggung jawab juga jatuh pada legislator yang telah mempromosikan dan menyetujui undang-undang aborsi, dan, sejauh mereka memiliki suara dalam masalah ini, pada administrator pusat layanan kesehatan di mana aborsi dilakukan. Tanggung jawab yang umum dan tidak kalah serius terletak pada mereka yang telah mendorong penyebaran sikap permisif seksual dan kurangnya penghargaan terhadap peran sebagai ibu, dan dengan mereka yang seharusnya memastikan - tetapi tidak efektif keluarga dan kebijakan sosial dalam mendukung keluarga , khususnya keluarga yang lebih besar dan mereka yang memiliki kebutuhan keuangan dan pendidikan tertentu. Akhirnya, seseorang tidak dapat mengabaikan jaringan keterlibatan yang menjangkau termasuk lembaga internasional, yayasan dan asosiasi yang secara sistematis mengkampanyekan legalisasi dan penyebaran aborsi di dunia. Dalam hal ini, aborsi melampaui tanggung jawab individu dan melampaui kerugian yang ditimbulkannya kepada mereka, dan mengambil dimensi sosial yang jelas. Ini adalah luka paling serius yang ditimbulkan pada masyarakat dan budayanya oleh orang-orang yang seharusnya menjadi promotor dan pembela masyarakat. Seperti yang saya tulis dalam Surat saya kepada Keluarga, "kita menghadapi ancaman besar terhadap kehidupan: tidak hanya bagi kehidupan individu tetapi juga bagi peradaban itu sendiri".56 Kita sedang menghadapi apa yang bisa disebut "struktur dosa" yang menentang kehidupan manusia yang belum lahir. 
60. Beberapa orang mencoba untuk membenarkan aborsi dengan mengklaim bahwa hasil konsepsi, setidaknya hingga beberapa hari tertentu, belum dapat dianggap sebagai kehidupan manusia pribadi. Tetapi pada kenyataannya, "sejak saat sel telur dibuahi, kehidupan dimulai yang bukan kehidupan ayah atau ibu; melainkan kehidupan manusia baru dengan pertumbuhannya sendiri. Itu tidak akan pernah menjadi manusia jika itu bukan manusia, ini selalu jelas, dan ... ilmu genetika modern menawarkan konfirmasi yang jelas. Ini telah menunjukkan bahwa sejak saat pertama ada ditetapkan program apa makhluk hidup ini akan menjadi: seseorang, individu ini seseorang dengan aspek karakteristiknya sudah ditentukan dengan baik. Segera dari pembuahan, petualangan kehidupan manusia dimulai,57 Bahkan jika kehadiran jiwa spiritual tidak dapat dipastikan dengan data empiris, hasil penelitian ilmiah pada embrio manusia memberikan "indikasi berharga untuk membedakan dengan menggunakan alasan kehadiran pribadi pada saat penampilan pertama suatu kehidupan manusia: bagaimana mungkin individu manusia tidak menjadi manusia? " 58
Lebih jauh lagi, apa yang dipertaruhkan begitu penting sehingga, dari sudut pandang kewajiban moral, probabilitas belaka bahwa seorang manusia yang terlibat akan cukup untuk membenarkan larangan yang sangat jelas atas intervensi apa pun yang bertujuan membunuh embrio manusia. Justru karena alasan ini, di atas dan di atas semua perdebatan ilmiah dan penegasan filosofis yang Magisterium tidak secara tegas berkomitmen, Gereja selalu mengajarkan dan terus mengajarkan bahwa hasil prokreasi manusia, dari saat pertama keberadaannya, harus dijamin bahwa penghormatan tanpa syarat yang secara moral disebabkan oleh manusia dalam totalitas dan kesatuannya sebagai tubuh dan roh: "Manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai pribadi sejak saat pembuahan;59 
61. Teks-teks Kitab Suci tidak pernah membahas pertanyaan tentang aborsi yang disengaja dan karenanya tidak secara langsung dan spesifik mengutuknya. Tetapi mereka menunjukkan rasa hormat yang begitu besar kepada manusia di dalam rahim ibu sehingga mereka membutuhkan sebagai konsekuensi logis bahwa perintah Allah "Jangan membunuh" juga diperluas kepada anak yang belum lahir.
Kehidupan manusia adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat pada setiap saat keberadaannya, termasuk fase awal yang mendahului kelahiran. Semua manusia, dari rahim ibu mereka, adalah milik Tuhan yang mencari mereka dan mengenal mereka, yang membentuk mereka dan merajutnya bersama-sama dengan tangannya sendiri, yang menatap mereka ketika mereka adalah embrio kecil yang tidak berbentuk dan sudah melihat di dalamnya orang dewasa dari besok yang hari-harinya dinomori dan panggilannya sekarang bahkan ditulis dalam "kitab kehidupan" (lih. Mz 139: 1, 13-16) Di sana juga, ketika mereka masih dalam kandungan ibu mereka - karena banyak ayat Alkitab bersaksi 60 - mereka adalah objek pribadi dari pemeliharaan Allah yang penuh kasih dan kebapakan.
Tradisi Kristen - sebagaimana dideklarasikan oleh Deklarasi Kongregasi untuk Ajaran Iman 61 - sangat jelas dan bulat, dari awal hingga zaman kita sendiri, dalam menggambarkan aborsi sebagai gangguan moral yang sangat serius. Dari kontak pertamanya dengan dunia Yunani-Romawi, di mana aborsi dan pembunuhan bayi dilakukan secara luas, komunitas Kristen pertama, dengan pengajaran dan praktiknya, secara radikal menentang kebiasaan yang merajalela di masyarakat itu, seperti yang dengan jelas ditunjukkan oleh Didache yang disebutkan sebelumnya. 62 Di antara para penulis gerejawi Yunani, Athenagoras mencatat bahwa orang-orang Kristen menganggap sebagai wanita yang membunuh yang menggunakan obat-obatan yang gagal, karena anak-anak, bahkan jika mereka masih dalam kandungan ibu mereka, "sudah berada di bawah perlindungan Providence Ilahi".63 Di antara penulis Latin, Tertullian menegaskan: "Diperkirakan pembunuhan untuk mencegah seseorang dari lahir; tidak ada bedanya apakah seseorang membunuh jiwa yang sudah dilahirkan atau mematikannya pada saat lahir. Dia yang suatu hari akan menjadi seorang pria adalah seorang manusia sudah ". 64
Sepanjang sejarah Kristen dua ribu tahun, doktrin yang sama ini telah terus-menerus diajarkan oleh para Bapa Gereja dan oleh para Pendeta dan Dokternya. Bahkan diskusi ilmiah dan filosofis tentang saat yang tepat dari pemasukan jiwa spiritual tidak pernah menimbulkan keraguan tentang kutukan moral aborsi. 
62. Magisterium Kepausan yang lebih baru telah dengan kuat menegaskan kembali ajaran umum ini. Pius XI khususnya, dalam Ensikliknya Casti Connubii, menolak justifikasi aborsi. 65 Pius XII mengecualikan semua aborsi langsung, yaitu, setiap tindakan cenderung langsung menghancurkan kehidupan manusia di dalam rahim "apakah kehancuran seperti itu dimaksudkan sebagai tujuan atau hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan". 66 Yohanes XXIII menegaskan kembali bahwa kehidupan manusia itu suci karena "sejak awal ia secara langsung melibatkan aktivitas kreatif Allah". 67 Konsili Vatikan II, sebagaimana disebutkan sebelumnya, mengutuk keras aborsi: "Sejak saat konsepsi kehidupannya harus dijaga dengan sangat hati-hati, sementara aborsi dan pembunuhan bayi adalah kejahatan yang tak terkatakan". 68
Disiplin kanonik Gereja, sejak abad-abad awal, telah memberikan sanksi hukuman bagi mereka yang bersalah karena aborsi. Praktek ini, dengan hukuman yang kurang lebih berat, telah dikonfirmasi dalam berbagai periode sejarah. Kode Hukum Kanon 1917 menghukum aborsi dengan ekskomunikasi. 69 Undang-undang kanonik yang direvisi melanjutkan tradisi ini ketika menetapkan bahwa "seseorang yang benar-benar melakukan aborsi menimbulkan ekskomunikasi otomatis (latae sententiae)". 70 Ekskomunikasi memengaruhi semua orang yang melakukan kejahatan ini dengan sepengetahuan hukuman yang dilampirkan, dan dengan demikian mencakup kaki tangan yang tanpa bantuannya kejahatan itu tidak akan dilakukan. 71Dengan sanksi yang berulang ini, Gereja menjelaskan bahwa aborsi adalah kejahatan paling serius dan berbahaya, sehingga mendorong mereka yang melakukannya untuk mencari tanpa menunda jalan pertobatan. Di Gereja tujuan hukuman ekskomunikasi adalah untuk membuat seseorang sepenuhnya sadar akan gravitasi dari dosa tertentu dan kemudian untuk mendorong pertobatan dan pertobatan yang sejati.
Dengan kebulatan tekad dalam tradisi doktrinal dan disiplin Gereja, Paul VI dapat menyatakan bahwa tradisi ini tidak berubah dan tidak berubah. 72Karena itu, dengan wewenang yang diberikan Kristus kepada Petrus dan para Penerusnya, dalam persekutuan dengan para Uskup - yang dalam berbagai kesempatan mengutuk aborsi dan yang dalam konsultasi tersebut, meskipun tersebar di seluruh dunia, telah menunjukkan kesepakatan dengan suara bulat mengenai doktrin ini - saya menyatakan bahwa aborsi langsung, yaitu aborsi yang dilakukan sebagai tujuan atau sebagai sarana, selalu merupakan kelainan moral yang serius, karena itu adalah pembunuhan yang disengaja terhadap manusia yang tidak bersalah. Doktrin ini didasarkan pada hukum kodrat dan Firman Allah yang tertulis, ditransmisikan oleh Tradisi Gereja dan diajarkan oleh Magisterium biasa dan universal. 73
Tidak ada keadaan, tidak ada tujuan, tidak ada hukum apa pun yang dapat membuat suatu tindakan yang secara intrinsik haram, karena itu bertentangan dengan Hukum Allah yang tertulis di dalam setiap hati manusia, dapat diketahui dengan alasan itu sendiri, dan diproklamirkan oleh Gereja. 
63. Evaluasi moralitas aborsi ini akan diterapkan juga pada bentuk-bentuk intervensi baru-baru ini terhadap embrio manusia yang, walaupun dilakukan untuk tujuan yang sah dalam diri mereka sendiri, mau tidak mau melibatkan pembunuhan terhadap embrio-embrio itu. Ini adalah kasus dengan eksperimen pada embrio, yang semakin meluas di bidang penelitian biomedis dan diizinkan secara hukum di beberapa negara. Meskipun "seseorang harus menjunjung tinggi prosedur legal yang dilakukan pada embrio manusia yang menghormati kehidupan dan integritas embrio dan tidak melibatkan risiko yang tidak proporsional untuknya, tetapi lebih diarahkan pada penyembuhannya, peningkatan kondisi kesehatannya, atau kelangsungan hidup individu ", 74Namun harus dinyatakan bahwa penggunaan embrio manusia atau janin sebagai objek eksperimen merupakan kejahatan terhadap martabat mereka sebagai manusia yang memiliki hak atas rasa hormat yang sama berhutang kepada seorang anak yang pernah dilahirkan, sama seperti setiap orang. 75
Kecaman moral ini juga mempertimbangkan prosedur yang mengeksploitasi embrio dan janin manusia yang masih hidup - kadang-kadang secara khusus "diproduksi" untuk tujuan ini dengan fertilisasi in vitro - baik untuk digunakan sebagai "bahan biologis" atau sebagai penyedia organ atau jaringan untuk transplantasi dalam perawatan tertentu. penyakit. Pembunuhan makhluk tak berdosa manusia, bahkan jika dilakukan untuk membantu orang lain, merupakan tindakan yang sama sekali tidak dapat diterima.
Perhatian khusus harus diberikan untuk mengevaluasi moralitas teknik diagnostik prenatal yang memungkinkan deteksi dini kemungkinan anomali pada anak yang belum lahir. Mengingat kompleksitas teknik-teknik ini, penilaian moral yang akurat dan sistematis diperlukan. Ketika mereka tidak melibatkan risiko yang tidak proporsional untuk anak dan ibu, dan dimaksudkan untuk memungkinkan terapi dini atau bahkan untuk mendukung penerimaan anak yang tenang dan terinformasi yang belum lahir, teknik-teknik ini secara moral sah. Tetapi karena kemungkinan terapi prenatal saat ini masih terbatas, tidak jarang teknik ini digunakan dengan niat eugenic yang menerima aborsi selektif untuk mencegah kelahiran anak-anak yang terkena berbagai jenis anomali. Sikap seperti itu memalukan dan benar-benar tercela,
Namun keberanian dan ketenteraman yang dialami begitu banyak saudara dan saudari kita yang menderita cacat serius menjalani hidup mereka ketika mereka ditunjukkan penerimaan dan kasih menjadi saksi yang fasih akan apa yang memberi nilai otentik bagi kehidupan, dan menjadikannya, bahkan dalam kondisi yang sulit, sesuatu yang berharga bagi mereka dan orang lain. Gereja dekat dengan pasangan menikah yang, dengan kesedihan dan penderitaan yang besar, bersedia menerima anak-anak cacat yang parah. Dia juga berterima kasih kepada semua keluarga yang, melalui adopsi, menyambut anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tua mereka karena cacat atau penyakit.
"Akulah yang membawa kematian dan kehidupan" (Ul 32:39): tragedi euthanasia 
64. Di ujung lain spektrum kehidupan, pria dan wanita menemukan diri mereka menghadapi misteri kematian. Saat ini, sebagai hasil dari kemajuan dalam kedokteran dan dalam konteks budaya yang sering tertutup bagi yang transenden, pengalaman kematian ditandai oleh fitur-fitur baru. Ketika kecenderungan yang berlaku adalah menilai hidup hanya sejauh itu membawa kesenangan dan kesejahteraan, penderitaan tampaknya merupakan kemunduran yang tak tertahankan, sesuatu yang darinya seseorang harus dibebaskan dengan cara apa pun. Kematian dianggap "tidak masuk akal" jika tiba-tiba menyela kehidupan yang masih terbuka untuk masa depan pengalaman baru dan menarik. Tetapi itu menjadi "pembebasan yang benar" begitu kehidupan dianggap tidak lagi bermakna karena dipenuhi dengan rasa sakit dan tak terelakkan akan ditakdirkan untuk penderitaan yang lebih besar.
Lebih jauh lagi, ketika dia menyangkal atau mengabaikan hubungan fundamentalnya dengan Tuhan, manusia berpikir bahwa dia adalah aturan dan ukurannya sendiri, dengan hak untuk menuntut masyarakat agar menjamin cara dan cara memutuskan apa yang akan dilakukan dengan hidupnya dalam otonomi penuh dan lengkap . Terutama orang-orang di negara maju yang bertindak dengan cara ini: mereka merasa terdorong untuk melakukannya juga dengan kemajuan kedokteran yang konstan dan tekniknya yang semakin maju. Dengan menggunakan sistem dan peralatan yang sangat canggih, sains dan praktik medis dewasa ini tidak hanya dapat menangani kasus-kasus yang sebelumnya dianggap tidak dapat diobati dan mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, tetapi juga untuk mempertahankan dan memperpanjang hidup bahkan dalam situasi yang sangat lemah, untuk menyadarkan kembali secara artifisial. pasien yang fungsi biologis dasarnya telah mengalami keruntuhan mendadak,
Dalam konteks ini godaan tumbuh untuk meminta bantuan kepada eutanasia, yaitu untuk mengendalikan kematian dan membawanya sebelum waktunya, "dengan lembut" mengakhiri hidup seseorang atau kehidupan orang lain. Pada kenyataannya, apa yang mungkin tampak logis dan manusiawi, ketika dilihat lebih dekat dipandang tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Di sini kita dihadapkan dengan salah satu gejala yang lebih mengkhawatirkan dari "budaya kematian", yang berkembang di atas semuanya dalam masyarakat yang makmur, ditandai oleh sikap keasyikan yang berlebihan dengan efisiensi dan yang melihat meningkatnya jumlah lansia dan orang cacat sebagai hal yang tak tertahankan. dan terlalu memberatkan. Orang-orang ini sangat sering terisolasi oleh keluarga mereka dan oleh masyarakat, yang diselenggarakan hampir secara eksklusif berdasarkan kriteria efisiensi produktif, 
65. Untuk penilaian moral yang benar tentang eutanasia, pertama-tama diperlukan definisi yang jelas. Eutanasia dalam arti sempit dipahami sebagai suatu tindakan atau kelalaian yang dengan sendirinya dan dengan niat menyebabkan kematian, dengan tujuan menghilangkan semua penderitaan. "Kerangka acuan Euthanasia, oleh karena itu, harus ditemukan dalam maksud dari kehendak dan dalam metode yang digunakan". 76
Eutanasia harus dibedakan dari keputusan untuk melepaskan apa yang disebut "perawatan medis agresif", dengan kata lain, prosedur medis yang tidak lagi sesuai dengan situasi nyata pasien, baik karena mereka sekarang tidak proporsional dengan hasil yang diharapkan atau karena mereka membebani pasien dan keluarganya secara berlebihan. Dalam situasi seperti itu, ketika kematian jelas-jelas sudah dekat dan tak terhindarkan, seseorang dapat dalam hati nurani "menolak bentuk-bentuk perawatan yang hanya akan mengamankan perpanjangan hidup yang genting dan memberatkan, selama perawatan normal karena orang yang sakit dalam kasus yang sama tidak terganggu. ". 77Tentu saja ada kewajiban moral untuk merawat diri sendiri dan membiarkan diri dirawat, tetapi tugas ini harus mempertimbangkan keadaan konkret. Perlu ditentukan apakah sarana pengobatan yang tersedia proporsional secara objektif dengan prospek peningkatan. Untuk melepaskan cara yang tidak biasa atau tidak proporsional tidak sama dengan bunuh diri atau eutanasia; itu agak menyatakan penerimaan kondisi manusia dalam menghadapi kematian. 78
Dalam kedokteran modern, peningkatan perhatian diberikan pada apa yang disebut "metode perawatan paliatif", yang berupaya membuat penderitaan lebih dapat ditanggung pada tahap akhir penyakit dan untuk memastikan bahwa pasien didukung dan didampingi dalam cobaannya. Di antara pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam konteks ini adalah bahwa dari yang menggunakan berbagai jenis obat penghilang rasa sakit dan obat penenang untuk menghilangkan rasa sakit pasien ketika ini melibatkan risiko memperpendek hidup. Sementara pujian mungkin disebabkan oleh orang yang secara sukarela menerima penderitaan dengan menghentikan perawatan dengan pembunuh rasa sakit agar tetap sepenuhnya jernih dan, jika seorang percaya, untuk berbagi secara sadar dalam Gairah Tuhan, perilaku "heroik" seperti itu tidak dapat dianggap sebagai tugas dari semua orang. Pius XII menegaskan bahwa adalah sah untuk menghilangkan rasa sakit dengan narkotika,79 Dalam kasus seperti itu, kematian tidak diinginkan atau dicari, meskipun untuk motif yang masuk akal orang mengambil risiko: ada keinginan untuk mengurangi rasa sakit secara efektif dengan menggunakan analgesik yang disediakan obat. Semua sama, "tidak benar untuk merampas kesadaran orang yang sekarat tanpa alasan yang serius": 80 ketika mereka mendekati kematian orang-orang harus dapat memenuhi kewajiban moral dan keluarga mereka, dan di atas semua itu mereka harus dapat mempersiapkan dengan cara yang sepenuhnya sadar untuk pertemuan definitif mereka dengan Tuhan.
Mempertimbangkan perbedaan-perbedaan ini, selaras dengan Magisterium para Pendahulu saya 81 dan dalam persekutuan dengan para Uskup Gereja Katolik, saya menegaskan bahwa eutanasia adalah pelanggaran berat terhadap hukum Allah, karena itu adalah pembunuhan yang disengaja dan tidak dapat diterima secara moral dari seorang manusia. Doktrin ini didasarkan pada hukum kodrat dan pada firman Allah yang tertulis, ditransmisikan oleh Tradisi Gereja dan diajarkan oleh Magisterium biasa dan universal. 82
Bergantung pada situasinya, praktik ini melibatkan niat jahat untuk bunuh diri atau pembunuhan. 
66. Bunuh diri selalu secara moral tidak menyenangkan seperti halnya pembunuhan. Tradisi Gereja selalu menolaknya sebagai pilihan jahat. 83 Meskipun psikologis, budaya dan sosial pendingin tertentu dapat menyebabkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang sangat radikal bertentangan dengan kecenderungan bawaan untuk kehidupan, sehingga mengurangi atau menghilangkan tanggung jawab subjektif, bunuh diri, jika dilihat secara objektif, adalah tindakan serius bermoral. Bahkan, itu melibatkan penolakan cinta diri dan penolakan kewajiban keadilan dan amal terhadap sesama, terhadap komunitas yang menjadi miliknya, dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. 84Dalam realitas terdalamnya, bunuh diri merupakan penolakan terhadap kedaulatan mutlak Tuhan atas hidup dan mati, seperti yang dinyatakan dalam doa orang bijak kuno Israel: "Kamu memiliki kuasa atas hidup dan mati; kamu membawa orang ke gerbang Hades dan kembali." lagi "(Wis 16:13; lih. Tob 13: 2).
Menyetujui dengan niat orang lain untuk melakukan bunuh diri dan membantu melaksanakannya melalui apa yang disebut "bunuh diri terbantu" berarti bekerja sama, dan kadang-kadang menjadi pelaku sebenarnya, ketidakadilan yang tidak pernah bisa dimaafkan, bahkan jika diminta. Dalam sebuah bagian yang sangat relevan, Santo Agustinus menulis bahwa "tidak pernah diizinkan untuk membunuh orang lain: bahkan jika dia menginginkannya, memang jika dia memintanya karena, tergantung antara hidup dan mati, dia memohon bantuan dalam membebaskan jiwa yang berjuang melawan ikatan. tubuh dan kerinduan untuk dilepaskan; juga tidak sah bahkan ketika orang sakit tidak lagi dapat hidup ". 85Bahkan ketika tidak dimotivasi oleh penolakan egois untuk dibebani dengan kehidupan seseorang yang menderita, euthanasia harus disebut rahmat palsu, dan memang "penyimpangan" rahmat yang mengganggu. "Kasih sayang" yang sejati mengarah pada berbagi rasa sakit orang lain; itu tidak membunuh orang yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung. Terlebih lagi, tindakan euthanasia tampak semakin buruk jika dilakukan oleh mereka, seperti saudara, yang seharusnya memperlakukan anggota keluarga dengan sabar dan cinta, atau oleh mereka, seperti dokter, yang berdasarkan profesi khusus mereka seharusnya merawat orang sakit bahkan dalam tahap terminal yang paling menyakitkan.
Pilihan euthanasia menjadi lebih serius ketika mengambil bentuk pembunuhan yang dilakukan oleh orang lain pada seseorang yang sama sekali tidak memintanya dan yang tidak pernah menyetujuinya. Ketinggian kesewenang-wenangan dan ketidakadilan tercapai ketika orang-orang tertentu, seperti dokter atau legislator, menyuarakan kepada diri mereka sendiri kekuatan untuk memutuskan siapa yang harus hidup dan siapa yang harus mati. Sekali lagi kita menemukan diri kita di hadapan pencobaan Eden: untuk menjadi seperti Allah yang "tahu yang baik dan yang jahat" (lih. Kej 3: 5). Hanya Allah yang memiliki kuasa atas hidup dan mati: "Akulah yang membawa maut dan kehidupan" (Ul 32:39; lih. 2 Raj 5: 7; 1 Sam 2: 6). Tapi dia hanya menggunakan kekuatan ini sesuai dengan rencana kebijaksanaan dan cinta. Ketika manusia merebut kekuatan ini, karena diperbudak oleh cara berpikir yang bodoh dan egois, ia pasti menggunakannya untuk ketidakadilan dan kematian. Demikianlah kehidupan orang yang lemah diserahkan ke tangan orang yang kuat; dalam masyarakat rasa keadilan hilang, dan rasa saling percaya, dasar dari setiap hubungan interpersonal yang otentik, dirusak pada akarnya. 
67. Sangat berbeda dari ini adalah cara cinta dan belas kasihan sejati, yang menyerukan umat manusia kita bersama, dan di atas mana iman kepada Kristus sang Penebus, yang mati dan bangkit kembali, memberikan terang baru. Permintaan yang muncul dari hati manusia dalam konfrontasi tertinggi dengan penderitaan dan kematian, terutama ketika dihadapkan dengan godaan untuk menyerah dalam keputusasaan, di atas semua itu adalah permintaan untuk persahabatan, simpati, dan dukungan pada saat pencobaan. Ini adalah permohonan bantuan untuk terus berharap ketika semua harapan manusia gagal. Seperti yang diingatkan oleh Konsili Vatikan Kedua: "Di hadapan mautlah teka-teki keberadaan manusia menjadi paling akut" namun "manusia dengan benar mengikuti intuisi hatinya ketika dia membenci dan menolak kehancuran mutlak dan lenyapnya total kehancurannya. orangnya sendiri.86
Keengganan alami untuk mati dan harapan keabadian yang baru mulai ini diterangi dan dibawa ke penggenapan oleh iman Kristen, yang keduanya menjanjikan dan menawarkan bagian dalam kemenangan Kristus yang Bangkit: itu adalah kemenangan dari Dia yang, dengan kematian penebusannya, telah membebaskan manusia dari maut, "upah dosa" (Rm 6:23), dan telah memberinya Roh, janji kebangkitan dan hidup (lih. Rom 8:11). Kepastian keabadian di masa depan dan harapan dalam kebangkitan yang dijanjikan memberikan cahaya baru pada misteri penderitaan dan kematian, dan memenuhi orang percaya dengan kapasitas luar biasa untuk percaya sepenuhnya dalam rencana Allah.
Rasul Paulus menyatakan kebaruan ini dalam hal memiliki sepenuhnya milik Tuhan yang merangkul setiap kondisi manusia: "Tidak seorang pun di antara kita hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak seorang pun di antara kita mati untuk dirinya sendiri. Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati , kita mati untuk Tuhan; demikianlah, apakah kita hidup atau kita mati, kita adalah milik Tuhan "(Rm. 14: 7-8). Mati bagi Tuhan berarti mengalami kematian seseorang sebagai tindakan ketaatan tertinggi kepada Bapa (lih. Flp 2: 8), siap untuk menemui maut pada "jam" yang dihendaki dan dipilih olehnya (lih. Yoh 13: 1), yang hanya bisa berarti ketika ziarah duniawi seseorang selesai. Hidup untuk Tuhan juga berarti mengakui bahwa penderitaan, meski tetap merupakan kejahatan dan pencobaan sendiri, selalu dapat menjadi sumber kebaikan. Menjadi seperti itu jika dialami untuk cinta dan dengan cinta melalui berbagi, oleh Tuhan Hadiah yang murah hati dan pilihan pribadi dan bebas sendiri, dalam penderitaan Kristus Disalibkan. Dengan cara ini, orang yang hidup dalam penderitaannya di dalam Tuhan tumbuh lebih selaras dengannya (lih. Flp 3:10; 1 Ptr 2:21) dan lebih erat terkait dengan pekerjaan penebusannya atas nama Gereja dan kemanusiaan.87 Ini adalah pengalaman Santo Paulus, yang setiap orang yang menderita dipanggil untuk menghidupkan kembali: "Aku bersukacita dalam penderitaanku demi kamu, dan dalam dagingku aku menyelesaikan apa yang kurang dalam penderitaan Kristus demi Tubuh-Nya, yaitu , Gereja "(Kol 1:24).
"Kita harus menaati Allah daripada manusia" (Kisah Para Rasul 5:29): hukum perdata dan hukum moral 
68. Salah satu karakteristik khusus dari serangan masa kini terhadap kehidupan manusia - sebagaimana telah dikatakan beberapa kali - terdiri dari kecenderungan untuk menuntut pembenaran hukum bagi mereka, seolah-olah itu adalah hak yang dimiliki Negara, setidaknya dalam kondisi tertentu , harus diakui sebagai milik warga negara. Akibatnya, ada kecenderungan untuk mengklaim bahwa seharusnya dimungkinkan untuk menggunakan hak-hak ini dengan bantuan dokter dan tenaga medis yang aman dan gratis.
Sering dikatakan bahwa kehidupan anak yang belum lahir atau orang cacat serius hanyalah barang relatif: menurut pendekatan proporsionalis, atau salah satu perhitungan belaka, barang ini harus dibandingkan dengan dan diimbangi dengan barang lain. Bahkan dipertahankan bahwa hanya seseorang yang hadir dan secara pribadi terlibat dalam situasi konkret yang dapat menilai barang yang dipertaruhkan dengan benar: akibatnya, hanya orang itu yang dapat memutuskan moralitas pilihannya. Oleh karena itu Negara, demi kepentingan koeksistensi sipil dan keharmonisan sosial, harus menghormati pilihan ini, bahkan sampai memungkinkan aborsi dan eutanasia.
Di lain waktu, diklaim bahwa hukum perdata tidak dapat menuntut bahwa semua warga negara harus hidup sesuai dengan standar moral yang lebih tinggi daripada apa yang diakui dan dibagikan oleh semua warga negara. Karenanya undang-undang harus selalu menyatakan pendapat dan kehendak mayoritas warga negara dan mengakui bahwa mereka memiliki, setidaknya dalam kasus-kasus ekstrem tertentu, hak bahkan untuk aborsi dan eutanasia. Terlebih lagi, pelarangan dan hukuman aborsi dan eutanasia dalam kasus-kasus ini tak terhindarkan akan mengarah - jadi dikatakan - peningkatan praktik ilegal: dan ini tidak akan dikontrol oleh masyarakat dan akan dilakukan dengan cara yang secara medis tidak aman . Pertanyaannya juga muncul apakah mendukung undang-undang yang dalam praktiknya tidak dapat ditegakkan pada akhirnya tidak akan merongrong otoritas semua hukum.
Akhirnya, pandangan yang lebih radikal sejauh mempertahankan bahwa dalam masyarakat modern dan pluralistik orang harus diberi kebebasan penuh untuk membuang kehidupan mereka sendiri serta kehidupan orang yang belum lahir: itu menegaskan bahwa itu bukan tugas hukum untuk memilih antara pendapat moral yang berbeda, dan masih kurang dapat hukum mengklaim untuk memaksakan satu pendapat tertentu dengan merugikan orang lain. 
69. Dalam kasus apa pun, dalam budaya demokrasi di zaman kita, umumnya dipegang bahwa sistem hukum masyarakat mana pun harus membatasi diri untuk mempertimbangkan dan menerima keyakinan mayoritas. Karena itu harus didasarkan semata-mata pada apa yang oleh mayoritas itu sendiri dianggap moral dan benar-benar praktik. Lebih lanjut, jika diyakini bahwa kebenaran obyektif yang dibagikan oleh semua orang secara de facto tidak dapat dicapai, maka penghormatan terhadap kebebasan warga negara - yang dalam sistem demokrasi dianggap sebagai penguasa sejati - akan mensyaratkan bahwa pada tingkat legislatif otonomi nurani individu diakui. Akibatnya, ketika menetapkan norma-norma yang mutlak diperlukan untuk koeksistensi sosial, satu-satunya faktor penentu adalah kehendak mayoritas, apa pun itu. Karenanya setiap politisi, dalam aktivitasnya,
Sebagai hasilnya, kita memiliki dua kecenderungan yang berlawanan secara diametral. Di satu sisi, individu mengklaim diri mereka di bidang moral kebebasan pilihan paling lengkap dan menuntut bahwa Negara tidak boleh mengadopsi atau memaksakan posisi etis tetapi membatasi diri untuk menjamin ruang maksimum untuk kebebasan setiap individu, dengan satu-satunya batasan tidak melanggar kebebasan dan hak warga negara lainnya. Di sisi lain, dinyatakan bahwa, dalam melaksanakan tugas-tugas publik dan profesional, penghormatan terhadap kebebasan memilih orang lain mengharuskan masing-masing harus mengesampingkan keyakinannya sendiri untuk memenuhi setiap permintaan warga negara yang diakui. dan dijamin oleh hukum; dalam menjalankan tugasnya satu-satunya kriteria moral adalah apa yang ditetapkan oleh hukum itu sendiri. 
70. Atas dasar semua kecenderungan ini terletak relativisme etis yang menjadi ciri sebagian besar budaya masa kini. Ada orang-orang yang menganggap relativisme semacam itu sebagai kondisi penting demokrasi, karena hanya itu yang diadakan untuk menjamin toleransi, saling menghormati antara orang-orang dan penerimaan keputusan mayoritas, sedangkan norma-norma moral yang dianggap objektif dan mengikat dimiliki untuk mengarah pada otoritarianisme dan intoleransi.
Tetapi justru masalah penghormatan terhadap kehidupanlah yang menunjukkan kesalahpahaman dan kontradiksi, yang disertai dengan konsekuensi praktis yang mengerikan, disembunyikan dalam posisi ini.
Memang benar bahwa sejarah telah mengetahui kasus-kasus di mana kejahatan dilakukan atas nama "kebenaran". Tetapi kejahatan yang sama besarnya dan penolakan radikal atas kebebasan juga telah dilakukan dan masih dilakukan atas nama "relativisme etis". Ketika mayoritas parlemen atau sosial memutuskan bahwa adalah sah, setidaknya dalam kondisi tertentu, untuk membunuh kehidupan manusia yang belum lahir, apakah itu tidak benar-benar membuat keputusan "tirani" sehubungan dengan manusia yang paling lemah dan paling tidak berdaya? Hati nurani setiap orang dengan tepat menolak kejahatan terhadap kemanusiaan yang mana pengalaman kita di abad ini begitu menyedihkan. Tetapi apakah kejahatan ini akan berhenti menjadi kejahatan jika, alih-alih dilakukan oleh para tiran yang tidak bermoral, mereka dilegitimasi oleh konsensus rakyat?
Demokrasi tidak dapat diidolakan sampai menjadikannya sebagai pengganti moralitas atau obat mujarab untuk amoralitas. Pada dasarnya, demokrasi adalah "sistem" dan karena itu merupakan sarana dan bukan tujuan. Nilai "moral" nya tidak otomatis, tetapi tergantung pada kesesuaian dengan hukum moral yang padanya, seperti setiap bentuk perilaku manusia lainnya, harus tunduk: dengan kata lain, moralitasnya tergantung pada moralitas tujuan yang dikejar dan dijalankannya. dari cara yang digunakannya. Jika hari ini kita melihat konsensus yang hampir universal berkaitan dengan nilai demokrasi, ini akan dianggap sebagai "tanda zaman" yang positif, seperti yang sering dicatat oleh Magisterium Gereja. 88Tetapi nilai demokrasi berdiri atau jatuh dengan nilai-nilai yang diwujudkan dan dipromosikannya. Tentu saja, nilai-nilai seperti martabat setiap pribadi manusia, penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak dapat dicabut, dan penerapan "kebaikan bersama" sebagai tujuan dan kriteria yang mengatur kehidupan politik tentu saja fundamental dan tidak boleh diabaikan.
Dasar dari nilai-nilai ini tidak dapat berupa pendapat "mayoritas" yang sementara dan dapat diubah, tetapi hanya pengakuan dari hukum moral objektif yang, sebagai "hukum kodrat" yang tertulis dalam hati manusia, adalah titik acuan wajib untuk hukum sipil itu sendiri. Jika, sebagai akibat dari penyingkapan nurani kolektif yang tragis, suatu sikap skeptisisme akan berhasil mempertanyakan bahkan prinsip-prinsip dasar hukum moral, sistem demokrasi itu sendiri akan terguncang dalam fondasinya, dan akan dikurangi menjadi mekanisme belaka untuk mengatur berbagai kepentingan yang berbeda dan berlawanan atas dasar empiris semata. 89
Beberapa orang mungkin berpikir bahwa bahkan fungsi ini, tanpa adanya sesuatu yang lebih baik, harus dihargai demi perdamaian di masyarakat. Sementara seseorang mengakui beberapa elemen kebenaran dalam sudut pandang ini, mudah untuk melihat bahwa tanpa landasan moral objektif bahkan demokrasi tidak mampu memastikan perdamaian yang stabil, terutama karena perdamaian yang tidak dibangun di atas nilai-nilai martabat setiap orang. individu dan solidaritas antara semua orang sering terbukti ilusi. Bahkan dalam sistem pemerintahan partisipatif, regulasi kepentingan sering terjadi untuk kepentingan yang paling berkuasa, karena merekalah yang paling mampu bermanuver tidak hanya pada tuas kekuasaan tetapi juga membentuk pembentukan konsensus. Dalam situasi seperti itu, demokrasi dengan mudah menjadi kata kosong. 
71. Karena itu sangat diperlukan, untuk masa depan masyarakat dan pengembangan demokrasi yang sehat, untuk menemukan kembali nilai-nilai manusia dan moral yang esensial dan bawaan yang mengalir dari kebenaran manusia dan mengekspresikan serta menjaga martabat orang tersebut. : nilai-nilai yang tidak dapat dilakukan oleh individu, tidak ada mayoritas, dan tidak ada Negara, memodifikasi atau menghancurkan, tetapi hanya harus mengakui, menghormati, dan mempromosikan.
Akibatnya ada kebutuhan untuk memulihkan elemen dasar dari visi hubungan antara hukum sipil dan hukum moral, yang diajukan oleh Gereja, tetapi juga merupakan bagian dari warisan tradisi yuridis kemanusiaan yang besar.
Tentu saja tujuan hukum perdata berbeda dan cakupannya lebih terbatas daripada hukum moral. Tetapi "dalam bidang kehidupan apa pun hukum sipil tidak dapat menggantikan hati nurani atau mendikte norma tentang hal-hal yang berada di luar kompetensinya", 90 yaitu memastikan kesejahteraan bersama masyarakat melalui pengakuan dan pertahanan hak-hak dasar mereka, dan promosi perdamaian dan moralitas publik. 91Tujuan sebenarnya dari hukum perdata adalah untuk menjamin koeksistensi sosial yang tertata dalam keadilan sejati, sehingga semua orang dapat "menjalani kehidupan yang tenang dan damai, saleh dan hormat dalam segala hal" (1 Tim 2: 2). Justru karena alasan ini, hukum perdata harus memastikan bahwa semua anggota masyarakat menikmati penghormatan terhadap hak-hak dasar tertentu yang secara bawaan dimiliki oleh orang tersebut, hak-hak yang harus diakui dan dijamin oleh setiap hukum positif. Yang pertama dan mendasar di antaranya adalah hak yang tidak dapat diganggu gugat untuk hidup setiap manusia yang tidak bersalah. Sementara otoritas publik kadang-kadang dapat memilih untuk tidak menghentikan sesuatu yang - jika dilarang - akan menyebabkan kerusakan yang lebih serius, 92ia tidak pernah dapat mengandaikan sebagai hak individu - bahkan jika mereka adalah mayoritas anggota masyarakat - suatu pelanggaran terhadap orang lain yang disebabkan oleh pengabaian hak yang begitu mendasar seperti hak untuk hidup. Toleransi hukum terhadap aborsi atau eutanasia sama sekali tidak dapat mengklaim didasarkan pada penghormatan terhadap hati nurani orang lain, justru karena masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi diri terhadap pelanggaran yang dapat terjadi atas nama nurani dan di bawah dalih kebebasan. 93
Dalam Pacem Ensiklik di Terris, John XXIII menunjukkan bahwa "secara umum diterima saat ini bahwa kebaikan bersama dijaga dengan baik ketika hak dan kewajiban pribadi dijamin. Karena itu, perhatian utama otoritas sipil adalah memastikan bahwa hak-hak ini diakui, dihormati, dikoordinasikan, dipertahankan dan dipromosikan, dan bahwa setiap individu dimungkinkan untuk melakukan tugasnya dengan lebih mudah.Untuk melindungi hak-hak manusia yang tidak dapat diganggu gugat, dan untuk memfasilitasi pelaksanaan tugasnya, adalah tugas utama setiap otoritas publik '. Dengan demikian setiap pemerintah yang menolak untuk mengakui hak asasi manusia atau bertindak melanggar hak asasi manusia, tidak hanya akan gagal dalam tugasnya; keputusannya akan sepenuhnya tidak memiliki kekuatan yang mengikat ". 94 
72. Doktrin tentang kesesuaian yang diperlukan antara hukum perdata dengan hukum moral adalah sejalan dengan seluruh tradisi Gereja. Ini jelas sekali lagi dari Ensiklik Yohanes XXIII: "Otoritas adalah postulat dari tatanan moral dan berasal dari Allah. Konsekuensinya, hukum dan dekrit yang diberlakukan bertentangan dengan tatanan moral, dan karenanya kehendak ilahi, tidak dapat memiliki kekuatan pengikat dalam hati nurani ...; memang, pengesahan undang-undang semacam itu merongrong sifat otoritas dan menghasilkan penyalahgunaan yang memalukan ". 95Ini adalah ajaran yang jelas dari Santo Thomas Aquinas, yang menulis bahwa "hukum manusia adalah hukum karena sesuai dengan alasan yang benar dan dengan demikian berasal dari hukum kekal. Tetapi ketika hukum bertentangan dengan akal, itu disebut hukum yang tidak adil ; tetapi dalam kasus ini tidak lagi menjadi hukum dan malah menjadi tindakan kekerasan ". 96 Dan lagi: "Setiap hukum yang dibuat oleh manusia dapat disebut hukum sejauh berasal dari hukum kodrat. Tetapi jika itu bertentangan dengan hukum kodrat, maka itu bukan benar-benar hukum melainkan korupsi dari hukum" . 97
Sekarang aplikasi pertama dan paling segera dari pengajaran ini menyangkut hukum manusia yang mengabaikan hak dasar dan sumber semua hak lain yang merupakan hak untuk hidup, hak milik setiap individu. Akibatnya, hukum yang melegitimasi pembunuhan langsung manusia tak berdosa melalui aborsi atau eutanasia sepenuhnya bertentangan dengan hak hidup yang tak dapat diganggu gugat yang layak bagi setiap individu; mereka dengan demikian menyangkal kesetaraan semua orang di hadapan hukum. Mungkin keberatan bahwa hal itu tidak terjadi dalam eutanasia, ketika diminta dengan kesadaran penuh oleh orang yang terlibat. Tetapi setiap Negara yang membuat permintaan semacam itu sah dan mengizinkannya untuk dilaksanakan akan mengesahkan kasus pembunuhan bunuh diri, bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar penghormatan mutlak terhadap kehidupan dan perlindungan setiap kehidupan yang tidak bersalah. Dengan cara ini, Negara berkontribusi untuk mengurangi rasa hormat terhadap kehidupan dan membuka pintu bagi cara bertindak yang merusak kepercayaan dalam hubungan di antara orang-orang. Hukum yang mengesahkan dan mempromosikan aborsi dan eutanasia karenanya secara radikal menentang tidak hanya untuk kebaikan individu tetapi juga untuk kebaikan bersama; karena itu mereka benar-benar kurang dalam validitas yuridis otentik. Mengabaikan hak untuk hidup, justru karena itu mengarah pada pembunuhan orang yang dilayani oleh masyarakat, adalah apa yang paling langsung bertentangan dengan kemungkinan mencapai kebaikan bersama. Sebagai akibatnya, hukum perdata yang mengesahkan aborsi atau eutanasia berhenti karena fakta itu adalah hukum perdata yang benar dan mengikat secara moral. Hukum yang mengesahkan dan mempromosikan aborsi dan eutanasia karenanya secara radikal menentang tidak hanya untuk kebaikan individu tetapi juga untuk kebaikan bersama; karena itu mereka benar-benar kurang dalam validitas yuridis otentik. Mengabaikan hak untuk hidup, justru karena itu mengarah pada pembunuhan orang yang dilayani oleh masyarakat, adalah apa yang paling langsung bertentangan dengan kemungkinan mencapai kebaikan bersama. Sebagai akibatnya, hukum perdata yang mengesahkan aborsi atau eutanasia berhenti karena fakta itu adalah hukum perdata yang benar dan mengikat secara moral. Hukum yang mengesahkan dan mempromosikan aborsi dan eutanasia karenanya secara radikal menentang tidak hanya untuk kebaikan individu tetapi juga untuk kebaikan bersama; karena itu mereka benar-benar kurang dalam validitas yuridis otentik. Mengabaikan hak untuk hidup, justru karena itu mengarah pada pembunuhan orang yang dilayani oleh masyarakat, adalah apa yang paling langsung bertentangan dengan kemungkinan mencapai kebaikan bersama. Sebagai akibatnya, hukum perdata yang mengesahkan aborsi atau eutanasia berhenti karena fakta itu adalah hukum perdata yang benar dan mengikat secara moral. 
73. Aborsi dan euthanasia adalah kejahatan yang tidak dapat ditegaskan oleh hukum manusia. Tidak ada kewajiban hati nurani untuk menaati undang-undang tersebut; sebaliknya ada kewajiban yang sangat besar dan jelas untuk menentang mereka dengan keberatan hati nurani. Sejak awal Gereja, khotbah kerasulan mengingatkan orang-orang Kristen tentang kewajiban mereka untuk menaati otoritas publik yang dibentuk secara sah (lih. Rom 13: 1-7; 1 Pet 2: 13-14), tetapi pada saat yang sama ia dengan tegas memperingatkan bahwa "kita harus menaati Allah daripada manusia" (Kisah Para Rasul 5:29). Dalam Perjanjian Lama, tepatnya dalam hal ancaman terhadap kehidupan, kita menemukan contoh signifikan perlawanan terhadap perintah yang tidak adil dari mereka yang berwenang. Setelah Firaun memerintahkan untuk membunuh semua laki-laki yang baru lahir, bidan Ibrani menolak. "Mereka tidak melakukan seperti yang diperintahkan raja Mesir kepada mereka, tetapi membiarkan anak-anak lelaki hidup" (Kel 1: 17). Tetapi alasan utama untuk tindakan mereka harus dicatat: "bidan takut akan Tuhan" (ibid.) Justru dari ketaatan kepada Allah - kepada siapa saja karena ketakutan yang merupakan pengakuan atas kedaulatan absolutnya - lahirlah kekuatan dan keberanian untuk melawan hukum manusia yang tidak adil. Ini adalah kekuatan dan keberanian orang-orang yang dipersiapkan bahkan untuk dipenjara atau dihukum pedang, dalam kepastian bahwa inilah yang membuat "ketekunan dan iman orang-orang kudus" (Wahyu 13:10).
Dalam kasus hukum yang secara intrinsik tidak adil, seperti hukum yang mengijinkan aborsi atau eutanasia, oleh karena itu tidak pernah diizinkan untuk mematuhinya, atau untuk "mengambil bagian dalam kampanye propaganda yang mendukung hukum semacam itu, atau memilihnya". 98
Masalah hati nurani tertentu dapat muncul dalam kasus-kasus di mana suara legislatif akan menentukan untuk pengesahan undang-undang yang lebih ketat, yang bertujuan membatasi jumlah aborsi resmi, sebagai pengganti undang-undang yang lebih permisif yang telah disahkan atau siap untuk dipilih. Kasus seperti itu tidak jarang. Adalah fakta bahwa sementara di beberapa bagian dunia terus ada kampanye untuk memperkenalkan undang-undang yang mendukung aborsi, seringkali didukung oleh organisasi internasional yang kuat, di negara-negara lain - terutama yang telah mengalami hasil pahit dari undang-undang permisif semacam itu - ada tanda-tanda yang tumbuh dari pemikiran ulang dalam hal ini. Dalam kasus seperti yang baru saja disebutkan, ketika tidak mungkin untuk membatalkan atau sepenuhnya membatalkan undang-undang pro-aborsi, seorang pejabat terpilih, yang oposisi pribadi absolutnya terhadap pengadaan aborsi diketahui, dapat dengan sah mendukung proposal yang bertujuan membatasi kerugian yang disebabkan oleh undang-undang tersebut dan mengurangi konsekuensi negatifnya pada tingkat opini umum dan moralitas publik. Ini sebenarnya tidak mewakili kerja sama terlarang dengan hukum yang tidak adil, tetapi lebih merupakan upaya yang sah dan tepat untuk membatasi aspek jahatnya. 
74. Pengesahan undang-undang yang tidak adil seringkali menimbulkan masalah hati nurani yang sulit bagi orang-orang yang bermoral lurus sehubungan dengan masalah kerja sama, karena mereka memiliki hak untuk menuntut agar tidak dipaksa untuk mengambil bagian dalam tindakan kejahatan moral. Terkadang pilihan yang harus diambil sulit; mereka mungkin membutuhkan pengorbanan posisi profesional bergengsi atau melepaskan harapan yang masuk akal untuk peningkatan karier. Dalam kasus lain, dapat terjadi bahwa melakukan tindakan tertentu, yang disediakan oleh undang-undang yang secara keseluruhan tidak adil, tetapi dalam dirinya sendiri acuh tak acuh, atau bahkan positif, dapat berfungsi untuk melindungi kehidupan manusia di bawah ancaman. Mungkin ada alasan untuk takut, bahwa kesediaan untuk melakukan tindakan seperti itu tidak hanya akan menimbulkan skandal dan melemahkan oposisi yang diperlukan untuk serangan terhadap kehidupan,
Untuk menjelaskan pertanyaan sulit ini, perlu diingat prinsip-prinsip umum tentang kerja sama dalam tindakan jahat. Orang-orang Kristen, seperti semua orang yang berkehendak baik, dipanggil dengan kewajiban hati nurani untuk tidak bekerja sama secara formal dalam praktik-praktik yang, bahkan jika diizinkan oleh undang-undang sipil, bertentangan dengan hukum Allah. Memang, dari sudut pandang moral, tidak pernah sah untuk bekerja sama secara formal dalam kejahatan. Kerja sama semacam itu terjadi ketika suatu tindakan, baik berdasarkan sifatnya atau bentuk yang diambilnya dalam situasi konkret, dapat didefinisikan sebagai partisipasi langsung dalam tindakan melawan kehidupan manusia yang tidak bersalah atau ikut serta dalam niat tidak bermoral dari orang yang melakukannya. Kerja sama ini tidak pernah dapat dibenarkan baik dengan meminta penghormatan atas kebebasan orang lain atau dengan memohon fakta bahwa hukum perdata mengizinkannya atau mengharuskannya. Setiap individu sebenarnya memiliki tanggung jawab moral atas tindakan yang ia lakukan secara pribadi; tidak ada yang dapat dibebaskan dari tanggung jawab ini, dan atas dasar itu setiap orang akan dihakimi oleh Allah sendiri (lih. Rom 2: 6; 14:12).
Menolak untuk mengambil bagian dalam melakukan ketidakadilan bukan hanya kewajiban moral; itu juga hak asasi manusia. Seandainya tidak demikian, pribadi manusia akan dipaksa untuk melakukan suatu tindakan yang secara intrinsik tidak sesuai dengan martabat manusia, dan dengan cara ini kebebasan manusia itu sendiri, makna otentik dan tujuan yang ditemukan dalam orientasinya pada yang benar dan yang baik, akan menjadi secara radikal dikompromikan. Karena itu apa yang dipertaruhkan adalah hak esensial yang, tepatnya, harus diakui dan dilindungi oleh hukum sipil. Dalam hal ini, peluang untuk menolak ikut serta dalam fase konsultasi, persiapan, dan pelaksanaan tindakan-tindakan ini terhadap kehidupan harus dijamin kepada dokter, petugas layanan kesehatan, dan direktur rumah sakit, klinik, dan fasilitas pemulihan.
"Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri" (Luk 10:27): "promosikan" kehidupan  
75. Perintah-perintah Allah mengajarkan kita cara hidup. Sila moral negatif, yang menyatakan bahwa pilihan tindakan tertentu secara moral tidak dapat diterima, memiliki nilai absolut untuk kebebasan manusia: mereka selalu berlaku dan di mana saja, tanpa kecuali. Mereka memperjelas bahwa pilihan cara bertindak tertentu secara radikal tidak sesuai dengan cinta Tuhan dan dengan martabat orang yang diciptakan menurut gambarnya. Pilihan semacam itu tidak dapat ditebus dengan niat baik atau konsekuensi apa pun; mereka tidak dapat ditarik kembali menentang ikatan antara orang-orang; mereka bertentangan dengan keputusan mendasar untuk mengarahkan hidup seseorang kepada Tuhan. 99
Dalam pengertian ini, ajaran moral negatif memiliki fungsi positif yang sangat penting. "Tidak" yang mereka butuhkan tanpa syarat memperjelas batas absolut di mana individu bebas tidak dapat menurunkan diri. Pada saat yang sama mereka menunjukkan minimum yang harus mereka hormati dan dari mana mereka harus memulai untuk mengatakan "ya" berulang-ulang, "ya" yang secara bertahap akan mencakup seluruh cakrawala barang (lih. Mat 5 : 48). Perintah-perintah, khususnya ajaran moral negatif, adalah awal dan tahap pertama dari perjalanan menuju kebebasan. Seperti yang ditulis Saint Augustine, "permulaan kebebasan adalah untuk bebas dari kejahatan ... seperti pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, penipuan, penistaan, dan sebagainya. Hanya ketika seseorang berhenti melakukan kejahatan ini (dan tidak ada orang Kristen yang boleh melakukannya), seseorang mulai mengangkat kepalanya menuju kebebasan. Tetapi ini hanyalah awal dari kebebasan, bukan kebebasan yang sempurna ".100
76. Perintah "Kamu tidak boleh membunuh" dengan demikian menetapkan titik keberangkatan untuk memulai kebebasan sejati. Ini menuntun kita untuk mempromosikan kehidupan secara aktif, dan untuk mengembangkan cara berpikir dan bertindak tertentu yang melayani kehidupan. Dengan cara ini kita menjalankan tanggung jawab kita terhadap orang-orang yang dipercayakan kepada kita dan kita menunjukkan, dalam perbuatan dan kebenaran, rasa terima kasih kita kepada Allah atas karunia hidup yang besar (lih. Mzm 139: 13-14).
Sang Pencipta telah mempercayakan hidup manusia kepada tanggung jawabnya yang bertanggung jawab, bukan untuk memanfaatkannya secara sewenang-wenang, tetapi untuk melestarikannya dengan kebijaksanaan dan merawatnya dengan kesetiaan yang pengasih. Dewa Perjanjian telah mempercayakan kehidupan setiap individu kepada sesamanya, saudara dan saudari, menurut hukum timbal balik dalam memberi dan menerima, memberi diri dan menerima orang lain. Dalam kepenuhan waktu, dengan mengambil daging dan memberikan nyawanya bagi kita, Anak Allah menunjukkan apa yang dapat dicapai dan dalamnya hukum timbal-balik ini. Dengan karunia Roh-Nya, Kristus memberikan konten dan makna baru kepada hukum timbal balik, untuk kita dipercayakan satu sama lain. Roh yang membangun persekutuan dalam kasih menciptakan di antara kita persaudaraan dan solidaritas baru, refleksi sejati dari misteri saling memberi dan menerima yang pantas bagi Tritunggal Mahakudus. Roh menjadi hukum baru yang memberi kekuatan kepada orang-orang percaya dan membangkitkan di dalam diri mereka suatu tanggung jawab untuk membagikan karunia diri dan untuk menerima orang lain, sebagai berbagi dalam kasih yang tak terbatas dari Yesus Kristus sendiri. 
77. Hukum baru ini juga memberi semangat dan bentuk pada perintah "Jangan membunuh". Bagi orang Kristen itu melibatkan suatu keharusan mutlak untuk menghormati, mengasihi, dan mempromosikan kehidupan setiap saudara dan saudari, sesuai dengan persyaratan kasih berlimpah Allah dalam Yesus Kristus. "Dia menyerahkan nyawanya untuk kita; dan kita harus menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara" (1 Yoh 3:16).
Perintah "Jangan membunuh", bahkan dalam aspek yang lebih positif yaitu menghormati, mencintai, dan meningkatkan kehidupan manusia, mengikat setiap manusia. Itu bergema dalam hati nurani moral setiap orang sebagai gema yang tak tertahankan dari perjanjian asli Allah Pencipta dengan umat manusia. Ini dapat dikenali oleh semua orang melalui cahaya nalar dan itu dapat diamati berkat karya Roh yang misterius, yang bertiup di mana ia kehendaki (lih. Yoh 3: 8), datang ke dan melibatkan setiap orang yang hidup di dunia ini.
Karena itu, ini adalah layanan cinta yang kita semua berkomitmen untuk memastikan kepada tetangga kita, bahwa kehidupannya dapat selalu dipertahankan dan dipromosikan, terutama ketika itu lemah atau terancam. Bukan hanya masalah pribadi tetapi sosial yang harus kita semua pertahankan: kepedulian untuk menjadikan penghormatan tanpa syarat terhadap kehidupan manusia sebagai fondasi masyarakat baru.
Kita diminta untuk mencintai dan menghormati kehidupan setiap pria dan wanita dan untuk bekerja dengan ketekunan dan keberanian sehingga waktu kita, yang ditandai dengan terlalu banyak tanda-tanda kematian, pada akhirnya dapat menyaksikan pembentukan budaya kehidupan baru, buah dari budaya kebenaran dan cinta.

BAB IV - ANDA MELAKUKANNYA UNTUK SAYA 
UNTUK BUDAYA KEHIDUPAN MANUSIA BARU

"Kamu adalah umat Allah sendiri, sehingga kamu dapat menyatakan perbuatan-perbuatan indah dari dia yang memanggil kamu keluar dari kegelapan ke dalam terang-Nya yang luar biasa" (1 Pet 2: 9): suatu umat kehidupan dan seumur hidup 
78. Gereja telah menerima Injil sebagai proklamasi dan sumber sukacita dan keselamatan. Dia telah menerimanya sebagai hadiah dari Yesus, yang dikirim oleh Bapa "untuk memberitakan kabar baik kepada orang miskin" (Luk 4:18). Dia telah menerimanya melalui para Rasul, yang dikirim oleh Kristus ke seluruh dunia (lih. Mrk 16:15; Mat 28: 19-20). Terlahir dari kegiatan penginjilan ini, Gereja setiap hari mendengar gema dari kata-kata peringatan Santo Paulus: "Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil!" (1 Kor 9:16). Seperti yang ditulis oleh Paulus VI, "evangelisasi adalah rahmat dan panggilan yang pantas bagi Gereja, identitas terdalamnya. Dia ada untuk menginjili". 101
Evangelisasi adalah kegiatan yang mencakup semua, progresif yang melaluinya Gereja berpartisipasi dalam misi kenabian, imamat, dan kerajaan Tuhan Yesus. Karena itu hal ini terkait erat dengan khotbah, perayaan dan pelayanan amal. Evangelisasi adalah tindakan gerejawi yang mendalam, yang memanggil semua pekerja Injil untuk bertindak, menurut karisma dan pelayanan masing-masing.
Ini juga kasus yang berkaitan dengan proklamasi Injil kehidupan, bagian integral dari Injil yang adalah Yesus Kristus itu sendiri. Kita melayani Injil ini, didukung oleh kesadaran bahwa kita telah menerimanya sebagai hadiah dan dikirim untuk mengabarkannya ke seluruh umat manusia, "sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 1: 8). Dengan kerendahan hati dan rasa terima kasih kami tahu bahwa kami adalah orang-orang dalam kehidupan dan untuk kehidupan, dan inilah cara kami menampilkan diri kami kepada semua orang. 
79. Kita adalah umat kehidupan karena Allah, dalam kasih-Nya yang tanpa syarat, telah memberi kita Injil kehidupan dan dengan Injil yang sama ini kita telah diubah dan diselamatkan. Kita telah ditebus oleh "Pencipta kehidupan" (Kisah Para Rasul 3:15) dengan harga darahnya yang berharga (lih. 1 Kor 6:20; 7:23; 1 Pet 1:19). Melalui air Baptisan kita telah dijadikan bagian darinya (lih. Rom 6: 4-5; Kol 2:12), sebagai cabang yang menarik makanan dan kesuburan dari satu pohon (lih. Yoh 15: 5). Secara internal diperbarui oleh kasih karunia Roh, "yang adalah Tuhan dan pemberi kehidupan", kita telah menjadi umat seumur hidup dan kita dipanggil untuk bertindak sesuai dengan itu.
Kami sudah dikirim. Bagi kita, melayani kehidupan bukanlah suatu kebanggaan melainkan kewajiban, lahir dari kesadaran kita untuk menjadi "umat Allah sendiri, agar kita dapat menyatakan perbuatan-perbuatan indah dari dia yang memanggil kita keluar dari kegelapan ke dalam cahaya yang luar biasa" ( lih 1 Pet 2: 9). Dalam perjalanan kita, kita dibimbing dan ditopang oleh hukum cinta: cinta yang memiliki sumber dan modelnya sebagai Anak Allah yang menjadi manusia, yang "dengan mati memberikan kehidupan bagi dunia". 102
Kami telah dikirim sebagai orang. Setiap orang memiliki kewajiban untuk melayani kehidupan. Ini adalah tanggung jawab "gerejawi" yang tepat, yang membutuhkan tindakan bersama dan murah hati oleh semua anggota dan semua sektor komunitas Kristen. Namun komitmen komunitas ini tidak menghilangkan atau mengurangi tanggung jawab masing-masing individu, yang dipanggil oleh Tuhan untuk "menjadi sesama" dari setiap orang: "Pergi dan lakukan hal yang sama" (Luk 10:37).
Bersama-sama kita semua merasakan tugas kita untuk mengkhotbahkan Injil kehidupan, untuk merayakannya dalam Liturgi dan seluruh keberadaan kita, dan untuk melayaninya dengan berbagai program dan struktur yang mendukung dan mempromosikan kehidupan.
"Apa yang telah kami lihat dan dengar, kami nyatakan juga kepadamu" (1Yoh 1: 3): memberitakan Injil kehidupan 
80. "Apa yang sejak awal, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami lihat dan sentuh dengan tangan kami, mengenai firman kehidupan ... kami juga memberitakan kepadamu, sehingga Anda mungkin memiliki persekutuan dengan kami "(1 Yoh 1: 1, 3). Yesus adalah satu-satunya Injil: kita tidak memiliki apa-apa untuk dikatakan atau saksi lain untuk ditanggung.
Memproklamirkan Yesus itu sendiri untuk memproklamirkan hidup. Karena Yesus adalah "firman kehidupan" (1Yoh 1: 1). Di dalam dirinya "hidup dinyatakan" (1 Yoh 1: 2); ia sendiri adalah "hidup yang kekal yang bersama Bapa dan dijadikan nyata bagi kita" (1 Yoh 1: 2). Dengan karunia Roh, kehidupan yang sama ini telah diberikan kepada kita. Dalam ditakdirkan untuk hidup dalam kepenuhannya, untuk "hidup yang kekal", kehidupan duniawi setiap orang memperoleh maknanya sepenuhnya.
Tercerahkan oleh Injil kehidupan ini, kami merasa perlu untuk memberitakannya dan memberikan kesaksian tentangnya dalam semua kebaruan yang luar biasa. Karena itu adalah satu dengan Yesus sendiri, yang membuat semua hal-hal baru 103 dan menaklukkan "ketuaan" yang berasal dari dosa dan menyebabkan kematian, 104Injil ini melampaui setiap harapan manusia dan mengungkapkan ketinggian luhur yang mengangkat martabat pribadi manusia melalui anugerah. Ini adalah bagaimana Santo Gregorius dari Nyssa memahaminya: "Manusia, sebagai makhluk, tidak diperhitungkan; ia adalah debu, rumput, kesombongan. Tetapi begitu ia diadopsi oleh Dewa alam semesta sebagai seorang putra, ia menjadi bagian dari keluarga Wujud itu, yang keunggulan dan keagungannya tidak ada yang bisa melihat, mendengar, atau memahami kata-kata, pikiran, atau pelarian roh apa yang dapat memuji melimpahnya rahmat ini? Manusia melampaui sifatnya: fana, ia menjadi abadi; fana, ia menjadi tidak fana; sekilas, ia menjadi kekal; manusia, ia menjadi ilahi ". 105
Rasa syukur dan sukacita atas martabat manusia yang tak tertandingi mendorong kami untuk membagikan pesan ini kepada semua orang: "apa yang telah kami lihat dan dengar, kami nyatakan juga kepada kamu, supaya kamu mendapat persekutuan dengan kami" (1 Yoh 1: 3). Kita perlu membawa Injil kehidupan ke hati setiap pria dan wanita dan membuatnya menembus setiap bagian masyarakat. 
81. Ini terutama melibatkan pemberitaan inti Injil ini. Ini adalah proklamasi dari Allah yang hidup yang dekat dengan kita, yang memanggil kita untuk bersekutu dengan dirinya sendiri dan membangkitkan dalam diri kita harapan tertentu dari kehidupan kekal. Ini adalah penegasan dari hubungan yang tak terpisahkan antara orang itu, hidupnya dan tubuhnya. Ini adalah penyajian kehidupan manusia sebagai kehidupan hubungan, anugerah Tuhan, buah dan tanda cintanya. Ini adalah proklamasi bahwa Yesus memiliki hubungan yang unik dengan setiap orang, yang memungkinkan kita untuk melihat di setiap wajah manusia wajah Kristus. Ini adalah panggilan untuk "hadiah diri yang tulus" sebagai cara sepenuhnya untuk mewujudkan kebebasan pribadi kita.
Itu juga melibatkan memperjelas semua konsekuensi dari Injil ini. Ini dapat disimpulkan sebagai berikut: kehidupan manusia, sebagai anugerah Allah, adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat. Karena alasan ini, aborsi dan euthanasia yang diperoleh sama sekali tidak dapat diterima. Tidak hanya kehidupan manusia tidak harus diambil, tetapi harus dilindungi dengan perhatian penuh kasih. Makna hidup ditemukan dalam memberi dan menerima cinta, dan dalam cahaya ini, seksualitas dan prokreasi manusia mencapai arti sebenarnya dan sepenuhnya. Cinta juga memberi makna pada penderitaan dan kematian; meskipun ada misteri yang mengelilinginya, mereka bisa menjadi peristiwa yang menyelamatkan. Penghormatan terhadap kehidupan mensyaratkan bahwa sains dan teknologi harus selalu melayani manusia dan perkembangan integralnya. Masyarakat sebagai keseluruhan harus menghormati, membela, dan meningkatkan martabat setiap pribadi manusia, pada setiap saat dan dalam setiap kondisi orang tersebut. 
82. Untuk benar-benar menjadi umat yang melayani kehidupan, kita harus mengusulkan kebenaran ini secara konstan dan berani sejak proklamasi Injil yang pertama, dan sesudahnya dalam katekese, dalam berbagai bentuk khotbah, dalam dialog pribadi dan dalam semua kegiatan pendidikan. Para guru, katekis, dan teolog memiliki tugas untuk menekankan alasan antropologis yang menjadi dasar penghormatan terhadap setiap kehidupan manusia. Dengan cara ini, dengan membuat kebaruan Injil kehidupan bersinar, kita juga dapat membantu setiap orang menemukan dalam terang nalar dan pengalaman pribadi bagaimana pesan Kristen sepenuhnya mengungkapkan apa manusia itu dan makna keberadaan dan keberadaannya. Kita akan menemukan titik-titik penting dari kontak dan dialog juga dengan orang-orang yang tidak percaya, dalam komitmen kita bersama untuk membangun budaya kehidupan baru.
Dihadapkan dengan begitu banyak sudut pandang yang berlawanan, dan penolakan yang luas terhadap doktrin yang sehat mengenai kehidupan manusia, kita dapat merasakan bahwa permohonan Paulus kepada Timotius juga ditujukan kepada kita: "Khotbahkan firman, mendesaklah pada musim dan di luar musim, yakinkan, tegur, dan nasihatlah, jangan putus-putusnya dalam kesabaran dan dalam pengajaran "(2 Tim 4: 2). Nasihat ini hendaknya bergema dengan kekuatan khusus di hati para anggota Gereja yang secara langsung berbagi, dengan cara yang berbeda, dalam misinya sebagai "guru" kebenaran. Semoga itu mengemuka terutama bagi kita yang adalah para Uskup: kita adalah yang pertama dipanggil untuk menjadi pengkhotbah Injil kehidupan yang tak kenal lelah. Kami juga dipercayakan dengan tugas untuk memastikan bahwa doktrin yang sekali lagi ditetapkan dalam Ensiklik ini dengan setia disampaikan dalam integritasnya. Kita harus menggunakan cara yang tepat untuk membela umat beriman dari semua pengajaran yang bertentangan dengan itu. Kita perlu memastikan bahwa di fakultas teologi, seminari dan institusi Katolik doktrin yang sehat diajarkan, dijelaskan, dan diselidiki lebih lengkap.106 Mei nasihat Paulus menyerang semua teolog, pendeta, guru, dan semua orang yang bertanggung jawab atas katekese dan pembentukan hati nurani. Sadar akan peran khusus mereka, semoga mereka tidak pernah begitu menyedihkan untuk mengkhianati kebenaran dan misi mereka sendiri dengan mengusulkan ide-ide pribadi yang bertentangan dengan Injil kehidupan sebagaimana yang disajikan dan ditafsirkan dengan setia oleh Magisterium.
Dalam proklamasi Injil ini, kita tidak boleh takut akan permusuhan atau ketidakpopuleran, dan kita harus menolak segala kompromi atau ambiguitas yang mungkin menyamakan kita dengan cara berpikir dunia (lih. Rom 12: 2). Kita harus berada di dunia tetapi bukan dari dunia (lih. Yoh 15:19; 17:16), mengambil kekuatan kita dari Kristus, yang karena Kematian dan Kebangkitan-Nya telah mengalahkan dunia (lih. Yoh 16:33) .
"Aku bersyukur bahwa aku dibuat dengan penuh rasa takut, luar biasa" (Mzm 139: 14): merayakan Injil kehidupan 
83. Karena kita telah dikirim ke dunia sebagai "umat seumur hidup", proklamasi kita juga harus menjadi perayaan sejati Injil kehidupan. Perayaan ini, dengan kekuatan gerakan, simbol dan ritus yang menggugah, harus menjadi latar yang berharga dan penting di mana keindahan dan kemegahan Injil ini disampaikan.
Agar hal ini terjadi, pertama-tama kita perlu mendorong, dalam diri kita dan orang lain, pandangan kontemplatif. 107Pandangan seperti itu muncul dari iman kepada Allah kehidupan, yang telah menciptakan setiap individu sebagai "keajaiban" (lih. Mz 139: 14). Ini adalah pandangan orang-orang yang melihat kehidupan dalam makna yang lebih dalam, yang memahami kesederhanaannya, keindahannya dan undangannya untuk kebebasan dan tanggung jawab. Ini adalah pandangan orang-orang yang tidak beranggapan untuk memiliki realitas tetapi menerimanya sebagai hadiah, menemukan dalam semua hal cerminan Sang Pencipta dan melihat pada setiap orang gambar dirinya yang hidup (lih. Kej 1:27; Mz 8 : 5). Pandangan ini tidak menyerah pada keputusasaan ketika dihadapkan oleh mereka yang sakit, menderita, terbuang atau di ambang kematian. Alih-alih, dalam semua situasi ini, merasa tertantang untuk menemukan makna, dan justru dalam keadaan ini terbuka untuk menerima di hadapan setiap orang panggilan untuk bertemu, berdialog, dan solidaritas.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk mengadopsi pandangan ini, dan dengan rasa kagum religius yang mendalam untuk menemukan kembali kemampuan untuk menghormati dan menghormati setiap orang, seperti yang Paulus VI undang untuk kita lakukan dalam salah satu pesan Natal pertamanya. 108 Terinspirasi oleh prospek kontemplatif ini, orang-orang baru dari ditebus tidak bisa tidak merespon dengan lagu-lagu sukacita, pujian dan ucapan syukur atas anugerah kehidupan yang tak ternilai, untuk misteri panggilan setiap individu untuk berbagi melalui Kristus dalam kehidupan rahmat dan dalam adanya persekutuan tanpa akhir dengan Allah Pencipta dan Bapa kita. 
untuk kehidupan yang sempurna, keabadian. Terlalu sedikit untuk mengatakan bahwa Hidup ini hidup: itu adalah Prinsip kehidupan, Penyebab dan satu-satunya Mata Air kehidupan. Setiap makhluk hidup harus merenungkannya dan memberinya pujian: Hiduplah yang meluap dengan hidup ".109
Seperti Pemazmur, kita juga, dalam doa sehari-hari kita sebagai individu dan sebagai komunitas, memuji dan memberkati Allah Bapa kita, yang merajut kita bersama dalam rahim ibu kita, dan melihat dan mengasihi kita ketika kita masih tanpa bentuk (lih. Mz 139 : 13, 15-16). Kami berseru dengan kegembiraan yang luar biasa: "Saya bersyukur kepada Anda bahwa saya dibuat dengan penuh rasa takut, luar biasa; adalah pekerjaan Anda yang luar biasa. Anda mengenal saya melalui dan melalui" (Mzm 139: 14). Memang, "terlepas dari kesulitannya, misteri yang tersembunyi, penderitaannya dan kelemahannya yang tak terhindarkan, kehidupan fana ini adalah hal yang paling indah, keajaiban yang selalu baru dan bergerak, peristiwa yang layak ditinggikan dalam sukacita dan kemuliaan". 110Terlebih lagi, manusia dan hidupnya tampak bagi kita tidak hanya sebagai salah satu keajaiban penciptaan terbesar: karena Allah telah memberikan kepada manusia suatu martabat yang dekat dengan keilahian (Mzm 8: 5-6). Dalam setiap anak yang lahir dan dalam setiap orang yang hidup atau mati, kita melihat gambar kemuliaan Allah. Kami merayakan kemuliaan ini di dalam setiap manusia, suatu tanda dari Allah yang hidup, ikon dari Yesus Kristus.
Kita dipanggil untuk menyatakan rasa kagum dan syukur atas karunia kehidupan dan untuk menyambut, menikmati, dan membagikan Injil kehidupan tidak hanya dalam doa pribadi dan komunitas kita, tetapi terutama dalam perayaan tahun liturgi. Yang sangat penting dalam hal ini adalah Sakramen, tanda-tanda berkhasiat dari kehadiran dan tindakan penyelamatan Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen. Sakramen membuat kita lebih tajam dalam kehidupan ilahi, dan memberikan kekuatan spiritual yang diperlukan untuk mengalami hidup, penderitaan, dan kematian dalam makna sepenuhnya. Berkat penemuan kembali yang tulus dan penghargaan yang lebih baik tentang pentingnya ritus-ritus ini, perayaan liturgi kami, terutama perayaan Sakramen, akan semakin mampu mengungkapkan kebenaran penuh tentang kelahiran, kehidupan, penderitaan dan kematian, 
85. Dalam merayakan Injil kehidupan kita juga perlu menghargai dan memanfaatkan kekayaan gerak dan simbol yang ada dalam tradisi dan adat istiadat berbagai budaya dan masyarakat. Ada waktu dan cara khusus di mana orang-orang dari berbagai bangsa dan budaya mengekspresikan kegembiraan untuk kehidupan yang baru lahir, menghormati dan melindungi kehidupan individu manusia, merawat yang menderita atau yang membutuhkan, kedekatan dengan orang tua dan yang sekarat, partisipasi dalam kesedihan. dari mereka yang berduka, dan harapan dan keinginan untuk keabadian.
Mengingat hal ini dan mengikuti saran yang dibuat oleh para Kardinal dalam Konsistori 1991, saya mengusulkan agar Hari untuk Kehidupan dirayakan setiap tahun di setiap negara, sebagaimana telah ditetapkan oleh beberapa Konferensi Episkopal. Perayaan Hari ini hendaknya direncanakan dan dilaksanakan dengan partisipasi aktif dari semua sektor Gereja lokal. Tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan dalam hati nurani individu, dalam keluarga, di Gereja dan dalam masyarakat sipil pengakuan akan makna dan nilai kehidupan manusia di setiap tahap dan dalam setiap kondisi. Perhatian khusus harus diberikan pada keseriusan aborsi dan eutanasia, tanpa mengabaikan aspek-aspek kehidupan lainnya yang dari waktu ke waktu layak untuk dipertimbangkan dengan cermat, sebagaimana keadaan dan keadaan menuntut. 
86. Sebagai bagian dari penyembahan rohani yang dapat diterima oleh Allah (lih. Rom 12: 1), Injil kehidupan harus dirayakan terutama dalam kehidupan sehari-hari, yang harus diisi dengan kasih yang memberi sendiri kepada orang lain. Dengan cara ini, hidup kita akan menjadi penerimaan yang tulus dan bertanggung jawab atas karunia kehidupan dan nyanyian pujian serta syukur yang sepenuh hati kepada Allah yang telah memberi kita karunia ini. Ini sudah terjadi dalam berbagai tindakan kemurahan hati yang tanpa pamrih, sering kali rendah hati dan tersembunyi, dilakukan oleh pria dan wanita, anak-anak dan orang dewasa, yang muda dan yang tua, yang sehat dan yang sakit.
Dalam konteks ini, begitu kaya secara manusiawi dan dipenuhi dengan cinta, lahirlah tindakan heroik. Ini adalah perayaan Injil kehidupan yang paling khidmat, karena mereka memproklamirkannya dengan karunia total diri. Mereka adalah manifestasi cemerlang dari tingkat cinta tertinggi, yaitu memberikan hidup seseorang untuk orang yang dicintai (lih. Yoh 15:13). Mereka berbagi dalam misteri Salib, di mana Yesus mengungkapkan nilai setiap orang, dan bagaimana kehidupan mencapai kepenuhannya dalam karunia diri yang tulus. Di atas dan di atas momen-momen luar biasa seperti itu, ada kepahlawanan sehari-hari, yang terdiri atas isyarat berbagi, besar atau kecil, yang membangun budaya kehidupan yang otentik. Contoh yang sangat terpuji dari gerakan tersebut adalah sumbangan organ, dilakukan dengan cara yang dapat diterima secara etis,
Bagian dari kepahlawanan sehari-hari ini juga merupakan saksi bisu tetapi efektif dan fasih dari semua "ibu pemberani yang mengabdikan diri untuk keluarga mereka sendiri tanpa cadangan, yang menderita dalam melahirkan anak-anak mereka dan yang siap melakukan segala upaya, untuk menghadapi pengorbanan apa pun, untuk meneruskan kepada mereka yang terbaik dari diri mereka sendiri ". 111Dalam menjalankan misi mereka "para wanita heroik ini tidak selalu menemukan dukungan di dunia sekitar mereka. Sebaliknya, model budaya yang sering dipromosikan dan disiarkan oleh media tidak mendorong peran sebagai ibu. Atas nama kemajuan dan modernitas, nilai-nilai kesetiaan , kesucian, pengorbanan, dimana sejumlah istri dan ibu Kristen telah melahirkan dan terus memberikan kesaksian yang luar biasa, disajikan sebagai usang ... Kami berterima kasih, ibu-ibu yang heroik, atas cinta Anda yang tak terkira! Kami berterima kasih atas kepercayaan Anda yang berani kepada Tuhan dan dalam cintanya. Kami berterima kasih atas pengorbanan hidup Anda ... Dalam Misteri Paskah, Kristus mengembalikan kepada Anda hadiah yang Anda berikan kepadanya. Sungguh, ia memiliki kekuatan untuk memberi Anda kembali kehidupan yang Anda berikan kepadanya sebagai persembahan". 112
"Apa untungnya, saudara-saudaraku, jika seseorang mengatakan dia memiliki iman tetapi tidak berhasil?" (Yak 2:14): melayani Injil kehidupan 
87. Berdasarkan pembagian kami dalam misi kerajaan Kristus, dukungan dan promosi kehidupan manusia kita harus dicapai melalui pelayanan amal, yang menemukan ekspresi dalam kesaksian pribadi, berbagai bentuk pekerjaan sukarela, kegiatan sosial dan komitmen politik. Ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak pada saat ini, ketika "budaya kematian" begitu kuat menentang "budaya kehidupan" dan sering kali tampaknya lebih unggul. Tetapi bahkan sebelum itu adalah kebutuhan yang muncul dari "iman yang bekerja melalui cinta" (Gal 5: 6). Seperti yang diperingatkan oleh Surat Yakobus kepada kita: "Apa untungnya, saudara-saudaraku, jika seorang pria mengatakan dia memiliki iman tetapi tidak berhasil? Dapatkah imannya menyelamatkannya? Jika seorang saudara lelaki atau perempuan tidak berpakaian dengan baik dan kekurangan makanan sehari-hari , dan salah satu dari Anda berkata kepada mereka, "Pergi dengan damai, dihangatkan dan penuhi ', tanpa memberi mereka apa yang dibutuhkan tubuh, apa untungnya? Jadi iman dengan sendirinya, jika tidak memiliki perbuatan, adalah mati "(2: 14-17).
Dalam pelayanan amal kita, kita harus diilhami dan dibedakan oleh sikap tertentu: kita harus memperhatikan orang lain sebagai pribadi yang kepadanya Allah membuat kita bertanggung jawab. Sebagai murid Yesus, kita dipanggil untuk menjadi tetangga bagi semua orang (lih. Luk 10: 29-37), dan untuk menunjukkan bantuan khusus kepada mereka yang paling miskin, paling sendirian dan paling membutuhkan. Dalam membantu yang lapar, yang haus, orang asing, yang telanjang, yang sakit, yang dipenjara - serta anak dalam kandungan dan orang tua yang menderita atau hampir mati - kita memiliki kesempatan untuk melayani Yesus. Dia sendiri berkata, "Ketika kamu melakukannya kepada salah seorang dari saudara-saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untukku" (Mat 25:40). Karena itu kita tidak bisa tidak merasa terpanggil untuk bertanggung jawab dan dihakimi oleh kata-kata Santo Yohanes Chrysostom yang selalu relevan: "Apakah Anda ingin menghormati tubuh Kristus? Jangan abaikan ketika Anda menemukannya telanjang.113
Di mana kehidupan terlibat, pelayanan amal harus sangat konsisten. Ia tidak dapat mentolerir bias dan diskriminasi, karena kehidupan manusia itu suci dan tidak dapat diganggu gugat pada setiap tahap dan dalam setiap situasi; itu adalah barang yang tak terpisahkan. Kita perlu "menunjukkan perhatian" untuk semua kehidupan dan untuk kehidupan semua orang. Memang, pada tingkat yang lebih dalam lagi, kita harus pergi ke akar kehidupan dan cinta.
Adalah cinta yang mendalam ini bagi setiap pria dan wanita yang telah melahirkan berabad-abad hingga sejarah amal yang luar biasa, sebuah sejarah yang telah mewujud dalam Gereja dan masyarakat berbagai bentuk pelayanan terhadap kehidupan yang membangkitkan kekaguman dari semua pengamat yang tidak memihak. Setiap komunitas Kristen, dengan rasa tanggung jawab yang diperbarui, harus terus menulis sejarah ini melalui berbagai jenis kegiatan pastoral dan sosial. Untuk tujuan ini, program dukungan yang tepat dan efektif untuk kehidupan baru harus dilaksanakan, dengan kedekatan khusus dengan ibu yang, bahkan tanpa bantuan ayah, tidak takut untuk membawa anak mereka ke dunia dan membesarkannya. Perhatian yang sama harus diperlihatkan untuk kehidupan orang yang terpinggirkan atau menderita, terutama dalam fase terakhirnya. 
88. Semua ini melibatkan pekerjaan pendidikan yang sabar dan tak kenal takut yang bertujuan mendorong satu dan semua untuk menanggung beban satu sama lain (lih. Gal 6: 2). Ini membutuhkan promosi panggilan untuk melayani secara terus-menerus, khususnya di kalangan kaum muda. Ini melibatkan implementasi proyek-proyek praktis jangka panjang dan inisiatif yang diilhami oleh Injil.
Banyak cara untuk mencapai tujuan ini yang perlu dikembangkan dengan keterampilan dan komitmen serius. Pada tahap pertama kehidupan, pusat-pusat metode alami untuk mengatur kesuburan harus dipromosikan sebagai bantuan yang berharga untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab, di mana semua individu, dan di tempat pertama anak, diakui dan dihormati dalam hak mereka sendiri, dan di mana setiap keputusan dipandu oleh cita-cita hadiah diri yang tulus. Perkawinan dan agen konseling keluarga dengan pekerjaan khusus mereka sebagai pembimbing dan pencegahan, dilakukan sesuai dengan antropologi yang konsisten dengan visi Kristen tentang seseorang, pasangan dan seksualitas, juga menawarkan bantuan yang berharga dalam menemukan kembali makna cinta dan kehidupan, dan dalam mendukung dan menemani setiap keluarga dalam misinya sebagai "tempat perlindungan kehidupan". Kehidupan bayi baru lahir juga dilayani oleh pusat-pusat bantuan dan rumah-rumah atau pusat-pusat di mana kehidupan baru menerima sambutan. Berkat kerja dari pusat-pusat seperti itu, banyak ibu dan pasangan yang belum menikah dalam kesulitan menemukan harapan baru dan menemukan bantuan dan dukungan dalam mengatasi kesulitan dan ketakutan menerima kehidupan yang baru dikandung atau kehidupan yang baru saja datang ke dunia.
Ketika hidup ditantang oleh kondisi kesulitan, ketidakmampuan menyesuaikan diri, sakit atau penolakan, program-program lain - seperti komunitas untuk mengobati kecanduan narkoba, komunitas perumahan untuk anak di bawah umur atau pusat kesehatan mental, pusat perawatan dan pertolongan untuk pasien AIDS, asosiasi solidaritas terutama terhadap penyandang cacat -adalah ekspresi yang fasih dari apa yang dapat dirancang oleh badan amal untuk memberi setiap orang alasan baru untuk harapan dan kemungkinan praktis untuk hidup.
And when earthly existence draws to a close, it is again charity which finds the most appropriate means for enabling the elderly, especially those who can no longer look after themselves, and the terminally ill to enjoy genuinely humane assistance and to receive an adequate response to their needs, in particular their anxiety and their loneliness. In these cases the role of families is indispensable; yet families can receive much help from social welfare agencies and, if necessary, from recourse to palliative care, taking advantage of suitable medical and social services available in public institutions or in the home.
In particular, the role of hospitals, clinics and convalescent homes needs to be reconsidered. These should not merely be institutions where care is provided for the sick or the dying. Above all they should be places where suffering, pain and death are acknowledged and understood in their human and specifically Christian meaning. This must be especially evident and effective in institutes staffed by Religious or in any way connected with the Church. 
89. Agencies and centres of service to life, and all other initiatives of support and solidarity which circumstances may from time to time suggest, need to be directed by people who are generous in their involvement and fully aware of the importance of the Gospel of life for the good of individuals and society.
A unique responsibility belongs to health-care personnel: doctors, pharmacists, nurses, chaplains, men and women religious, administrators and volunteers. Their profession calls for them to be guardians and servants of human life. In today's cultural and social context, in which science and the practice of medicine risk losing sight of their inherent ethical dimension, health-care professionals can be strongly tempted at times to become manipulators of life, or even agents of death. In the face of this temptation their responsibility today is greatly increased. Its deepest inspiration and strongest support lie in the intrinsic and undeniable ethical dimension of the health-care profession, something already recognized by the ancient and still relevant Hippocratic Oath, which requires every doctor to commit himself to absolute respect for human life and its sacredness.
Absolute respect for every innocent human life also requires the exercise of conscientious objection in relation to procured abortion and euthanasia. "Causing death" can never be considered a form of medical treatment, even when the intention is solely to comply with the patient's request. Rather, it runs completely counter to the health- care profession, which is meant to be an impassioned and unflinching affirmation of life. Bio- medical research too, a field which promises great benefits for humanity, must always reject experimentation, research or applications which disregard the inviolable dignity of the human being, and thus cease to be at the service of people and become instead means which, under the guise of helping people, actually harm them. 
90. Volunteer workers have a specific role to play: they make a valuable contribution to the service of life when they combine professional ability and generous, selfless love. The Gospel of life inspires them to lift their feelings of good will towards others to the heights of Christ's charity; to renew every day, amid hard work and weariness, their awareness of the dignity of every person; to search out people's needs and, when necessary, to set out on new paths where needs are greater but care and support weaker.
If charity is to be realistic and effective, it demands that the Gospel of life be implemented also by means of certain forms of social activity and commitment in the political field, as a way of defending and promoting the value of life in our ever more complex and pluralistic societies. Individuals, families, groups and associations, albeit for different reasons and in different ways, all have a responsibility for shaping society and developing cultural, economic, political and legislative projects which, with respect for all and in keeping with democratic principles, will contribute to the building of a society in which the dignity of each person is recognized and protected and the lives of all are defended and enhanced.
This task is the particular responsibility of civil leaders. Called to serve the people and the common good, they have a duty to make courageous choices in support of life, especially through legislative measures. In a democratic system, where laws and decisions are made on the basis of the consensus of many, the sense of personal responsibility in the consciences of individuals invested with authority may be weakened. But no one can ever renounce this responsibility, especially when he or she has a legislative or decision-making mandate, which calls that person to answer to God, to his or her own conscience and to the whole of society for choices which may be contrary to the common good. Although laws are not the only means of protecting human life, nevertheless they do play a very important and sometimes decisive role in influencing patterns of thought and behaviour. I repeat once more that a law which violates an innocent person's natural right to life is unjust and, as such, is not valid as a law. For this reason I urgently appeal once more to all political leaders not to pass laws which, by disregarding the dignity of the person, undermine the very fabric of society.
The Church well knows that it is difficult to mount an effective legal defence of life in pluralistic democracies, because of the presence of strong cultural currents with differing outlooks. At the same time, certain that moral truth cannot fail to make its presence deeply felt in every conscience, the Church encourages political leaders, starting with those who are Christians, not to give in, but to make those choices which, taking into account what is realistically attainable, will lead to the re- establishment of a just order in the defence and promotion of the value of life. Here it must be noted that it is not enough to remove unjust laws. The underlying causes of attacks on life have to be eliminated, especially by ensuring proper support for families and motherhood. A family policy must be the basis and driving force of all social policies. For this reason there need to be set in place social and political initiatives capable of guaranteeing conditions of true freedom of choice in matters of parenthood. It is also necessary to rethink labour, urban, residential and social service policies so as to harmonize working schedules with time available for the family, so that it becomes effectively possible to take care of children and the elderly. 
91. Today an important part of policies which favour life is the issue of population growth. Certainly public authorities have a responsibility to "intervene to orient the demography of the population".114 But such interventions must always take into account and respect the primary and inalienable responsibility of married couples and families, and cannot employ methods which fail to respect the person and fundamental human rights, beginning with the right to life of every innocent human being. It is therefore morally unacceptable to encourage, let alone impose, the use of methods such as contraception, sterilization and abortion in order to regulate births. The ways of solving the population problem are quite different. Governments and the various international agencies must above all strive to create economic, social, public health and cultural conditions which will enable married couples to make their choices about procreation in full freedom and with genuine responsibility. They must then make efforts to ensure "greater opportunities and a fairer distribution of wealth so that everyone can share equitably in the goods of creation. Solutions must be sought on the global level by establishing a true economy of communion and sharing of goods, in both the national and international order".115 This is the only way to respect the dignity of persons and families, as well as the authentic cultural patrimony of peoples.
Service of the Gospel of life is thus an immense and complex task. This service increasingly appears as a valuable and fruitful area for positive cooperation with our brothers and sisters of other Churches and ecclesial communities, in accordance with the practical ecumenism which the Second Vatican Council authoritatively encouraged. 116 It also appears as a providential area for dialogue and joint efforts with the followers of other religions and with all people of good will. No single person or group has a monopoly on the defence and promotion of life. These are everyone's task and responsibility. On the eve of the Third Millennium, the challenge facing us is an arduous one: only the concerted efforts of all those who believe in the value of life can prevent a setback of unforeseeable consequences for civilization.
"Your children will be like olive shoots around your table" (Ps 128:3): the family as the "sanctuary of life" 
92. Within the "people of life and the people for life", the family has a decisive responsibility. This responsibility flows from its very nature as a community of life and love, founded upon marriage, and from its mission to "guard, reveal and communicate love".117 Here it is a matter of God's own love, of which parents are co-workers and as it were interpreters when they transmit life and raise it according to his fatherly plan. 118 This is the love that becomes selflessness, receptiveness and gift. Within the family each member is accepted, respected and honoured precisely because he or she is a person; and if any family member is in greater need, the care which he or she receives is all the more intense and attentive.
The family has a special role to play throughout the life of its members, from birth to death. It is truly "the sanctuary of life: the place in which life-the gift of God-can be properly welcomed and protected against the many attacks to which it is exposed, and can develop in accordance with what constitutes authentic human growth".119 Consequently the role of the family in building a culture of life is decisive and irreplaceable.
As the domestic church, the family is summoned to proclaim, celebrate and serve the Gospel of life. This is a responsibility which first concerns married couples, called to be givers of life, on the basis of an ever greater awareness of the meaning of procreation as a unique event which clearly reveals that human life is a gift received in order then to be given as a gift. In giving origin to a new life, parents recognize that the child, "as the fruit of their mutual gift of love, is, in turn, a gift for both of them, a gift which flows from them".120
Terutama dalam membesarkan anak-anak bahwa keluarga memenuhi misinya untuk memberitakan Injil kehidupan. Melalui kata dan contoh, dalam putaran hubungan dan pilihan sehari-hari, dan melalui tindakan dan tanda yang konkret, orang tua membimbing anak-anak mereka ke kebebasan yang otentik, diaktualisasikan dalam karunia diri yang tulus, dan mereka memupuk dalam diri mereka menghargai orang lain, rasa keadilan , keterbukaan yang ramah, dialog, layanan yang murah hati, solidaritas, dan semua nilai lain yang membantu orang menjalani kehidupan sebagai hadiah. Dalam membesarkan anak-anak, orang tua Kristen harus memperhatikan iman anak-anak mereka dan membantu mereka memenuhi panggilan yang telah diberikan Allah kepada mereka. Misi orang tua sebagai pendidik juga mencakup mengajar dan memberi anak-anak mereka contoh tentang arti sebenarnya dari penderitaan dan kematian. 
93. Keluarga merayakan Injil kehidupan melalui doa harian, baik doa individu dan doa keluarga. Keluarga berdoa untuk memuliakan dan mengucap syukur kepada Tuhan atas karunia kehidupan, dan memohon cahaya dan kekuatannya untuk menghadapi masa-masa sulit dan penderitaan tanpa kehilangan harapan. Tetapi perayaan yang memberi makna pada setiap bentuk doa dan penyembahan lainnya ditemukan dalam kehidupan sehari-hari keluarga yang sebenarnya bersama, jika itu adalah kehidupan cinta dan pemberian diri.
Perayaan ini dengan demikian menjadi pelayanan bagi Injil kehidupan, diekspresikan melalui solidaritas seperti yang dialami di dalam dan di sekitar keluarga dalam bentuk kepedulian, perhatian, dan kasih sayang yang ditunjukkan dalam peristiwa sederhana dan sederhana setiap hari. Ekspresi solidaritas yang signifikan antara keluarga adalah kesediaan untuk mengadopsi atau menerima anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka atau dalam situasi kesulitan yang serius. Cinta orangtua yang sejati siap untuk melampaui ikatan daging dan darah untuk menerima anak-anak dari keluarga lain, menawarkan apa pun yang diperlukan untuk kesejahteraan dan perkembangan penuh mereka. Di antara berbagai bentuk adopsi, pertimbangan harus diberikan pada adopsi pada jarak, lebih disukai dalam kasus-kasus di mana satu-satunya alasan untuk melepaskan anak adalah kemiskinan ekstrem dari keluarga anak. Melalui jenis adopsi ini,
Sebagai "tekad yang kuat dan tekun untuk berkomitmen pada kebaikan bersama", 121 solidaritas juga perlu dipraktikkan melalui partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik. Dengan demikian, melayani Injil kehidupan berarti bahwa keluarga, khususnya melalui keanggotaannya dalam asosiasi keluarga, bekerja untuk memastikan bahwa hukum dan institusi Negara sama sekali tidak melanggar hak untuk hidup, dari konsepsi hingga kematian alami, melainkan melindungi dan mempromosikan saya t. 
94. Perhatian khusus harus diberikan kepada orang tua. Sementara di beberapa budaya, orang tua tetap menjadi bagian dari keluarga dengan peran penting dan aktif, sedangkan yang lain orang tua dianggap sebagai beban yang tidak berguna dan dibiarkan sendiri. Di sini godaan untuk menggunakan eutanasia dapat lebih mudah timbul.
Mengabaikan orang tua atau penolakan langsung mereka tidak bisa ditoleransi. Kehadiran mereka dalam keluarga, atau setidaknya kedekatan mereka dengan keluarga dalam kasus-kasus di mana ruang hidup yang terbatas atau alasan lain membuat ini tidak mungkin, adalah sangat penting dalam menciptakan iklim interaksi timbal balik dan memperkaya komunikasi antara berbagai kelompok umur. Karena itu penting untuk melestarikan, atau membangun kembali di mana ia telah hilang, semacam "perjanjian" antara generasi. Dengan cara ini orang tua, di tahun-tahun terakhirnya, dapat menerima dari anak-anak mereka penerimaan dan solidaritas yang mereka sendiri berikan kepada anak-anak mereka ketika mereka membawa mereka ke dunia. Ini diperlukan dengan kepatuhan pada perintah ilahi untuk menghormati ayah dan ibu seseorang (lih. Kel 20:12; Im 19: 3). Tetapi masih ada lagi. Lansia tidak hanya dianggap sebagai objek perhatian, kedekatan, dan layanan kami. Mereka sendiri memiliki kontribusi yang berharga untuk diberikan kepada Injil kehidupan. Berkat kekayaan pengalaman yang mereka peroleh selama bertahun-tahun, para lansia dapat dan harus menjadi sumber kebijaksanaan dan saksi harapan dan cinta.
Meskipun benar bahwa "masa depan umat manusia melewati keluarga", 122 harus diakui bahwa kondisi sosial, ekonomi dan budaya modern membuat tugas keluarga untuk melayani kehidupan lebih sulit dan menuntut. Untuk memenuhi panggilannya sebagai "tempat perlindungan kehidupan", sebagai sel masyarakat yang mencintai dan menyambut kehidupan, keluarga sangat perlu dibantu dan didukung. Masyarakat dan Negara harus menjamin semua dukungan, termasuk dukungan ekonomi, yang dibutuhkan keluarga untuk memenuhi masalah mereka dengan cara yang benar-benar manusiawi. Untuk bagiannya, Gereja harus tanpa lelah mempromosikan rencana perawatan pastoral untuk keluarga, yang mampu membuat setiap keluarga menemukan kembali dan hidup dengan sukacita dan keberanian misinya untuk memajukan Injil kehidupan.
"Berjalanlah seperti anak-anak terang" (Ef 5: 8): menghasilkan transformasi budaya 
95. "Berjalanlah seperti anak-anak terang ... dan cobalah untuk belajar apa yang menyenangkan hati Tuhan. Jangan ambil bagian dalam pekerjaan kegelapan yang tidak berbuah" (Ef 5: 8, 10-11). Dalam konteks sosial kita saat ini, yang ditandai oleh perjuangan dramatis antara "budaya kehidupan" dan "budaya kematian", ada kebutuhan untuk mengembangkan rasa kritis yang mendalam, yang mampu membedakan nilai-nilai sejati dan kebutuhan otentik.
Apa yang secara mendesak disebut adalah mobilisasi umum hati nurani dan upaya etis terpadu untuk mengaktifkan kampanye hebat dalam mendukung kehidupan. Bersama-sama, kita harus membangun budaya kehidupan baru: baru, karena ia akan mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memengaruhi kehidupan manusia; baru, karena itu akan diadopsi dengan keyakinan yang lebih dalam dan lebih dinamis oleh semua orang Kristen; baru, karena akan mampu mewujudkan dialog budaya yang serius dan berani di antara semua pihak. Sementara kebutuhan mendesak untuk transformasi budaya seperti itu terkait dengan situasi historis saat ini, itu juga berakar pada misi evangelisasi Gereja. Sebenarnya, tujuan Injil adalah "untuk mengubah manusia dari dalam dan menjadikannya baru". 123Seperti ragi yang mencemari seluruh ukuran adonan (bdk Mat 13:33), Injil dimaksudkan untuk menyerap semua budaya dan memberi mereka kehidupan dari dalam, 124 sehingga mereka dapat mengekspresikan kebenaran tentang pribadi manusia dan tentang manusia kehidupan.
We need to begin with the renewal of a culture of life within Christian communities themselves. Too often it happens that believers, even those who take an active part in the life of the Church, end up by separating their Christian faith from its ethical requirements concerning life, and thus fall into moral subjectivism and certain objectionable ways of acting. With great openness and courage, we need to question how widespread is the culture of life today among individual Christians, families, groups and communities in our Dioceses. With equal clarity and determination we must identify the steps we are called to take in order to serve life in all its truth. At the same time, we need to promote a serious and in-depth exchange about basic issues of human life with everyone, including non-believers, in intellectual circles, in the various professional spheres and at the level of people's everyday life. 
96. Langkah pertama dan mendasar menuju transformasi budaya ini adalah membentuk nurani sehubungan dengan nilai yang tak tertandingi dan tidak dapat diganggu gugat dari setiap kehidupan manusia. Sangatlah penting untuk membangun kembali hubungan penting antara kehidupan dan kebebasan. Ini adalah barang yang tidak terpisahkan: di mana satu dilanggar, yang lain juga akhirnya dilanggar. Tidak ada kebebasan sejati di mana kehidupan tidak disambut dan dicintai; dan tidak ada kepenuhan hidup kecuali dalam kebebasan. Kedua realitas itu memiliki sesuatu yang inheren dan spesifik yang menghubungkan mereka secara tak terpisahkan: panggilan untuk mencintai. Cinta, sebagai hadiah tulus diri, 125 adalah apa yang memberi kehidupan dan kebebasan orang arti paling benar mereka.
Yang tidak kalah penting dalam pembentukan hati nurani adalah pemulihan hubungan yang diperlukan antara kebebasan dan kebenaran. Seperti yang sering saya katakan, ketika kebebasan terlepas dari kebenaran obyektif, menjadi tidak mungkin untuk menetapkan hak-hak pribadi dengan dasar rasional yang kuat; dan tanah diletakkan bagi masyarakat untuk berada di bawah kekuasaan kehendak individu yang tidak terkendali atau totaliterianisme opresif dari otoritas publik. 126
Karena itu penting bahwa manusia harus mengakui kondisinya yang melekat sebagai makhluk yang kepadanya Allah telah menganugerahkan keberadaan dan kehidupan sebagai hadiah dan kewajiban. Hanya dengan mengakui ketergantungan bawaannya, manusia dapat hidup dan menggunakan kebebasannya sepenuhnya, dan pada saat yang sama menghargai kehidupan dan kebebasan setiap orang. Di sini khususnya orang melihat bahwa "di jantung setiap budaya terletak sikap yang diambil manusia terhadap misteri terbesar: misteri Allah". 127 Dimana Allah ditolak dan orang hidup seolah-olah dia tidak ada, atau perintah-Nya tidak diperhitungkan, martabat pribadi manusia dan tidak dapat diganggu gugat kehidupan manusia juga berakhir ditolak atau dikompromikan. 
97. Berhubungan erat dengan pembentukan hati nurani adalah karya pendidikan, yang membantu individu menjadi lebih manusiawi, menuntun mereka semakin sepenuhnya pada kebenaran, menanamkan rasa hormat pada mereka terhadap kehidupan, dan melatih mereka dalam hubungan interpersonal yang benar.
Secara khusus, ada kebutuhan untuk pendidikan tentang nilai kehidupan dari asalnya. Adalah sebuah ilusi untuk berpikir bahwa kita dapat membangun budaya sejati kehidupan manusia jika kita tidak membantu kaum muda untuk menerima dan mengalami seksualitas dan cinta dan seluruh kehidupan sesuai dengan makna sejati mereka dan dalam interkoneksi mereka yang erat. Seksualitas, yang memperkaya seluruh pribadi, "memanifestasikan makna terdalamnya dalam mengarahkan orang itu kepada hadiah diri dalam cinta". 128Trivialisasi seksualitas adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan penghinaan terhadap kehidupan baru. Hanya cinta sejati yang mampu melindungi kehidupan. Tidak ada yang bisa menghindari kewajiban untuk menawarkan, terutama untuk remaja dan dewasa muda, pendidikan otentik dalam seksualitas dan cinta, sebuah pendidikan yang melibatkan pelatihan kesucian sebagai suatu kebajikan yang menumbuhkan kedewasaan pribadi dan membuat seseorang mampu menghargai "pasangan" arti tubuh.
Pekerjaan mendidik dalam pelayanan kehidupan melibatkan pelatihan pasangan menikah dalam prokreasi yang bertanggung jawab. Dalam arti sebenarnya, prokreasi yang bertanggung jawab menuntut pasangan untuk patuh pada panggilan Tuhan dan bertindak sebagai penafsir setia rencananya. Ini terjadi ketika keluarga dengan murah hati terbuka untuk kehidupan baru, dan ketika pasangan mempertahankan sikap keterbukaan dan pelayanan terhadap kehidupan, bahkan jika, karena alasan serius dan sehubungan dengan hukum moral, mereka memilih untuk menghindari kelahiran baru untuk sementara waktu. atau tanpa batas. Hukum moral mewajibkan mereka dalam setiap kasus untuk mengendalikan dorongan naluri dan hasrat, dan untuk menghormati hukum biologis yang tertulis dalam diri mereka. Justru penghormatan inilah yang membuat sah, demi pelayanan prokreasi yang bertanggung jawab, penggunaan metode alami untuk mengatur kesuburan. Dari sudut pandang ilmiah, metode ini menjadi lebih dan lebih akurat dan memungkinkan dalam praktiknya untuk membuat pilihan selaras dengan nilai-nilai moral. Penilaian yang jujur ​​atas keefektifannya harus menghilangkan prasangka tertentu yang masih dipegang secara luas, dan harus meyakinkan pasangan yang sudah menikah, serta pekerja kesehatan dan pekerja sosial, tentang pentingnya pelatihan yang tepat di bidang ini. Gereja berterima kasih kepada mereka yang, dengan pengorbanan pribadi dan sering kali pengabdian yang tidak diakui, mengabdikan diri mereka untuk mempelajari dan menyebarkan metode-metode ini, juga untuk promosi pendidikan dalam nilai-nilai moral yang mereka perkirakan. Penilaian jujur ​​atas keefektifan mereka harus menghilangkan prasangka tertentu yang masih dipegang secara luas, dan harus meyakinkan pasangan yang sudah menikah, serta pekerja kesehatan dan pekerja sosial, tentang pentingnya pelatihan yang tepat di bidang ini. Gereja berterima kasih kepada mereka yang, dengan pengorbanan pribadi dan sering kali pengabdian yang tidak diakui, mengabdikan diri mereka untuk mempelajari dan menyebarkan metode-metode ini, juga untuk promosi pendidikan dalam nilai-nilai moral yang mereka perkirakan. Penilaian yang jujur ​​atas keefektifannya harus menghilangkan prasangka tertentu yang masih dipegang secara luas, dan harus meyakinkan pasangan yang sudah menikah, serta pekerja kesehatan dan pekerja sosial, tentang pentingnya pelatihan yang tepat di bidang ini. Gereja berterima kasih kepada mereka yang, dengan pengorbanan pribadi dan sering kali pengabdian yang tidak diakui, mengabdikan diri mereka untuk mempelajari dan menyebarkan metode-metode ini, juga untuk promosi pendidikan dalam nilai-nilai moral yang mereka perkirakan.
Pekerjaan pendidikan tidak dapat menghindari pertimbangan penderitaan dan kematian. Ini adalah bagian dari keberadaan manusia, dan itu sia-sia, tidak untuk menyesatkan, untuk mencoba menyembunyikannya atau mengabaikannya. Sebaliknya, orang harus dibantu untuk memahami misteri mendalam mereka dalam semua kenyataan pahitnya. Bahkan rasa sakit dan penderitaan memiliki makna dan nilai ketika mereka mengalami dalam hubungan erat dengan cinta yang diterima dan diberikan. Dalam hal ini, saya telah menyerukan perayaan tahunan Hari Orang Sakit Sedunia, dengan menekankan "sifat menyelamatkan dari persembahan penderitaan yang, yang dialami dalam persekutuan dengan Kristus, adalah hakikat dari Penebusan". 129Kematian itu sendiri hanyalah peristiwa tanpa harapan. Itu adalah pintu yang terbuka lebar pada kekekalan dan, bagi mereka yang hidup di dalam Kristus, sebuah pengalaman partisipasi dalam misteri Kematian dan Kebangkitan-Nya. 
98. Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa perubahan budaya yang kita menyerukan tuntutan dari semua orang keberanian untuk mengadopsi gaya hidup baru, yang terdiri dari membuat pilihan praktis - pada tingkat pribadi, keluarga, sosial dan internasional - pada dasar skala nilai yang benar: keutamaan karena memiliki yang berlebihan, 130 orang atas hal-hal. 131 Gaya hidup yang diperbarui ini melibatkan perpindahan dari ketidakpedulian menjadi perhatian terhadap orang lain, dari penolakan hingga penerimaan mereka. Orang lain bukanlah lawan dari siapa kita harus membela diri, tetapi saudara dan saudari yang harus didukung. Mereka harus dicintai karena kepentingan mereka sendiri, dan mereka memperkaya kita dengan kehadiran mereka.
Dalam mobilisasi untuk budaya kehidupan baru ini, tidak seorang pun harus merasa dikucilkan: setiap orang memiliki peran penting untuk dimainkan. Bersama dengan keluarga, guru dan pendidik memiliki kontribusi yang sangat berharga untuk diberikan. Banyak yang akan bergantung pada mereka jika anak-anak muda, yang terlatih dalam kebebasan sejati, harus mampu menjaga diri mereka sendiri dan membuat orang lain tahu akan cita-cita kehidupan yang baru dan otentik, dan jika mereka ingin tumbuh dalam penghormatan dan pelayanan kepada setiap orang, di keluarga dan di masyarakat.
Intelektual juga dapat berbuat banyak untuk membangun budaya baru kehidupan manusia. Tugas khusus jatuh pada para intelektual Katolik, yang dipanggil untuk hadir dan aktif di pusat-pusat terkemuka di mana budaya terbentuk, di sekolah-sekolah dan universitas, di tempat-tempat penelitian ilmiah dan teknologi, kreativitas artistik dan studi tentang manusia. Membiarkan bakat dan aktivitas mereka dipelihara oleh kekuatan hidup Injil, mereka harus menempatkan diri mereka pada pelayanan budaya kehidupan baru dengan menawarkan kontribusi yang serius dan terdokumentasi dengan baik, yang mampu menuntut rasa hormat dan minat umum dengan alasan prestasi mereka. . Justru untuk tujuan inilah saya mendirikan Lembaga Kepausan untuk Kehidupan, menugaskannya tugas "132 Sumbangan khusus juga harus berasal dari Universitas, khususnya dari Universitas Katolik, dan dari Pusat, Institut dan Komite Bioetika.
Tanggung jawab yang penting dan serius adalah milik mereka yang terlibat dalam media massa, yang dipanggil untuk memastikan bahwa pesan yang mereka sampaikan secara efektif akan mendukung budaya kehidupan. Mereka perlu menghadirkan model-model kehidupan yang mulia dan memberi ruang bagi contoh-contoh cinta orang yang positif dan terkadang heroik terhadap orang lain. Dengan rasa hormat yang besar, mereka juga harus menyajikan nilai-nilai positif dari seksualitas dan cinta manusia, dan tidak menuntut apa yang mencemarkan dan mengurangi martabat manusia. Dalam interpretasi mereka terhadap hal-hal, mereka harus menahan diri dari menekankan apa pun yang menunjukkan atau menumbuhkan perasaan atau sikap acuh tak acuh, penghinaan atau penolakan dalam kaitannya dengan kehidupan. Dengan kepedulian yang seksama terhadap kebenaran faktual, mereka dipanggil untuk menggabungkan kebebasan informasi dengan menghormati setiap orang dan rasa kemanusiaan yang mendalam. 
99. Dalam mentransformasi budaya sehingga mendukung kehidupan, perempuan menempati tempat, dalam pemikiran dan tindakan, yang unik dan menentukan. Tergantung pada mereka untuk mempromosikan "feminisme baru" yang menolak godaan meniru model "dominasi laki-laki", untuk mengakui dan menegaskan kejeniusan sejati wanita dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, dan mengatasi semua diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi.
Membuat sendiri kata-kata dari pesan penutup dari Konsili Vatikan II, saya berbicara kepada para wanita seruan mendesak ini: "Rekonsiliasi orang-orang dengan kehidupan". 133Anda dipanggil untuk memberikan kesaksian tentang makna cinta sejati, tentang karunia diri dan penerimaan orang lain yang hadir secara khusus dalam hubungan suami-istri, tetapi yang seharusnya juga menjadi jantung setiap hubungan interpersonal lainnya. Pengalaman menjadi ibu membuat Anda benar-benar sadar akan orang lain dan, pada saat yang sama, memberi Anda tugas khusus: "Keibuan melibatkan persekutuan khusus dengan misteri kehidupan, sebagaimana berkembang di dalam rahim wanita ... Keunikan ini kontak dengan manusia baru yang berkembang di dalam dirinya memunculkan sikap terhadap manusia tidak hanya terhadap anaknya sendiri, tetapi setiap manusia, yang secara mendalam menandai kepribadian wanita itu ". 134Seorang ibu menyambut dan membawa dalam dirinya sendiri manusia lain, memungkinkannya tumbuh di dalam dirinya, memberinya ruang, menghargainya dalam keberbedaannya. Wanita pertama-tama belajar dan kemudian mengajar orang lain bahwa hubungan manusia itu asli jika mereka terbuka untuk menerima orang lain: seseorang yang diakui dan dicintai karena martabat yang berasal dari menjadi seseorang dan bukan dari pertimbangan lain, seperti kegunaan, kekuatan , kecerdasan, kecantikan atau kesehatan. Ini adalah kontribusi mendasar yang diharapkan Gereja dan kemanusiaan dari wanita. Dan itu adalah prasyarat yang sangat diperlukan untuk perubahan budaya yang otentik.
Sekarang saya ingin mengucapkan kata khusus kepada wanita yang telah melakukan aborsi. Gereja menyadari banyak faktor yang mungkin memengaruhi keputusan Anda, dan dia tidak meragukan bahwa dalam banyak kasus itu adalah keputusan yang menyakitkan dan bahkan menghancurkan. Luka di hatimu mungkin belum sembuh. Tentu saja apa yang terjadi adalah dan tetap sangat salah. Tapi jangan menyerah pada keputusasaan dan jangan kehilangan harapan. Cobalah untuk lebih memahami apa yang terjadi dan menghadapinya dengan jujur. Jika Anda belum melakukannya, serahkan diri Anda dengan kerendahan hati dan kepercayaan untuk bertobat. Bapa yang penuh belas kasihan siap memberi Anda pengampunan dan kedamaiannya dalam Sakramen Rekonsiliasi. Untuk Bapa yang sama dan rahmatnya, Anda dapat dengan yakin berharap mempercayakan anak Anda. Dengan bantuan dan nasihat dari orang lain yang ramah dan ahli, dan sebagai hasil dari pengalaman menyakitkan Anda sendiri, Anda bisa menjadi salah satu pembela yang paling fasih dari hak setiap orang untuk hidup. Melalui komitmen Anda terhadap kehidupan, apakah dengan menerima kelahiran anak-anak lain atau dengan menyambut dan merawat mereka yang paling membutuhkan seseorang yang dekat dengan mereka, Anda akan menjadi promotor cara baru dalam memandang kehidupan manusia. 
100. Dalam upaya besar ini untuk menciptakan budaya kehidupan baru, kita terinspirasi dan didukung oleh keyakinan yang datang dari pengetahuan bahwa Injil kehidupan, seperti Kerajaan Allah sendiri, sedang tumbuh dan menghasilkan buah berlimpah (lih. Mrk 4: 26-29). Tentu saja ada perbedaan besar antara sumber daya yang kuat yang tersedia bagi pasukan yang mempromosikan "budaya kematian" dan cara yang tersedia bagi mereka yang bekerja untuk "budaya kehidupan dan cinta". Tetapi kita tahu bahwa kita dapat mengandalkan bantuan Allah, yang bagi mereka tidak ada yang mustahil (lih. Mat 19:26).
Diisi dengan pasti ini, dan digerakkan oleh keprihatinan mendalam bagi nasib setiap pria dan wanita, saya ulangi apa yang saya katakan kepada keluarga-keluarga yang melaksanakan misi menantang mereka di tengah begitu banyak kesulitan: 135doa besar untuk kehidupan sangat dibutuhkan, doa yang akan muncul di seluruh dunia. Melalui inisiatif khusus dan dalam doa sehari-hari, semoga permohonan yang berapi-api muncul kepada Allah, Pencipta dan pencinta kehidupan, dari setiap komunitas Kristen, dari setiap kelompok dan pergaulan, dari setiap keluarga dan dari hati setiap orang percaya. Yesus sendiri telah menunjukkan kepada kita melalui teladannya sendiri bahwa doa dan puasa adalah senjata pertama dan paling efektif untuk melawan kekuatan jahat (lih. Mat 4: 1-11). Saat ia mengajar murid-muridnya, beberapa setan tidak dapat diusir kecuali dengan cara ini (lih. Mrk 9:29). Karena itu, mari kita temukan lagi kerendahan hati dan keberanian untuk berdoa dan berpuasa sehingga kekuatan dari tempat tinggi akan meruntuhkan tembok kebohongan dan tipu daya: tembok yang menutupi dari pandangan begitu banyak saudara dan saudari kita tentang kejahatan praktik dan hukum yang memusuhi kehidupan. Semoga kekuatan yang sama ini mengubah hati mereka ke resolusi dan tujuan yang diilhami oleh peradaban kehidupan dan cinta.
"Kami menulis ini supaya sukacita kami lengkap" (1Yoh 1: 4): Injil kehidupan adalah untuk seluruh masyarakat manusia 
101. "Kami menulis kepadamu ini supaya sukacita kita lengkap" (1Yoh 1: 4). Wahyu Injil kehidupan diberikan kepada kita sebagai hal yang baik untuk dibagikan kepada semua orang: sehingga semua pria dan wanita dapat memiliki persekutuan dengan kita dan dengan Tritunggal (lih. 1 Yoh 1: 3). Sukacita kita sendiri tidak akan lengkap jika kita gagal membagikan Injil ini kepada orang lain tetapi hanya menyimpannya untuk diri kita sendiri.
Injil kehidupan bukan hanya untuk orang percaya, itu untuk semua orang. Masalah hidup dan pembelaan serta promosinya bukan hanya urusan orang Kristen saja. Meskipun iman memberikan cahaya dan kekuatan khusus, pertanyaan ini muncul dalam setiap hati nurani manusia yang mencari kebenaran dan yang peduli tentang masa depan umat manusia. Hidup tentu saja memiliki nilai sakral dan religius, tetapi nilai itu tidak hanya menjadi perhatian orang percaya. Nilai yang dipertaruhkan adalah nilai yang dapat dipahami oleh setiap manusia dengan alasan akal; jadi itu selalu menjadi perhatian semua orang.
Akibatnya, semua yang kita lakukan sebagai "orang-orang kehidupan dan seumur hidup" harus ditafsirkan dengan benar dan disambut baik. Ketika Gereja menyatakan bahwa penghormatan tanpa syarat untuk hak hidup setiap orang tak bersalah - dari konsepsi hingga kematian alami - adalah salah satu pilar di mana setiap masyarakat sipil berdiri, dia "hanya ingin mempromosikan Negara manusia. Negara yang mengakui pertahanan hak-hak dasar pribadi manusia, terutama yang terlemah, sebagai tugas utamanya ". 136
Injil kehidupan adalah untuk seluruh masyarakat manusia. Menjadi aktif pro-kehidupan berarti berkontribusi pada pembaruan masyarakat melalui promosi kebaikan bersama. Mustahil untuk memajukan kebaikan bersama tanpa mengakui dan mempertahankan hak untuk hidup, di mana semua hak individu yang tidak dapat dicabut ditemukan dan dari mana mereka berkembang. Masyarakat tidak memiliki dasar yang kuat ketika, di satu sisi, ia menegaskan nilai-nilai seperti martabat orang tersebut, keadilan dan perdamaian, tetapi kemudian, di sisi lain, secara radikal bertindak sebaliknya dengan membiarkan atau mentolerir berbagai cara di mana hidup manusia diremehkan dan dilanggar, terutama di mana ia lemah atau terpinggirkan. Hanya menghormati kehidupan dapat menjadi dasar dan jaminan barang-barang paling berharga dan penting dari masyarakat, seperti demokrasi dan perdamaian.
There can be no true democracy without a rec- ognition of every person's dignity and without respect for his or her rights.
Nor can there be true peace unless life is defended and promoted. As Paul VI pointed out: "Every crime against life is an attack on peace, especially if it strikes at the moral conduct of people... But where human rights are truly professed and publicly recognized and defended, peace becomes the joyful and operative climate of life in society".137
The "people of life" rejoices in being able to share its commitment with so many others. Thus may the "people for life" constantly grow in number and may a new culture of love and solidarity develop for the true good of the whole of human society.

CONCLUSION 
102. At the end of this Encyclical, we naturally look again to the Lord Jesus, "the Child born for us" (cf. Is 9:6), that in him we may contemplate "the Life" which "was made manifest" (1 Jn 1:2). In the mystery of Christ's Birth the encounter of God with man takes place and the earthly journey of the Son of God begins, a journey which will culminate in the gift of his life on the Cross. By his death Christ will conquer death and become for all humanity the source of new life.
Orang yang menerima "Kehidupan" atas nama semua dan demi semua adalah Maria, Bunda Maria; dia dengan demikian paling erat dan secara pribadi dikaitkan dengan Injil kehidupan. Persetujuan Maria pada Hari Peringatan dan keibuannya merupakan awal dari misteri kehidupan yang Kristus berikan untuk umat manusia (lih. Yoh 10:10). Melalui penerimaan dan perhatiannya yang penuh kasih untuk kehidupan Sabda Inkarnasi, kehidupan manusia telah diselamatkan dari penghukuman hingga kematian terakhir dan kekal.
Karena alasan ini, Mary, "seperti Gereja yang menjadi tipenya, adalah seorang ibu dari semua yang terlahir kembali untuk hidup. Ia sebenarnya adalah ibu Kehidupan yang dengannya setiap orang hidup, dan ketika ia membawanya keluar dari dirinya sendiri dalam beberapa cara dia membawa kelahiran kembali semua orang yang hidup oleh Kehidupan itu ". 138
Ketika Gereja merenungkan keibuan Maria, dia menemukan makna keibuannya sendiri dan cara dia dipanggil untuk mengungkapkannya. Pada saat yang sama, pengalaman Gereja tentang keibuan menuntun pada pemahaman yang paling mendalam tentang pengalaman Mary sebagai model yang tak ada bandingannya tentang bagaimana kehidupan harus disambut dan dirawat.
"Pertanda besar muncul di surga, seorang wanita berpakaian dengan matahari" (Why. 12: 1): keibuan Maria dan Gereja 
103. Hubungan timbal balik antara misteri Gereja dan Maria nampak jelas dalam "pertanda agung" yang dijelaskan dalam Kitab Wahyu: "Pertanda agung muncul di surga, seorang wanita berpakaian matahari, dengan bulan di bawahnya. kaki, dan di kepalanya ada mahkota dua belas bintang "(12: 1). Dalam tanda ini Gereja mengakui gambar dari misterinya sendiri: hadir dalam sejarah, dia tahu bahwa dia melampaui sejarah, karena dia merupakan "benih dan awal" Kerajaan Allah di bumi. 139 Gereja melihat misteri ini digenapi secara lengkap dan patut dicontoh dalam diri Maria. Dia adalah wanita kemuliaan yang di dalamnya rencana Allah dapat dilaksanakan dengan sangat sempurna.
"Wanita yang berpakaian matahari" - Kitab Wahyu memberi tahu kita- "ada bersama anak" (12: 2). Gereja sepenuhnya menyadari bahwa dia memiliki Juruselamat dunia, Kristus Tuhan. Dia sadar bahwa dia dipanggil untuk mempersembahkan Kristus kepada dunia, memberi pria dan wanita kelahiran baru ke dalam kehidupan Allah sendiri. Tetapi Gereja tidak dapat melupakan bahwa misinya dimungkinkan oleh keibuan Maria, yang mengandung dan melahirkan Dia yang adalah "Allah dari Allah", "Allah yang benar dari Allah yang benar". Mary benar-benar Bunda Allah, Theotokos, di mana keibuannya, panggilan menjadi ibu bagi Tuhan pada setiap wanita dinaikkan ke tingkat tertinggi. Dengan demikian Maria menjadi model Gereja, dipanggil untuk menjadi "Malam baru", ibu dari orang-orang percaya, ibu dari "yang hidup" (lih. Kej 3:20).
Keibuan rohani Gereja hanya tercapai - Gereja mengetahui hal ini juga - melalui rasa sakit dan "kerja keras" melahirkan (lih. Wah 12: 2), yaitu, dalam ketegangan konstan dengan kekuatan-kekuatan jahat yang masih berkeliaran di sana. dunia dan memengaruhi hati manusia, menawarkan perlawanan kepada Kristus: "Di dalam Dia ada hidup, dan hidup adalah terang manusia. Terang bersinar dalam kegelapan, dan kegelapan belum mengatasinya" (Yoh 1: 4-5).
Seperti Gereja, Mary juga harus menjalani peran sebagai ibu di tengah penderitaan: "Anak ini ditetapkan ... untuk tanda yang diucapkan menentang - dan pedang juga akan menembus jiwamu sendiri - agar pikiran keluar dari banyak hati dapat diungkapkan "(Luk 2: 34-35). Kata-kata yang Simeon sampaikan kepada Maria di awal kehidupan duniawi Juruselamat meringkas dan menggambarkan penolakan terhadap Yesus, dan dengan dia tentang Maria, suatu penolakan yang akan mencapai puncaknya di Kalvari. "Berdiri di dekat salib Yesus" (Yoh 19:25), Maria berbagi dalam pemberian yang dibuat Anak dari dirinya sendiri: ia mempersembahkan Yesus, menyerahkannya, dan memohonnya sampai akhir demi kita. "Ya" yang diucapkan pada hari pemberitaan mencapai kedewasaan penuh pada hari Salib, ketika saatnya tiba bagi Maria untuk menerima dan melahirkan sebagai anak-anaknya semua orang yang menjadi murid, mencurahkan kepada mereka kasih yang menyelamatkan dari Putranya: "Ketika Yesus melihat ibunya, dan murid yang dia kasihi berdiri di dekatnya, dia berkata kepada ibunya,? Wanita, lihat, putramu! ' "(Yoh 19:26).
"Dan naga itu berdiri di depan perempuan itu ... agar ia dapat melahap anaknya ketika ia melahirkannya" (Why 12: 4): kehidupan diancam oleh kekuatan jahat 
104. Dalam Kitab Wahyu, "pertanda agung" dari "wanita" (12: 1) disertai oleh "pertanda lain yang muncul di surga": "seekor naga merah yang besar" (Why 12: 3), yang melambangkan Setan, kekuatan pribadi kejahatan, serta semua kekuatan jahat yang bekerja dalam sejarah dan menentang misi Gereja.
Di sini juga Mary menjelaskan Komunitas Percaya. Faktanya, permusuhan kekuatan jahat adalah oposisi berbahaya yang, sebelum mempengaruhi para murid Yesus, ditujukan kepada ibunya. Untuk menyelamatkan nyawa Putranya dari orang-orang yang takut kepadanya sebagai ancaman berbahaya, Maria harus melarikan diri bersama Yusuf dan Anak itu ke Mesir (lih. Mat 2: 13-15).
Dengan demikian Maria membantu Gereja untuk menyadari bahwa kehidupan selalu menjadi pusat dari pergulatan besar antara yang baik dan yang jahat, antara terang dan gelap. Naga itu ingin melahap "anak yang dilahirkan" (lih. Wah 12: 4), seorang tokoh Kristus, yang dibawa Maria "dalam kepenuhan waktu" (Gal 4: 4) dan yang tanpa henti-hentinya ditawarkan oleh Gereja kepada orang-orang di setiap zaman. Tetapi dengan cara itu anak itu juga merupakan sosok setiap orang, setiap anak, terutama setiap bayi yang tak berdaya yang hidupnya terancam, karena - seperti yang diingatkan oleh Konsili kita- "dengan Inkarnasinya, Anak Allah telah mempersatukan dirinya dengan beberapa cara dengan setiap cara. orang". 140Justru dalam "daging" setiap orang, Kristus terus mengungkapkan dirinya dan masuk ke dalam persekutuan dengan kita, sehingga penolakan terhadap kehidupan manusia, dalam bentuk apa pun yang dilakukan penolakan, sebenarnya adalah penolakan terhadap Kristus. Ini adalah kebenaran yang menarik tetapi juga menuntut yang diungkapkan Kristus kepada kita dan yang Gereja-Nya terus nyatakan: "Siapa pun yang menerima seorang anak seperti aku, akan menerima aku" (Mat 18: 5); "Sungguh, Aku berkata kepadamu, seperti yang kamu lakukan untuk salah satu dari yang terkecil dari saudara-saudaraku ini, kamu melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40).
"Maut tidak akan ada lagi" (Why 21: 4): kemegahan Kebangkitan 
105. The angel's Annunciation to Mary is framed by these reassuring words: "Do not be afraid, Mary" and "with God nothing will be impossible" (Lk 1:30, 37). The whole of the Virgin Mother's life is in fact pervaded by the certainty that God is near to her and that he accompanies her with his providential care. The same is true of the Church, which finds "a place prepared by God" (Rev 12:6) in the desert, the place of trial but also of the manifestation of God's love for his people (cf. Hos 2:16). Mary is a living word of comfort for the Church in her struggle against death. Showing us the Son, the Church assures us that in him the forces of death have already been defeated: "Death with life contended: combat strangely ended! Life's own Champion, slain, yet lives to reign".141
The Lamb who was slain is alive, bearing the marks of his Passion in the splendour of the Res- urrection. He alone is master of all the events of history: he opens its "seals" (cf. Rev 5:1-10) and proclaims, in time and beyond, the power of life over death. In the "new Jerusalem", that new world towards which human history is travelling, "death shall be no more, neither shall there be mourning nor crying nor pain any more, for the former things have passed away" (Rev 21:4).
And as we, the pilgrim people, the people of life and for life, make our way in confidence towards "a new heaven and a new earth" (Rev 21:1), we look to her who is for us "a sign of sure hope and solace".142
O Mary ,
fajar yang cerah dari dunia baru,
Bunda yang hidup,
kepada kami kami mempercayakan penyebab kehidupan.
Lihat ke bawah, O Bunda,
pada sejumlah
besar bayi yang tidak diizinkan dilahirkan,
dari orang miskin yang hidupnya menjadi sulit ,
tentang pria dan wanita
yang menjadi korban kekerasan brutal,
orang tua dan orang sakit yang terbunuh
karena ketidakpedulian atau karena belas kasihan yang salah.
Hibah agar semua yang percaya kepada Anakmu
dapat memberitakan Injil kehidupan
dengan kejujuran dan kasih
kepada orang-orang di zaman kita.
Dapatkan bagi mereka rahmat
untuk menerima Injil itu
sebagai hadiah yang selalu baru,
sukacita merayakannya dengan rasa terima kasih
sepanjang hidup mereka
dan keberanian untuk bersaksi dengan
tegas, untuk membangun,
bersama dengan semua orang yang berkehendak baik,
peradaban tentang kebenaran dan cinta,
untuk pujian dan kemuliaan Allah,
Pencipta dan pencinta kehidupan.
Diberikan di Roma, di Saint Peter's, pada tanggal 25 Maret, Hari Raya Pemberitaan Tuhan, pada tahun 1995, ketujuh belas dari Kepausan saya.

IOANNES PAULUS PP. II



1 Ungkapan "Injil kehidupan" tidak ditemukan seperti itu dalam Kitab Suci. Tetapi itu sesuai dengan dimensi esensial dari pesan Alkitab.

2 Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes, 22.

3 Cf. Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik Redemptor Hominis(4 Maret 1979), 10; AAS71 (1979), 275.

4 Lih. ibid., 14: loc.cit., 285.

5 Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes, 27.

6 Cf. Surat kepada semua Saudara saya di Episkopat tentang "Injil Kehidupan" (19 Mei 1991): Insegnamenti XIV, 1 (1991), 1293-1296.

7 Ibid ., Loc.cit ., Hlm. 1294.

8 Surat untuk Keluarga Gratissimam sane (2 Februari 1994), 4: AAS 86 (1994), 871.

9 John Paul II, Surat Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 39: AAS 83 (1991), 842.

10 2259.

11 Saint Ambrose, De Noe , 26: 94-96: CSEL 32, 480-481.

12 Lih. Katekismus Gereja Katolik , No. 1867 dan 2268.

13 De Cain et Abel , II, 10, 38: CSEL , 32, 408.

14 Lih. Kongregasi untuk Doktrin Iman, Instruksi tentang Penghormatan terhadap Kehidupan Manusia dalam Asal-usulnya dan tentang Martabat Prokreasi Donum Vitae : AAS 80 (1988), 70-102. 

15 Ceramah pada Malam Doa untuk Hari Kedelapan Sedunia, Denver, 14 Agustus 1993, II, 3: AAS 86 (1994), 419.

16 John Paul II, Ceramah kepada Para Peserta pada Konferensi Studi tentang "Hak untuk Hidup" dan Eropa ", 18 Desember 1987: Insegnamenti , X, 3 (1987), 1446-1447. 

17 Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 36.

18 Cf. ibid ., 16.

19 Cf. Santo Gregorius Agung, Moralia dalam Ayub , 13, 23: CCL 143A, 683.

20 Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik Redemptor Hominis (4 Maret 1979), 10; AAS 71 (1979), 274.

21 Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 50.

22 Konstitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi Dei Verbum , 4.

23 "Gloria Dei vivens homo": Adversus Haereses , IV, 20, 7: SCh 100/2, 648-649.

24Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 12.

25 Pengakuan , I, 1: CCL 27, 1.

26 Exameron , VI, 75-76: CSEL 32, 260-261.

27 "Vita autem hominis visio Dei": Adversus Haereses , IV, 20, 7: SCh 100/2, 648-649.

28 Lih. Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 38: AAS 83 (1991), 840-841.

29 John Paul II, Surat Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (30 Desember 1987), 34: AAS80 (1988), 560.

30 Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 50.

31 Surat kepada Keluarga Gratissimam sane (2 Februari 1994), 9: AAS 86 (1994), 878; lih. Pius XII, Surat Ensiklik Humani Generis (12 Agustus 1950): AAS 42 (1950), 574.

32 "Animas enim a Deo creari catholica segera menemukan nos retinere iubet": Pius XII, Surat Ensiklik Humani Generis (12 Agustus 1950): AAS 42 (1950), 575.

33 Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes, 50; lih. Yohanes Paulus II, Nasihat Apostolik Pasca-Sinode Familiaris Consortio (22 November 1981), 28: AAS 74 (1982), 114.

34 Homili , II, 1; CCSG 3, 39.

35 Lihat, misalnya, Mazmur 22: 10-11; 71: 6; 139: 13-14.

36 Expositio Evangelii secundum Lucam , II, 22-23: CCL , 14, 40-41.

37 Santo Ignatius dari Antiokhia, Surat kepada Efesus, 7, 2: Patres Apostolici , ed. FX Funk, II, 82.

38 De Hominis Opificio , 4: PG 44, 136.

39 Cf. Saint John Damascene, De Fide Orthodoxa, 2, 12: PG 94, 920.922, dikutip dalam Saint Thomas Aquinas, Summa Theologiae , I-II, Prolog.

40 Paul VI, Surat Ensiklik Humanae Vitae (25 Juli 1968), 13: AAS 60 (1968), 489.

41 Kongregasi untuk Ajaran Iman, Instruksi tentang Penghormatan terhadap Kehidupan Manusia dalam Asal-usulnya dan tentang Martabat Donasi Vitae (22 Februari 1987), Pendahuluan, No. 5: AAS 80 (1988), 76-77; lih. Katekismus Gereja Katolik, No. 2258.

42 Didache , I, 1; II, 1-2; V, 1 dan 3: Patres Apostolici , ed. FX Funk, I, 2-3, 6-9, 14-17; lih. Surat Pseudo-Barnabas, XIX, 5: loc. cit. , 90-93.

43 Lih. Katekismus Gereja Katolik , No. 2263-2269; lih. juga Katekismus Konsili Trente III, §§ 327-332.

44 Katekismus Gereja Katolik , No. 2265.

45 Lih. Saint Thomas Aquinas, Summa Theologiae , II-II, q. 64, a. 7; Santo Alphonsus De 'Liguori, Theologia Moralis , l. III, tr. 4, c. 1, dub.3.

46 Katekismus Gereja Katolik , No. 2266. 

47 Cf. ibid .

48 No. 2267.

49Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium , 12.

50 Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 27.

51 Dewan Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium , 25.

52 Sidang untuk Ajaran Iman, Deklarasi tentang Euthanasia Iura et Bona (5 Mei 1980), II: AAS 72 (1980), 546.

53 Surat Ensiklik Veritatis Splendor (6 Agustus 1993), 96: AAS 85 (1993 ), 1209.

54Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 51, "Abortus necnon infanticidium nefanda sunt crimina".

55 Cf. John Paul II, Surat Apostolik Mulieris Dignitatem (15 Agustus 1988), 14: AAS 80 (1988), 1686.

56 No. 21: AAS 86 (1994), 920.

57 Jemaat untuk Ajaran Iman, Deklarasi tentang Aborsi yang Didapat (18 November 1974), No. 12-13: AAS 66 (1974), 738.

58 Kongregasi untuk Ajaran Iman, Instruksi tentang Penghormatan terhadap Kehidupan Manusia dalam Asal-usulnya dan tentang Martabat Prokreasi Donum Vitae (22 Februari 1987), I, No. 1: AAS 80 (1988), 78-79.

59 Ibid ., Loc. cit. , 79.

60 Karena itu Nabi Yeremia: "Firman Tuhan datang kepadaku dengan mengatakan: 'Sebelum aku membentukmu di dalam rahim, aku mengenalmu, dan sebelum kamu lahir aku menguduskanmu; aku mengangkat kamu seorang nabi bagi bangsa-bangsa' "(1: 4-5). Pemazmur, untuk bagiannya, berbicara kepada Tuhan dengan kata-kata ini: "Di atasmu aku telah bersandar sejak lahir; kamu adalah dia yang mengambil aku dari rahim ibuku" (Mzm 71: 6; lih. Yes 46: 3; Ayub 10 : 8-12; Mz22: 10-11). Demikian juga Penginjil Lukas - dalam episode luar biasa dari pertemuan dua ibu, Elizabeth dan Maria, dan kedua putra mereka, Yohanes Pembaptis dan Yesus, masih bersembunyi di dalam rahim ibu mereka (lih. 1: 39-45) - menekankan bagaimana bahkan sebelum kelahiran mereka, dua anak kecil dapat berkomunikasi: anak mengakui kedatangan Anak dan melompat kegirangan.

61 Lih. Deklarasi tentang Aborsi yang Didapat (18 November 1974), No. 7: AAS 66 (1974), 740-747.     

62 "Kamu tidak boleh membunuh anak dengan cara aborsi dan kamu tidak akan membunuhnya begitu anak itu lahir": V, 2: Patres Apostolici , ed. FX Funk, I, 17.

63 Apologia atas nama orang-orang Kristen , 35: PG6, 969.

64 Apologeticum , IX, 8: CSEL 69, 24.

65 Cf. Surat Ensiklik Casti Connubii (31 Desember 1930), II: AAS 22 (1930), 562-592.

66 Alamat untuk Asosiasi Biomedis "San Luca" (12 November 1944): Discorsi e Radiomessaggi , VI (1944-1945), 191; lih. Ceramah kepada Serikat Bidan Katolik Italia (29 Oktober 1951), No. 2: AAS 43 (1951), 838.

67 Surat Ensiklik Mater et Magistra (15 Mei 1961), 3: AAS 53 (1961), 447.

68 Pastoral Konstitusi tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 51.

69 Canon 2350, § 1.

70 Code of Canon Law , canon 1398; lih. Kode Kanon Gereja-Gereja Timur , kanon 1450, § 2.

71 Lih. ibid., kanon 1329; juga Code of Canons of the Eastern Churches , kanon 1417.

72 Cf. Pidato di depan Kongres Nasional Ahli Hukum Italia (9 Desember 1972): AAS 64 (1972), 777; Surat Ensiklik Humanae Vitae (25 Juli 1968), 14: AAS 60 (1968), 490.

73 Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium , 25.

74Kongregasi untuk Doktrin Iman, Instruksi tentang Penghormatan terhadap Kehidupan Manusia dalam Asal-usulnya dan tentang Martabat Procreation Donum Vitae (22 Februari 1987), I, 3: AAS 80 (1988), 80.

75 Piagam Hak-Hak Keluarga (22 Oktober 1983), artikel 4b: Vatican Polyglot Press, 1983. 

76 Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi Euthanasia Iura et Bona (5 Mei 1980), II: AAS 72 (1980), 546.

77 Ibid . , IV: loc. cit ., 551.

78 Cf. ibid .

79Pius XII, Pidato kepada Kelompok Dokter Internasional (24 Februari 1957), III: AAS 49 (1957), 147; lih. Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi tentang Euthanasia Iura et Bona, III: AAS 72 (1980), 547-548.

80 Pius XII, Pidato kepada Kelompok Dokter Internasional (24 Februari 1957), III: AAS 49 (1957), 145.

81 Pius XII, Pidato kepada Kelompok Dokter Internasional (24 Februari 1957): loc. cit ., 129-147; Sidang Kantor Suci, Decretum de directa insontium occisione (2 Desember 1940): AAS32 (1940), 553-554; Paul VI, Pesan untuk Televisi Prancis: "Setiap kehidupan adalah suci" (27 Januari 1971): Insegnamenti IX (1971), 57-58; Pidato di International College of Surgeons (1 Juni 1972): AAS 64 (1972), 432-436; Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern, Gaudium et Spes , 27.

82 Cf. Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium , 25.

83 Cf. Saint Augustine, De Civitate Dei I, 20: CCL 47, 22; Saint Thomas Aquinas, Summa Theologiae , II-II, q. 6, a. 5.   

84Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi tentang Euthanasia Iura et Bona (5 Mei 1980), I: AAS 72 (1980), 545; Katekismus Gereja Katolik , No. 2281-2283.

85 Ep . 204, 5: CSEL 57, 320.

86 Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes , 18.

87 Cf. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Salvifici Doloris (11 Februari 1984), 14-24: AAS 76 (1984), 214-234. 

88 Cf. Yohanes Paulus II, Surat Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 46: AAS83 (1991), 850; Pius XII, Pesan Radio Natal (24 Desember 1944): AAS 37 (1945), 10-20.

89 Cf. John Paul II, Surat Ensiklik Veritatis Splendor (6 Agustus 1993), 97 dan 99: AAS 85 (1993), 1209-1211.

90 Kongregasi untuk Ajaran Iman, Instruksi tentang Penghormatan terhadap Kehidupan Manusia dalam Asal-usulnya dan tentang Martabat Procreation Donum Vitae (22 Februari 1987), III: AAS 80 (1988), 98.

91 Cf. Konsili Ekumenis Vatikan II, Deklarasi tentang Kebebasan Beragama Dignitatis Humanae , 7. 

92 Cf. Saint Thomas Aquinas, Summa TheologiaeI-II, q. 96, a. 2