A. Latar belakang Nabi Amos
1. Latar belakang umat Israel
Groenen (1980:46) menyatakan bahwa
setiap bangsa tentu memiliki latar belakang sejarah, demikian pula dengan
bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Israel sebagai suatu bangsa
membutuhkan suatu tanah air yaitu tanah sebagai tempat berpijak. Tanah bagi
bangsa Israel adalah Palestina, yang waktu itu disebut Kanaan. Israel menjadi
kerajaan karena kebutuhan mereka untuk memperkuat bangsanya dalam melawan Filistin
yang telah menaklukkan mereka. Perkenalan Israel dengan bentuk pemerintahan
kerajaan adalah karena tetangga-tetangga bangsa ini cukup banyak dan kuat dan
semuanya berbentuk kerajaan. Karena keinginan seperti itulah bangsa ini mencoba
untuk bersatu di bawah pemerintahan seorang raja.
Tiga raja bangsa Israel yang pertama
adalah Saul, Daud dan Salomo. Saul sebagai raja yang pertama. Sebenarnya Saul
dapat dikatakan bukan raja dalam arti sebenarnya karena ia tidak punya tahta
dan selalu turun dalam medan perang. Saul hanya menguasai suku-suku di wilayah
Utara. Pengganti Saul adalah Daud. Ia raja yang memerintah dengan julukan
“pemimpin militer dan politik” terbesar sejauh yang diceritakan dalam Kitab Suci.
Julukan ini sangat pantas ia dapatkan karena pada masa pemerintahannya, ia
telah berhasil mengalahkan orang-orang Filistin dan menaklukkan penduduk asli
serta beberapa bangsa tetangga. Sumbangan terbesar Daud bagi bangsa Israel adalah
kemampuannya mempersatukan seluruh suku-suku bangsa Israel dan mempertahankan
Yerusalem sebagai ibu kota kerajaan (2Sam 5:6-10). Daud juga mampu mendirikan
suatu Kerajaan Israel yang luas daerahnya terbentang dari perbatasan dengan Mesir di sebelah barat
sampai melampaui Damsyik (Suharyo, 1993: 57-60)
Dengan berdirinya pemerintahan yang
berbentuk kerajaan, tata masyarakat Israel mengalami perubahan yang cukup
besar. Perubahan ini memperlihatkan bagaimana orang Israel berpikir tentang
Allah. Orang Israel kemudian merefleksikan bahwa raja Israel yang sebenarnya
adalah Allah perjanjian yaitu Allah yang menjanjikan keselamatan bagi bangsa Israel.
Sedangkan raja manusiawi adalah wakil Allah. Sebagai wakil Allah maka tugas
utama seorang raja adalah menjamin terlaksananya perjanjian dengan Allah. Dengan kata lain raja menjalankan tugasnya
sejauh mendapat perintah dari Allah perjanjian. Hal ini pulalah yang membuat bangsa
Israel berfikir bahwa kekuatan Allahlah
yang telah membuat raja bangsa Israel memiliki kekuatan untuk menang dalam
setiap peperangan (Groenen, 1980: 44-45).
Dari ketiga raja tersebut hanya Daud
dan Salomo yang mampu membuat bangsa ini menjadi besar dan kuat. Daud dan Salomo
membawa bangsa Israel pada masa keemasannya. Akan tetapi setelah pemerintahan Salomo
bangsa ini mengalami suatu kemunduran, yang tadinya kuat dan kokoh sekarang
menjadi terpecah. Akhirnya bangsa ini pun terpecah menjadi dua yaitu Kerajan Utara
yang disebut Kerajaan Israel dan Kerajaan Selatan yang disebut Kerajaan Yehuda.
Setelah terjadinya perpecahan, kedua
kerajaan mengalami kemunduran. Keduanya silih berganti dijajah oleh bangsa
lain, seperti Mesir, Asyur, dan Babel. Walaupun terjadi kekacauan di dalam kedua negeri
namun sejarah mencatat bahwa raja kedua kerajaan dapat membangun kerajaannya sampai mengalami
kemakmuran, seperti Yerobeam II yang memerintah tahun 783-743 SM. Pada zaman
inilah Amos tampil dan bernubuat (Suharyo, 1993:58-60)
2. Situasi Zaman Amos
a. Situasi ekonomi
Ketika
Yerobeam memerintah, ia berhasil membangun banyak kota dan memajukan
perekonomian negara. Kesuksesan menggiatkan perdagangan baik di dalam negeri
maupun di luar negeri membuat Yerobeam meningkatkan usaha pertanian dan perternakkan,
sehingga Kerajaan Israel boleh dikatakan makmur, begitu pula dengan Yehuda yang
diperintah oleh Yosia juga mengalami banyak kemajuan sebelum direbut dan
dihancurkan oleh tentara Babel (Groenen, 1980: 48).
Dengan
situasi ini terjadi pergeseran tata ekonomi, perdagangan yang semula di
desa-desa pedalaman bergeser ke kota-kota di mana terdapat pusat perdagangan.
Dengan adanya perubahan tata ekonomi ini, perekonomian dikuasai oleh “kalangan
atas” yang jumlahnya hanya segelintir orang saja. Dengan mudah para kalangan
atas ini mengambil hak-hak rakyat seperti tanah dan ternak.
Akibat
dari semua ini adalah banyaknya rakyat yang semula pemilik tanah, kini kehilangan
hak milik mereka tersebut. Para petani yang semula menggarap tanah milik marga,
keluarga dan hasilnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sekarang justru
menjadi buruh upahan di tanah sendiri dengan upah yang minim. Mereka hidup
dalam posisi bergantung pada tuan-tuan tanah. Demikan juga nasib yang dialami
oleh buruh dan pedagang kecil (Hendriks, 1990:19-22).
Perubahan
ini mengakibatkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin di
mana tingkat kedudukan dalam masyarakat diukur menurut status sosialnya. Hal
ini membuat nilai-nilai keadilan tradisional seperti yang tertuang dalam
sepuluh perintah Allah berangsur-angsur menghilang. Amos melihat kemakmuran Israel,
ternyata justru membawa akibat buruk dalam bidang tata kemasyarakatan. Monopoli
perdagangan merajalela, hak-hak milik dirampas oleh pejabat, maka Amos pun
mengkritik mereka semua, istri-istri pejabat yang bergaya hidup mewah (Am
4:1-3), pemuka bangsa dan orang-orang kaya (Am 6:1-14), raja sendiri dan para
imamnya (Am 7:9-17).
b. Situasi politik
Situasi
politik, baik di Kerajaan Yehuda maupun Kerajaan Israel, turut mempengaruhi
nubuat-nubuat Nabi Amos. Amos selalu mengeluarkan kritik yang sangat tajam
mengenai sistem politik bangsa itu yang dianggapnya merugikan rakyat. Sistem
politik yang dijalankan hanya menguntungkan beberapa pihak yang kuat dalam
ekonomi sedangkan yang lemah sama sekali tidak terpengaruh. Para pembantu dekat
raja mulai menyalahgunakan kedudukan untuk mencari popularitas, kekayaan, dan
berpesta pora (Am 4:1;6:4-6). bahkan tidak segan-segan memberontak menentang
raja. Keadaan ini semakin diperparah setelah pengganti Yerobeam II berkuasa
yaitu terjadi perebutan kekuasaan, di mana raja yang satu mengganti raja yang
lain dengan membunuh pendahulunya. Dalam kurun waktu dua puluh tahun, enam raja
silih berganti naik tahta (Groenen, 252-253:1980).
Keadaan
yang semakin berantakan ini dibaca oleh Amos sebagai sebuah tanda-tanda akan
adanya kehancuran dan kebinasaan di Kerajaan Israel. Melihat itu Amos
mengingatkan bangsa Israel akan kehancurannya dan mengingatkan akan
keruntuhannya sebagai akibat dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
bangsa Israel (Am1:3-2,16).
c.
Situasi keagamaan
Kehidupan
pertanian tidak dapat dilepaskan dari agama. Agama Kanaan bisa dikatakan sebagai
agama dengan ibadah kesuburan. Menurut keyakinan orang-orang Kanaan, kesuburan
tanah dipengaruhi oleh tindakan dari dewa-dewi tertentu seperti Baal, Anath,
Asterte, El, Aserah, dan Mot. Orang-orang Kanaan juga percaya bahwa manusia, binatang,
tanah, dan dewa-dewi saling berhubungan membentuk lingkaran rahasia kehidupan.
Sebagai
bangsa yang dipilih Allah, Israel sungguh melawan praktek keagamaan Kanaan
karena keyakinan mereka akan Allah. Yahwe Allah Israel bukanlah satu diantara
dewa-dewi yang lain. Ia memegang kekuasaan mutlak, dan tidak bisa dipaksa oleh
manusia dengan cara apapun untuk melakukan sesuatu (Suharyo, 1993:79).
Pengaruh
budaya asing sangat kuat dalam kebudayaan keagamaan Israel. Orang-orang Israel
tidak terpengaruh oleh Allah perjanjian tetapi lebih tertarik pada ritus-ritus
penyembahan kepada dewa-dewi. Upacara-upacara yang diwarnai oleh pesta pora
dipandang lebih menyenangkan.
B.
Kitab
Nabi Amos
1.
Pengarang
kitab Nabi Amos
Pada umumnya para nabi yang digolongkan nabi penulis,
dianggap mewariskan nubuat-nubuat mereka dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Warisan mereka berupa tulisan atau pun lisan tersebut menjadi pedoman bagi
penafsiran nilai-nilai iman Israel dikemudian hari, dan tentu saja penafsiran
nilai-nilai iman Kristen. Amos mewariskan sebuah kitab yang disebutkan menurut
namanya. Namun kitab itu tidak begitu saja ditulis oleh Amos atau dibukukan
segera setelah Amos menyampaikan nubuatnya
melainkan beberapa waktu kemudian atau beberapa tahun setelah Amos
diusir dari Kerajaan Utara (Darmawijaya, 1990:224-28).
Hendrik Njiolah dalam bukunya Mengenal Nabi Yesaya, Nabi Yeremia, Nabi Yehezkiel dan Nabi Amos (2013:147)
menyatakan bahwa setelah pulang dari Israel atau tepatnya
setelah diusir oleh Amazia, Amos pulang kembali ke tanah Yehuda untuk
mendiktekan atau menuliskan di Yerusalem bagian-bagian dari nubuatnya. Hendrik
juga berpendapat bahwa para pengikut Amos di Israel mencatat
perkataan-perkataan Amos setelah Amos sendiri diusir pulang ke tempat
kediamannya, Tekoa. Setidak-tidaknya ada tiga sumber yang dapat disebut di sini
sebagai penulis Kitab Amos yaitu: Amos sendiri; sejumlah orang yang mencatat
pokok tertentu dari nubuat Amos; dan seorang teman dekat yang telah mencatat
dengan teliti peristiwa yang terjadi di Betel (Bolan, 1968: 4).
Amos bernubuat di kota Betel, tempat suci keagamaan Kerajaan
Israel dan bukan di Yerusalem. Hal ini tidak berarti bahwa nubuat Nabi Amos
hanya ditujukan kepada Kerajaan Utara saja melainkan untuk seluruh bangsa
Israel. Bahkan nubuat Amos ditujukan pula kepada bangsa-bangsa di luar Israel
yaitu orang Aram, Filistin, Tirus, Edom, Amon, Moab (bdk Am 1:2-2:3).
2.
Tokoh
Nabi Amos
Data-data pribadi mengenai Nabi Amos terutama dapat kita
ketahui dari Kitab Amos itu sendiri. Amos adalah seorang warga Kerajaan Yehuda
yang berasal dari Tekoa, desa kecil terletak kurang lebih 16 km di sebelah
selatan Yerusalem. Pekerjaan Amos sehari-hari adalah seorang peternak domba dan
pemungut buah ara hutan (Am 1:1;7:14a). Jadi Amos dipandang sebagai seorang
petani. Namun ada penafsir yang menganggap bahwa ia bukanlah petani biasa,
melainkan seorang yang mengawasi peternakan domba yang diperlukan Bait Suci di
Yerusalem. Jika anggapan ini benar maka dapat dipastikan bahwa Amos banyak
bergaul dengan kalangan ulama dan pemuka-pemuka masyarakat di sekitar bait
suci, sehingga menjadikan Amos mempunyai pengetahuan yang luas di bidang
keagamaan dan politik. Hal ini nampak jelas dalam isi kitabnya, terutama
kekritisan Amos dalam melihat kebobrokan yang terjadi di Kerajaan Israel yang
dipandang makmur oleh masyarakat umum (Bolan, 1968:2-3).
Mengenai
kenabiannya, dikatakan Amos tidak mendapat panggilan seperti nabi-nabi lain, misalnya
Yesaya (Bdk Yes 6), Yeremia (Bdk Yer 1), dan Yehezkiel (Bdk, Yeh 1-3). Amos
hanya mendapat “Penglihatan” tentang “kesudahan Israel” (Am 8:2).
Penglihatan-penglihatan yang dialaminya yaitu: belalang yang menghabiskan
rumput (Am 7:1-3); kemarau yang merusak tanah (Am 7:4-6); bakul yang berisi
buah-buahan (Am 8: 1-3); Tuhan dekat mezbah yang memerintahkan penghancuran tempat
ibadah, dan meramalkan penghancuran total seluruh bangsa (Am 9:1-6). Amos yakin
bahwa suatu malapetaka akan menimpa Israel. Amos yang peka akan tanda-tanda
zaman mengartikan lebih dalam tentang bencana alam itu. Maka Amos merasa
terpanggil untuk menyampaikan hal itu kepada bangsa Israel. Meskipun Amos hanya
peternak dan petani, bukan nabi atau keturunan nabi, ia terpaksa atau bahkan
dipaksa Tuhan harus memaklumkan wahyu yang telah diterimanya Darmawijaya, 1990:
36).
Untuk
menyampaikan nubuatnya, Amos memilih Betel sebagai tempat yang paling cocok (Am
7: 13) dan bukan Yerusalem. Mungkin karena ia menilai bahwa Yerusalem melakukan
apa yang benar di Mata Tuhan (1 Raj 15:3), sedangkan Betel melakukan apa yang
jahat di Mata Tuhan (1Raj 14:24). Di kuil Betel inilah Amos menjelaskan
peranannya bukan sebagai nabi, atau keturunan para nabi. Amos menyadari bahwa
dirinya tidak disiapkan secara Khusus, melainkan karena didorong oleh kekuatan
Tuhan. Maka atas tuduhan Amazia, imam, penjaga dan penanggung jawab tempat
ziarah Betel, Amos menjawab:
“Aku ini bukan nabi dan aku tidak
termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah
ara hutan. tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaanku menggiring domba dan Tuhan
berfirman kepadaku: pergilah dan bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.” (Am
7:14-15)
Walaupun Amos menolak disebut nabi, menurut Suharyo
sudah jelas bagi semua orang bahwa dia adalah nabi karena sungguh-sungguh
mencari maksud Allah dengan jujur. Mengenai nabi dan tugas kenabian dikatakan
oleh Sarjumunarsa SJ, dalam Pengantar
Kitab Sejarah, Nabi-nabi dan Mazmur (1985:32) sebagai berikut:
“seorang nabi ialah
seorang yang secara langsung mengalami Allah; ia telah menerima pernyataan
mengenai kekudusan dan kehendak Allah; ia menilai peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masa hidupnya dan melihat masa depan dengan diterangi cahaya ilahi;
ia diutus Allah untuk mengingatkan kepada orang-orang lain tuntutan-tuntutan
Allah dan membawa mereka kembali ke jalan ketaatan dan cinta kasih kepada
Allah.
3. Latar belakang pribadi Amos
Amos
dipanggil sekitar tahun 760 SM untuk menjadi nabi di Kerajaan Utara pada masa
pemerintahan Raja Yerobeam II (783-743). Informasi tentang Amos hanya dapat
diperoleh secara terbatas pada kitabnya. Di dalamnya tidak tertulis kapan dan di
mana ia lahir dan mati serta kapan ia menerima panggilan kenabian. Namun di
awal kitabnya diberikan petunjuk kapan ia menjalankan kenabiannya, yakni pada
zaman Uzia dari Yehuda dan pada zaman Raja Yerobeam II dari Israel (Am1:1).
Amos
menyatakan bahwa dirinya bukan seorang nabi (Am 7:14), tetapi sebagai “peternak domba dari Tekoa” (Am 1:1), “seorang
penggembala dan pengumpul buah ara” (Am 7:14). Panggilan kenabian Amos diambil
dari pekerjaannya sehingga latar belakang pekerjaan ini mempengaruhi
pengungkapan-pengungkapan dalam kitabnya yang seringkali menyebutkan
keakrabannya dengan padang penggembalaan dan dunia pertanian. (Suharyo,
1993:88)
4.
Struktur Kitab Amos
a.
Struktur
keseluruhan Kitab Amos
Menurut Hendrick Njiolah dalam bukunya yang berjudul
mengenal Nabi Yesaya, Nabi Yeremia, Nabi Yehezkiel, dan Nabi Amos
(2013:147) sepulang dari
tanah Yehuda inilah Amos menuliskan nubuat-nubuatnya dalam gulungan Kitab Amos
yang berisi nubuat-nubuatnya (Bdk Am 7:12-13), kemudian oleh redaktur disisipi
sejumlah nubuat nabi-nabi yang lain. Sampai kemudian terbentuk Kitab Amos yang
demikian. Hal inilah yang membuat struktur Kitab Amos tidak tersusun
berdasarkan skema tertentu. Sehingga struktur Kitab Amos secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1:1-2 Judul
dan pengantar
1:3-2:5 Nubuat
hukum atas kerajaan-kerajaan tetangga Israel
2:6-4:13 Nubuat
hukuman atas Kerajaan Israel
5:1-9 Seruan
untuk kembali kepada Tuhan
5:10-6:14 Nubuat
hukuman lanjutan atas Kerajaan Israel
7:1-9:6 Kumpulan
penglihatan tentang kesudahan Kerajaan Israel
9:7-15 Janji
mengenai keselamatan umat Israel di masa depan
Pembagian struktur ini berdasarkan pada tema yang ada
secara garis besarnya saja. Mengenai struktur yang lebih detail tidak ada acuan
yang pasti karena diyakini Kitab Amos hanya kumpulan nubuat-nubuat saja dan
pada tahun-tahun kemudian ditambahkan atau disisipi oleh nubuat-nubuat nabi
lain dan kisah-kisah mengenai perjalanan Nabi Amos. Beberapa nubuat yang ditambahkan
kemudian adalah nubuat hukuman atas Tirus(bdk Am 1:11-12), nubuat hukuman atas
Edom (Bdk Am 2:3-4), nubuat hukuman atas Yehuda (bdk Am 2:4-5), dan nubuat
keselamatan atas Israel (bdk Am 9:7-15) (Hendrik Njiolah, 2013:147).
b.
Makna
struktur Kitab Amos
Hendrik dalam bukunya mengungkapkan bahwa Dalam bagian
judul dan pengantar (bdk Am 1:1-2) diberi latar belakang historis dan religius
dari nubuat-nubuat Amos. Bagian ini menunjuk pada waktu, raja yang memerintah,
dan tempat asal Amos sendiri. Dalam bagian nubuat hukuman atas kerajaan-kerajaan
tetangga Israel dipaparkan secara berturut-turut nubuat hukuman atas Damsyik
(bdk Am1:3-5), nubuat hukuman atas Gaza (bdk Am 1:6-8), nubuat hukuman atas
Tirus (bdk Am 1:9-10), nubuat hukuman atas Edom (bdk Am 1:11-12), nubuat
hukuman atas Amon (bdk Am 1:13-15), nubuat hukuman atas Moab (bdk Am 2:1-3),
nubuat hukuman atas Yehuda (bdk Am 2:4-5) yang menunjukan bahwa Yahwe juga
menguhukum bangsa-bangsa selain Israel yang tidak berbuat benar. Hal ini dapat
pula dilihat bahwa Amos berbicara mengenai sabda Allah kepada bangsa-bangsa yang
dapat diartikan bahwa Amos ingin menyatakan Allah tidak hanya mengasihi bangsa
Israel saja melainkan juga kepada bangsa-bangsa di luar Israel.
Dalam bagian nubuat hukuman atas Kerajaan Israel (bdk Am
2:6-4:13), dipaparkan berbagai hal mengenai kesalahan-kesalahan bangsa Israel
diantaranya yaitu kejahatan sosial dan religius (bdk Am 2:6-8;3:9-10;4:4-5),
ketidakmauan bertobat (bdk Am 2:11-12;4:6-11), ini membuat Tuhan menghukum
mereka secara berat (bdk Am 2:13-16; 3:11-15; 4:2-3.12) yang kemudian disisipi
pula alasan pewartaan Amos tentang penghukuman umat Israel, yaitu karena Tuhan
sendiri telah menyatakan hal itu sebelumnya (Hendrik Njiolah, 2013:148).
Pada bagian berikutnya mengenai seruan untuk kembali
kepada Tuhan (bdk Am 5:1-9) seakan menjadi pusat atau titik utama Kitab Amos
yaitu hymne kepada Yahwe sang pencipta (bdk Am 5:8-9). Bagian berikutnya dalam Kitab
Amos kemudian berbicara mengenai penglihatan-penglihatan (bdk Am 7:1-9:6). Hal
ini menunjukan legalitas apa yang disampaikan Amos sebelumnya bahwa semua
nubut-nubuatnya berasal dari Allah sendiri. Setelah berbagai penglihatan Kitab
Amos diakhiri dengan janji Tuhan kepada umat Israel di masa depan (bdk Am
9:7-15), ditegaskan kesamaan sikap Tuhan terhadap umat Israel dan terhadap umat
lain (bdk Am 9:7-10) (Hendrik Njiolah, 2013:149).
Kitab Amos
diakhiri dengan perikop pemulihan Israel dan janji keselamatan. Secara
keseluruhan struktur Kitab Amos yaitu di awali dengan perkenalan, kemudian
penghukuman karena melawan Allah dan diakhiri dengan pengampunan atau
pemulihan.
C. Pewartaan
Nabi Amos
1.
Pokok-Pokok
Pewartaan Nabi Amos
a. Keadilan sosial
Dalam Kitab
Amos banyak sekali kecaman terhadap bangsa-bangsa lain selain bangsa Israel
karena kejahatan-kejahatan mereka. Bangsa Damsyik karena melakukan perbuatan
jahat kepada daerah Gilead dengan mengirik Gilead dengan eretan pengirik dari
besi (Am 1:3c). Mengirik dalam hal ini mengungkapkan kebengisan Damsyik yang
telah merusak Gilead seperti pengirik besi membinasakan bulir gandum. Bangsa
Gaza juga dikecam karena mereka telah mengangkut ke dalam pembuangan suatu
bangsa seluruhnya, untuk diserahkan kepada Edom (Am 1:6c). Dalam hal ini
dimaksudkan bahwa Gaza telah melakukan suatu “pengangkutan Lengkap” yaitu
pengangkutan terhadap seluruh penduduk desanya dengan tidak memandang umur dan
jenis kelamin. Penduduk akan dijual kepada bangsa Edom kemudian diperlakukan
sebagai budak dan akhirnya dibinasakan. Tirus juga dikecam karena mereka telah
menyerahkan suatu bangsa yang tertawan seluruhnya kepada Edom dan tidak mengingat
perjanjian persaudaraan (Am 1:9c). Tirus telah menjual orang Israel sebagai
budak , hal ini membuktikan bahwa mereka tidak berlaku sesuai dengan
“perjanjian persaudaraan” yaitu suatu perjanjian yang dianggap suci oleh Allah.
Amon juga dikecam karena kekejian bangsa itu, mereka telah membelah perut
perempuan-perempuan Gilead yang hamil (Am 1:13c). Bahkan bangsa Yehuda juga di
kecam karena menolak Hukum Tuhan (Am 2:4c). Bangsa Yehuda tidak lagi
menjalankan kesepuluh firman yang telah ditetapkan Allah lewat Musa
(Boland,1966:7-18).
Alasan-alasan
di atas berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan oleh bangsa lain terhadap
bangsa-bangsa tetangga. Tetapi disamping itu alasan ini bukanlah alasan utama
mengapa Amos mengecam bangsa Israel. Kini alasan itu bukan lagi soal kejahatan
perang terhadap bangsa lain melainkan kejahatan perang terhadap bangsanya
sendiri. Israel akan menerima hukuman Tuhan karena melakukan penindasan
terhadap saudara-saudara sebangsanya sendiri yang miskin dan lemah.
Dalam nubuatnya melawan Israel, ia mengecam
mereka yang mempraktekkan ketidakadilan kepada orang benar (dalam arti hukum),
orang miskin, orang lemah, orang-orang sengsara, perempuan muda, mereka yang
mengalami kesulitan ekonomis sehingga menggadaikan pakaian dan tidak bisa membayar
pinjaman sehingga didenda. Bagi kepentingan merekalah Amos dengan tegas menyuarakan
kehendak Allah dan tidak tinggal diam saat mereka ditindas (Subagya, 1996:10).
Amos
menegaskan bahwa kegagalan dalam mempraktekan keadilan pada sesama, terutama
mereka yang seharusnya dibela karena miskin, lemah dan sengsara, mengantarkan
bangsa Israel pada hukuman. Oleh karena menyaksikan ketidakadilan dalam
masyarakat ini Amos mendambakan situasi saat keadilan menjadi nyata. Katanya :
“biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air, dan kebenaran seperti sungai
yang selalu mengalir”(Am 5:24). Hubungan dengan Tuhan haruslah mendapatkan
dasarnya pada hubungan yang benar dengan umat-Nya, bahkan umat yang mengikat
perjanjian dengan Tuhan.
b. Kritik terhadap ibadat palsu
Sikap Amos
terhadap ibadat terkesan sangat sinis dan negatif. Selain karena tempat yang
dianggap Amos salah, juga berdasarkan tingkah laku mereka yang tidak tepat. Dalam
Am 4: 4-5 nabi mengungkapkan sikapnya dengan nada sangat keras: “Datanglah ke Betel
dan lakukanlah perbuatan jahat ke Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat”. Menurut
Bolan dalam bukunya yang berjudul Tafsiran Amos (1966:43) kata Betel (Bet-El) berarti rumah Allah dan Gilgal berarti lingkaran Batu yang dalam
pernyataan ini merupakan sindiran keras terhadap umat Israel. Dalam
nubuat-nubuatnya melawan bangsa-bangsa, kata “kejahatan” dipakai dalam konteks
hubungan antar manusia. Ungkapan “perbuatan jahat” menunjukan suatu arti bahwa
manusia tidak taat pada Tuhan. Di sini Amos sama sekali tidak mengecam orang Israel
karena korban persembahan mereka yang najis atau karena mereka melakukan
penyembahan berhala tetapi semakin gencar beribadat di kedua tempat ibadat ini,
semakin hebatlah mereka berbuat jahat kepada Tuhan.
Ibadat
yang dilakukan oleh bangsa Israel bukan menunjukan sebuah pertobatan kepada
Allah akan tetapi justru menunjukan kemunafikan. Peribadatan yang dilakukan
besar-besaran mengungkapkan persaingan antar masyarakat kalangan atas. Di
sinilah kemunafikan tersebut muncul. Di mana masyarakat tidak mempersembahkan
kurban sebagai ungkapan syukur dan silih atas dosa melainkan sebagai bentuk
pamer kekayaan.
Di
sinilah Amos memperkenalkan segi baru bagi kehidupan beragama Israel.
Ketidakadilan sosial yang merajalela dalam hidup bersama hanya membuat ibadat
mereka sia-sia. ibadat yang dituntut oleh Allah pada hakekatnya adalah
kehidupan yang baik. Ibadat justru harus membantu agar tujuan keadilan dan
kebenaran dalam masyarakat tercapai, tidak menjadi silih bagi kejahatan
sehari-hari.
Setiap ibadat yang dilakukan
oleh mereka yang kehidupan moralnya tidak baik, tidak bisa diterima. Percuma
saja beribadat kalau mereka masih saja melakukan penindasan terhadap kaum
lemah. Umat Israel melakukan sebuah kesia-siaan karena beribadat kepada Allah
tetapi tindakan mereka penuh dengan kejahatan. Amos bahkan dengan nada penuh
ironi mengundang umat untuk memperbanyak ziarah dan beribadat supaya dosa mereka
juga semakin diperbanyak (Am 4:4-5). Tekanan Amos terhadap ibadat palsu adalah
ibadat yang menjadi pusat dosa. Mereka memuji Tuhan tetapi dengan hati yang
kotor. Bagaimana orang bisa memuji Tuhan dan sekaligus menindas? Bagaiman
ibadat yang demikian masih bisa berkenan kepada Tuhan?
c.
Hukuman Tuhan
Kejahatan Israel
yang menindas bangsanya sendiri membuat Amos menubuatkan hukum Tuhan:
“sesungguhnya aku akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti goncangan
kereta yang sarat dengan berkas gandum” (Am 2: 13). Ancaman ini mengacu pada
gambaran gempa bumi. Pada awal kitabnya menyebutkan adanya gempa bumi dan banyak
dari bagian kitabnya menyebutkan berbagai macam hukuman dimasa mendatang
sebagai konsekuensi dari tingkah laku yang jahat orang Israel: dikalahkan musuh
dan dibantai (Am 3:11 ), penghancuran tempat ibadat dan rumah mewah ( Am
3:14-15; 6: 6-11), “hari Tuhan” yang merupakan hari kegelapan bagi Israel ( Am
5:18-20), hari perkabungan (Am 8:9-10), kelaparan dan kehausan (Am 8:11-14).
Keputusan Tuhan ini
bersifat pasti dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam nubuatnya melawan Israel Amos
berkata “Aku tidak akan menarik lagi keputusanku”. Hal ini terlihat dari kelima
penglihatan yang dialami Amos yang pada dasarnya mewahyukan hukuman yang ada
diambang pintu ini. Pada penglihatan pertama (belalang) Tuhan menggagalkan
rencananya untuk menghukum (Am 7: 1-13), namun tidak dikatakan bahwa Ia
mengampuni. Penglihatan kedua (api) kemalangan yang berhenti karena doa Amos
(Am 7:4-6). Penglihatan ketiga ialah tali sipat yang ditaruh di tengah-tengah
di mana Allah tidak akan memafkan lagi dan Israel akan dibinasakan (Am 7:7-8).
Penglihatan keempat bakul berisi buah-buah musim panas (Am 8:1-2). Penglihatan
kelima kemalangan definitif bagi semua di mana Tuhan berdiri dekat mezbah dan
mengancam dengan hukuman. Kata Tuhan: “ Aku tidak akan memaafkan lagi” (Am
7:8;8:2). Jika Allah menyatakan segala sesuatu melalui nabi, yang dikatakannya
pastilah terjadi (Suharyo, 1993:88).
Meskipun Israel
umat pilihan Allah (Am 2:10;3:20 namun keterpilihan Israel tersebut tidak
ditanggapi dengan baik tetapi justru bangsa Israel menindas rakyatnya sendiri.
Ketidaksetiaan inilah yang justru membuat bangsa Israel dihukum oleh Tuhan
dengan hukuman yang berat (Groenen, 1980:254).
d. Kritik terhadap rasa tenteram yang
palsu
Ketentraman dalam
hidup seseorang kerapkali diukur dengan banyaknya kekayaan yang diperoleh.
Dengan kekayaan orang bisa menikmati semua hal yang berkaitan dengan kenikmatan
duniawi sehingga kenikmatan menjadi tolok ukur keberhasilan hidup. Ketentraman
yang sejati menurut Amos tak lain ketika kedamaian dan kenyamanan dapat
dirasakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Dalam Am 4:1-3 istri-istri para
pejabat tidak disebut dengan “nyonya-nyonya terhormat” tetapi dengan
“lembu-lembu Basan”. Lembu Basan menyimbulkan sesuatu yang subur (daerah Basan
adalah daerah yang sangat subur dan ternak gemuknya yang bagus). Demikian pula
dengan perempuan-perempuan Samaria, bentuknya indah dan bagus karena cukup
makan seperti lembu Basan yang termasyur itu. Perempuan-perempuan inilah yang
memaksa suami-sami mereka untuk menjadi pelayan dan pencoleng. Karena ingin
hidup mewah, mereka mendorong suami-suami mereka melakukan korupsi (Am 4:1).
Karena perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan oleh perempuan-perempuan itu, Amos
mengecam bahwa mereka akan diikat dengan tali dan dikait seperti ikan layaknya
orang tertawan (Am 4:2). Mereka juga akan diseret melalui belahan tembok menuju
kepada kebinasaan mereka (Am 4:3). Masa depan mereka akan menjadi lebih buruk
dari pada sekedar penderitaan orang miskin yang ada sekarang ini
(Hendriks,1990:47-48).
Perikop lain yang menunjukan
hal yang sama adalah pada Amos 6:1-3. Dalam perikop ini Amos melawan kemewahan
orang-orang besar di Israel. Semua orang
golongan atas dikecam. Mereka merasa aman dan tenteram, karena situasi politik
dan militer sekarang aman: kewajiban keagamaan mereka lakukan dengan ziarah dan
perayaan besar-besaran di tempat kudus; mereka yakin akan perlindungan Allah
yang menjadi akibat pemilihan dan perjanjian.
Bagi Amos menjadi
jelas, bahwa sebagian dari orang kaya memperkaya diri melalui penindasan
terhadap saudara-saudara mereka dan melalui praktik-praktik yang tidak adil,
bagi mereka tidak ada pengampunan. Bahkan mereka, yang tidak bersalah dalam hal
itu dan telah memperoleh kekayaan dengan cara yang halal, tetap tidak bisa
dimaafkan, karena mereka begitu mabuk kemewahan, sehingga tidak melihat lagi,
betapa rusaknya situasi Israel.
Dengan kata-kata
“celakalah atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang
merasa tenteram di gunung Samaria...” (Am 6:1,3). Mereka kemungkinan besar
terlalu sadar akan status mereka sebagai anggota bangsa terpilih, yang
mempunyai hubungan kesetiaan dengan Yahwe yang dipahami sebagai Allah yang
berpihak pada mereka. Bahwa mereka menikmati kemakmuran ekonomis dan kejayaan
politis, dianggap sebagai tanda bahwa Tuhan memberikan perhatianNya pada mereka
tanpa syarat. Itulah sebabnya mereka merasa aman dan tenteram akan saat ini dan
yakin akan masa depan.
Rasa tenteram ini
muncul karena mereka menikmati cara hidup yang penuh kenikmatan. Mereka
mempunyai rumah-rumah besar yang dihiasi dengan gading (Am 3:15,6:4), rumah
dengan konstruksi batu pahat yang kuat (Am 5:11). Orang-orang ini tidak
mempersoalkan apakah kenikmatan mereka diperoleh dengan jalan bermoral atau
tidak. Maka tidak masuk akal bahwa rasa aman dan tenteram ini muncul, kendati
kehidupan sehari-hari mereka diwarnai oleh hal-hal yang berlawanan dengan
keadilan dan kejujuran. Pemutarbalikan keadilan dan kebenaran adalah hal yang
merusak tatanan hidup bersama dan akan membawa masyarakat pada
ketidakteraturan. Bahwa mereka bisa hidup tenteram, sungguh melawan hakekat
moral kehidupan bersama.
e. Himbauan untuk bertobat
Amos sadar akan
nilai-nilai luhur yang akan membawa umat Israel pada kehidupan. Ia mengajarkan
kepada mereka agar umat jangan hanya senang dengan ibadat dan pergi kesana-kemari
ke tempat ibadat dan berhenti pada kemeriahan tempat ibadat saja. Ibadat adalah
sarana agar orang dapat menghayati hubungannya dengan Tuhan. Amos menandaskan
hal ini dengan berkata “Carilah aku, maka kamu akan hidup” (Am 5:4), Carilah
Tuhan maka kamu akan hidup” (Am 5:6).
Di tempat lain, Amos
menyampaikan nasehat yang sama dengan lebih menekankan segi moralnya. Beresnya
tingkah laku moral ini merupakan syarat bagi penyertaan Tuhan. Tuhan tidak akan
berkenan pada umatnya yang hidup sehari-harinya diwarnai dengan perlakuan jahat
kepada sesamanya, apalagi pada yang miskin dan lemah. Amos menasehati mereka
dengan berkata“Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup,
dengan demikian Tuhan, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang
kamu katakan” (Am 5:14).
Nasehat-nasehat di atas mengisyaratkan keinginan Amos
agar para pendengarnya melakukan pertobatan. Cinta akan Allah dan kebaikan akan
membuat orang menjauhi kejahatan, penindasan, keserakahan, dan sikap beragama
yang keliru. Namun demikian himbauan untuk bertaubat ini rupanya tidak
ditanggapi oleh orang-orang Israel. Dalam Am 4:6-12 ditampilkan banyak tanda
yang membawa bencana pada tanaman (ayat 6-9) dan manusia serta binatang (ayat
10). Tanda-tanda ini harusnya menyadarkan mereka untuk berbalik kepada Allah
dan bertobat. Tetapi hati mereka bebal dan menolak pertaobatan dan tampaknya
dalam Kitab Amos jalan bagi pertobatan telah tertutup. Hal inilah yang
menghantarkan umat Israel pada hukuman Tuhan.
2. Pesan Kitab Nabi Amos Dalam
Kerangka Perjanjian Lama
Nabi Amos adalah
nabi yang muncul sebelum pembuangan ke Babel. Bila Kitab Amos ini dilihat dalam
kerangka perjanjian lama maka dapat dikatakan bahwa nubuat-nubuatnya tidak akan
lepas dari Kitab Taurat. Pesan-pesan Nabi Amos pun sangat jelas terlihat bahwa
Israel telah melanggar perjanjian dan tidak mengikuti hukum Tuhan. Bila berkata
perjanjian maka hal ini akan dikaitkan dengan Musa dan Sinai serta bila bicara
hukum Tuhan tentunya berkaitan dengan Sepuluh Perintah Allah dan Taurat
keseluruhan.
Dari nabi Musa
sampai dengan Yoel, Allah mengutus para nabi untuk membawa bangsa Israel tetap
pada jalan yang benar. Akan tetapi bangsa Israel selalu saja menyimpang dan
meninggalkan Yahwe. Pewartaan para nabi di seluruh perjanjian lama menampakan
secara jelas sejarah keselamatan Allah. Bagaimana Allah melalui para nabinya
baik yang besar maupun yang kecil menyatakan cintanya sebagai kekasih, orang
tua dan juga sahabat, dengan segala sisi itulah Allah menyelamatkan umatnya.
Sarjumunarsa dalam
bukunya Pengantar kitab sejarah,
nabi-nabi, dan Mazmur tahun 1985 mengatakan bahwa Amos memperjuangkan apa
yang menjadi tema pokok perjanjian lama yaitu bahwa Yahwe adalah sumber
keselamatan satu-satunya dan tidak ada ilah-ilah lain yang seperti Yahwe. Hal
ini terungkap dalam pewartaan Amos mengenai Allah menghakimi bangsa-bangsa lain
baik kecil maupun besar (Bdk Am 1-2). Nubuat Amos ini menyatakan bahwa Allah
merupakan penguasa tunggal yang juga menguasai semua bangsa termasuk dewa-dewa mereka,
sehingga tidak ada alasan untuk bangsa Israel berpaling kepada dewa-dewa negeri
asing.
Setiap nabi dalam pewartaannya
selalu menempatkan Kesepuluh Perintah Allah sebagai hal utama yang harus diwartakan dan
dipelihara. Begitu pula dengan nabi Amos yang juga berpegang teguh pada
kesepuluh perintah Allah. Bagi Amos melanggar perintah-perintah Allah tersebut
adalah sebuah pemberontakan kepada Allah yang adil. Dalam keseluruhan pewartaan
Amos nampak dengan jelas bagaimana kesepuluh perintah Allah diperjuangkan
dengan sungguh-sungguh.
Dalam Kitab Amos
terdapat pesan universalisme keselamatan yaitu Yahwe yang merupakan Allah
Israel juga berperan dalam bangsa-bangsa selain Israel. Hal ini ditunjukkan
dengan kritikan Amos terhadap bangsa-bangsa lain yang juga akan mendapat
hukuman dari Yahwe. Bagi Amos Yahwe merupakan penguasa satu-satunya alam
semesta (Darmawijaya, 1990: 40).
Membela hak-hak
kaum lemah, miskin dan tersingkir juga bagian dari pesan Amos dalam setiap
pewartaannya. Hal ini diperjuangkan Amos karena merupakan bagian dari perintah
Yahwe dalam kesepuluh hukum Tuhan yang diberikan oleh Yahwe di gunung Sinai. Dalam
pewartaannya, Amos memiliki beberapa pokok-pokok pewartaan yang kesemuanya
untuk mengkritik sekaligus mengingatkan kembali bangsa Israel agar berbalik
kepada Allah dan tidak berbuat jahat. Dari pokok-pokok pewartaannya tersebut
terdapat pesan-pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Amos. Keadilan
sosial adalah salah satu pesan dari pewartaan Amos. Kesadaran bahwa bangsa
adalah milik bersama dan segala isinya digunakan untuk kesejahteraan bersama juga
merupakan bagian dari pesan Amos yang selalu disampaikan untuk mengingatkan
bangsa Israel akan tindakan-tindakannya.
Ketika umat Israel
beribadah kepada Yahwe maka seharusnya mereka mengingat bahwa tanah yang mereka
tempati adalah hasil perjuangan bersama seluruh bangsa dan bukan hanya golongan
tertentu saja. Maka bagi Amos pelanggaran akan keadilan sosial juga merupakan
bagian dari pengkhianatan bangsa Israel akan sejarah perjuangan mereka dalam
merebut tanah Kanaan. Keadilan sosial adalah bagian dari mengasihi sesama yang
merupakan hukum utama dari Yahwe.
Selain pesan
keadilan sosial juga terdapat pesan teologis yang penting yaitu hukuman Tuhan.
Amos menekankan bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat kebal dari hukuman
Tuhan (Am 1-2). Tuhan menghukum umatnya karena ketidaksetiaan dan karena cinta
kasih Yahwe yang tulus tidak ditanggapi. Hari Tuhan yang merupakan saat di mana
Yahwe membela dan berjuang untuk Israel sangat dinantika akan tetapi justru menjadi
hari kehancuran karena ketidaksetiaan dan kebobrokan Israel.
Its shit terable
BalasHapus