Kamis

MANJADI KATOLIK YANG BAHAGIA

 

Mengenal Allah Secara Lebih Dekat 

(Bagian pertama dari materi Baptis dewasa)

Allah Pencinta

Allah adalah Sang Pencinta yang mencintai manusia bahkan sebelum penciptaan manusia. Allah yang adalah kasih (1 Yohanes 4:8) telah menyediakan segala sesuatu bagi manusia, termasuk alam semesta yang indah ini. Sebagaimana dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 221), "Allah sendiri adalah kasih yang abadi dan tak terbatas". Kasih ini begitu nyata ketika Allah memperkenankan manusia memanggil-Nya dengan sebutan Bapa (KGK 239), sebuah panggilan yang menegaskan hubungan yang sangat dekat antara Allah dan manusia.

Allah mencintai manusia dengan cinta yang tanpa syarat. Ini adalah cinta yang tidak bergantung pada kebaikan manusia atau perbuatan baiknya. Bahkan sebelum manusia mengenal atau mengasihi Allah, Allah sudah lebih dulu mengasihi mereka. Dalam sejarah keselamatan, kita melihat bagaimana Allah selalu merencanakan kebaikan bagi manusia. Dari penciptaan Adam dan Hawa hingga pengutusan Yesus Kristus, cinta Allah selalu nyata dan aktif.

Dalam Kitab Kejadian, kita melihat bagaimana Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27). Ini adalah bukti bahwa manusia memiliki martabat yang tinggi karena diciptakan oleh Sang Pencinta. Bahkan ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah tidak meninggalkan mereka. Dia berjanji untuk menyelamatkan mereka melalui keturunan wanita (Kejadian 3:15), sebuah nubuat yang digenapi dalam diri Yesus Kristus.

Gereja mengajarkan bahwa Allah adalah cinta yang aktif dan dinamis. Cinta ini tidak hanya dinyatakan dalam penciptaan, tetapi juga dalam pemeliharaan dan penyelenggaraan-Nya atas alam semesta. Allah mengatur segala sesuatu untuk kebaikan manusia, dan dalam hal ini, manusia dipanggil untuk menanggapi cinta Allah dengan syukur dan pengabdian.

Allah Penyelamat

Allah yang adalah Sang Penyelamat telah memanggil manusia untuk mengalami keselamatan. Keselamatan ini tidak hanya hadir melalui peristiwa besar, tetapi juga dalam hal-hal sederhana: melalui sesama, Kitab Suci, dan pengalaman hidup sehari-hari. KGK 457 menyatakan bahwa Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita, menunjukkan kasih-Nya yang tak terbatas.

Keselamatan dari Allah adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia semata. Allah yang penuh kasih tidak hanya memberi hidup kepada manusia tetapi juga memberikan jalan keselamatan melalui Putra-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus. Gereja mengajarkan bahwa keselamatan adalah proses yang terus berlangsung dalam kehidupan setiap orang beriman. Melalui sakramen-sakramen, terutama Baptisan, kita menerima anugerah keselamatan yang pertama.

Allah memanggil setiap orang untuk terbuka terhadap sabda-Nya. Sabda Allah dapat ditemukan dalam Kitab Suci, tradisi Gereja, dan dalam pengalaman hidup kita sehari-hari. Bagi orang yang mau membuka hati, setiap pengalaman hidup dapat menjadi jalan untuk mengalami kasih dan keselamatan dari Allah.

Allah yang Murah Hati

Kemurahan hati Allah dinyatakan dengan memberikan hidup kepada manusia beserta segala kebutuhannya. Ini bukan karena jasa atau kebaikan manusia, tetapi karena sifat Allah yang penuh kemurahan hati (KGK 54). Allah memberi tanpa pamrih dan tanpa meminta balasan, sebagaimana tertulis dalam Mazmur 145:9, "Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya."

Allah tidak membedakan dalam memberikan kemurahan hati-Nya. Baik orang yang saleh maupun orang berdosa dapat merasakan kebaikan Allah. Yesus dalam Injil mengajarkan bahwa Bapa di surga "menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar" (Matius 5:45).

Kemurahan hati Allah juga tercermin dalam pengampunan-Nya. Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang (Lukas 15:11-32), kita melihat seorang bapa yang penuh belas kasih menerima kembali anaknya yang telah menyia-nyiakan hartanya. Bapa dalam perumpamaan ini adalah gambaran Allah yang murah hati, yang selalu siap mengampuni setiap orang yang bertobat.

Allah bukan hanya memberi kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani. Melalui sakramen-sakramen, Allah mencurahkan rahmat-Nya secara cuma-cuma. Sakramen Ekaristi, misalnya, adalah perwujudan kasih dan kemurahan hati Allah, yang memberikan diri-Nya sebagai makanan rohani bagi kita.

Allah yang Setia

Kesetiaan Allah kepada manusia tak pernah pudar. Dari zaman para nabi hingga zaman Yesus Kristus, Allah tetap setia pada janji-Nya untuk menyelamatkan manusia. KGK 218 menyatakan, "Allah setia pada diri-Nya dan pada janji-Nya." Bahkan ketika manusia berpaling dari-Nya, Allah tetap setia dan tak pernah meninggalkan manusia.

Dalam sejarah keselamatan, kita melihat kesetiaan Allah dalam panggilan para nabi seperti Abraham, Musa, dan Daud. Allah selalu memenuhi janji-Nya meskipun manusia sering gagal menepati janji mereka kepada-Nya. Yesus Kristus adalah bukti puncak dari kesetiaan Allah. Dalam Dia, Allah memenuhi janji keselamatan yang telah dinubuatkan sejak dahulu.

Kesetiaan Allah juga terlihat dalam pemeliharaan-Nya atas Gereja. Meskipun Gereja menghadapi berbagai tantangan sepanjang sejarah, Allah tetap setia memelihara Gereja sebagai tubuh Kristus. Dalam setiap perayaan Ekaristi, kita mengingatkan diri akan kesetiaan Allah yang tak pernah berubah, yang hadir dalam sabda dan sakramen.

 

Allah Bapa

Yesus Kristus mengajarkan kita untuk mengenal Allah sebagai Bapa. Dalam doa Bapa Kami, kita dipanggil untuk menyebut Allah sebagai Bapa kita (Matius 6:9). KGK 2780 menjelaskan bahwa dengan menyebut Allah sebagai Bapa, kita mengakui kedekatan dan hubungan pribadi yang penuh cinta dengan-Nya. Yesus, sebagai Putra Allah, mengajak kita untuk memasuki hubungan yang intim dengan Allah sebagai Bapa kita semua.

Sebutan "Bapa" bagi Allah bukanlah sekadar gelar, tetapi sebuah undangan untuk mengalami hubungan yang penuh kasih dan kepercayaan. Dalam Injil, Yesus selalu menunjukkan keintiman-Nya dengan Bapa. Dia sering berdoa kepada Bapa dan mengajarkan para murid untuk melakukan hal yang sama. Hubungan antara Yesus dan Bapa menjadi model bagi kita untuk membangun relasi dengan Allah.

Allah sebagai Bapa bukanlah sosok yang jauh atau asing. Sebaliknya, Dia adalah Bapa yang selalu peduli, yang memperhatikan kebutuhan kita, dan yang selalu siap untuk mengampuni. Bahkan dalam perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Lukas 15:11-32), Yesus menggambarkan Allah sebagai Bapa yang penuh belas kasih, yang selalu menerima anak-anak-Nya yang kembali kepada-Nya.

Melalui Gereja, kita diajak untuk semakin dekat dengan Allah sebagai Bapa, terutama melalui doa, perayaan Ekaristi, dan sakramen-sakramen lainnya. Dengan menyebut Allah sebagai Bapa, kita diingatkan akan identitas kita sebagai anak-anak-Nya, yang dicintai tanpa syarat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar