Mengenal Yesus Kristus Secara Lebih Dekat
(Bagian
kedua dari materi Baptis dewasa)
1.
Kelahiran Yesus Kristus: Bukti Nyata Kasih Allah yang Menyelamatkan
Kelahiran
Yesus adalah momen luar biasa dalam sejarah umat manusia. Ia bukan sekadar bayi
yang lahir di Betlehem, melainkan wujud nyata kasih Allah kepada dunia. Dalam
Yohanes 3:16, kita diingatkan bahwa Allah begitu mencintai dunia hingga
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal agar siapa pun yang percaya kepada-Nya
memperoleh hidup kekal. Inilah bentuk inisiatif Allah yang penuh cinta: Ia
sendiri turun tangan untuk menyelamatkan kita.
Yesus
adalah Sabda Allah yang menjadi manusia (Yoh. 1:14), dikandung oleh Roh Kudus
dan lahir dari Maria yang perawan (Luk. 1:26–38). Inkarnasi ini bukan hanya
sebuah mukjizat, tetapi juga pengungkapan bahwa Yesus sungguh Allah dan sungguh
manusia (KGK 464). Maria, ibu-Nya, juga bukan perempuan biasa. Ia dipilih sejak
kekal dan dijaga dari dosa asal agar bisa menjadi Bunda Penebus (KGK 487).
Dengan jawaban "ya" kepada malaikat Gabriel, Maria ikut serta dalam
rencana keselamatan Allah.
Yang
menarik, Yesus tidak lahir di istana, melainkan di kandang yang sederhana (Luk.
2:1–20). Ini bukan kebetulan. Allah ingin menunjukkan bahwa kasih-Nya hadir
dalam kerendahan hati dan keterbukaan, bahkan kepada mereka yang paling kecil
sekalipun. Para gembala—yang dianggap hina pada zaman itu—menjadi orang pertama
yang menerima kabar gembira ini.
Sebagai
calon baptis, kita diajak melihat kelahiran Yesus bukan sekadar sebagai kisah
Natal, melainkan sebagai ajakan pribadi untuk merespons kasih Allah. Seperti
Maria yang dengan rendah hati berkata, “Terjadilah padaku menurut
perkataan-Mu,” kita pun dipanggil untuk membuka hati dan hidup dalam terang
kasih Kristus.
2.
Pembaptisan Yesus: Tanda Kerendahan Hati dan Awal Misi-Nya
Meski
tanpa dosa, Yesus tetap meminta Yohanes Pembaptis untuk membaptis-Nya di Sungai
Yordan (Mat. 3:13–17). Ini bukan karena Ia butuh pengampunan, melainkan sebagai
wujud solidaritas-Nya dengan kita, umat manusia yang berdosa. Peristiwa ini
menjadi awal dari karya besar penyelamatan yang Ia jalani.
Saat
Yesus dibaptis, langit terbuka, Roh Kudus turun seperti burung merpati, dan
suara Bapa terdengar: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku
berkenan.” Inilah momen ketika Tritunggal Mahakudus tampil nyata—Bapa, Putra,
dan Roh Kudus hadir bersama (KGK 536).
Yesus
menyucikan air baptisan dengan masuk ke dalamnya. Ia memberikan teladan bagi
kita. Baptisan kita hari ini mendapat makna dari baptisan-Nya (KGK 1224). Ini
bukan sekadar ritus, melainkan permulaan hidup baru yang dipenuhi Roh Kudus dan
misi sebagai anak-anak Allah (Gal. 3:27).
Sebagai
calon baptis dewasa, kita belajar dari Yesus tentang kerendahan hati dan
kesiapan untuk menjalankan panggilan Allah. Pembaptisan bukan titik akhir,
melainkan langkah pertama dalam hidup baru yang penuh makna.
3.
Pewartaan Kerajaan Allah: Seruan untuk Hidup Baru
Setelah
dibaptis dan menghadapi pencobaan di padang gurun, Yesus memulai pewartaan-Nya
dengan satu pesan penting: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat!”
(Mrk. 1:15). Ini bukan kerajaan seperti dalam dunia politik, tapi tempat di
mana kehendak Allah sungguh dijalankan—di hati, dalam masyarakat, dan di
seluruh dunia.
Yesus
mengajarkan kita untuk meminta Kerajaan Allah hadir di bumi seperti di surga
(Mat. 6:10). Itu berarti hidup yang penuh cinta, damai, dan keadilan. Menurut
KGK 541, Yesus memanggil semua orang untuk bertobat dan percaya, sebab Kerajaan
Allah terbuka bagi siapa saja yang hatinya terbuka—terutama mereka yang miskin
dan lemah.
Yesus
mewartakan Kerajaan ini lewat pengajaran dan perbuatan nyata. Ia menceritakan
perumpamaan yang mengajak kita merenung, seperti tentang benih, anak yang
hilang, dan ilalang. Semua ini mengajarkan bahwa Kerajaan Allah tumbuh
perlahan, penuh belas kasih, dan selalu memberi ruang bagi pertobatan.
Sebagai
calon baptis, kita dipanggil untuk menjadi bagian dari Kerajaan ini. Itu
artinya, kita perlu membuka hati, percaya kepada Yesus, dan mewujudkan kasih
Allah dalam tindakan nyata sehari-hari—di keluarga, pekerjaan, dan komunitas.
4.
Sabda dan Karya Yesus: Keselamatan yang Terlihat dan Terdengar
Yesus
tidak hanya mengajarkan kebenaran lewat kata-kata, tapi juga mewujudkannya
dalam tindakan. Pengajaran-Nya menyentuh hati: dari khotbah di bukit hingga
kisah tentang belas kasih dan pengampunan. Tetapi sabda-Nya selalu disertai
karya: Ia menyembuhkan orang sakit, memberi makan yang lapar, bahkan
membangkitkan orang mati (Mrk. 2; Yoh. 11).
Mukjizat-mukjizat
itu bukan sekadar keajaiban, tetapi tanda bahwa Kerajaan Allah sungguh hadir
(KGK 547–548). Mereka menunjukkan siapa Yesus sesungguhnya: utusan Allah yang
penuh kasih dan kuasa.
Sabda
dan karya Yesus menyatu, menjadi jalan keselamatan. Ia tidak hanya bicara
tentang belas kasih—Ia menunjukkannya dengan memberi perhatian kepada yang
menderita. Ia tidak hanya bicara tentang pengampunan—Ia mengampuni, bahkan saat
disalib.
Sebagai
calon baptis, kita pun dipanggil untuk hidup seperti itu. Iman bukan hanya
untuk dipercayai, tapi untuk dijalani dalam kasih dan pelayanan. Setiap
tindakan kasih yang kita lakukan menjadi saksi bahwa kita adalah murid Yesus.
5.
Yesus Mengasihi Orang Miskin dan Berdosa: Kasih yang Menyentuh Hati
Yesus
dikenal karena kedekatan-Nya dengan orang-orang yang tersingkir: para pemungut
cukai, perempuan berdosa, dan orang sakit. Ia tidak menjauh, tetapi mendekat.
Ia menyentuh yang tak tersentuh, mengampuni yang merasa tak layak, dan
memulihkan martabat yang sudah dihancurkan dosa (Luk. 5:31–32; Mat. 9:10–13;
Mrk. 1:40–45).
Yesus
menunjukkan bahwa kasih Allah tak bersyarat. KGK 544 menegaskan bahwa Kerajaan
Allah terbuka bagi yang kecil dan miskin. Ia bukan hanya peduli secara rohani,
tapi juga secara nyata—memberi makan, menyembuhkan, dan membela mereka yang
tertindas.
Sebagai
calon baptis, kita belajar bahwa kasih bukan untuk disimpan, tetapi dibagikan.
Gereja dipanggil menjadi tempat penyembuhan, bukan penghakiman. Kita diajak
merangkul yang tersingkir dan menjadi tanda kasih Allah yang menyembuhkan.
6.
Sengsara dan Wafat Yesus: Kasih yang Total hingga Akhir
Puncak
kasih Yesus adalah saat Ia menderita dan wafat di salib. Bagi dunia, salib
mungkin tampak sebagai kekalahan, tapi bagi iman kita, itu adalah kemenangan
kasih yang sempurna (Flp. 2:8). Yesus tidak sekadar mengajarkan kasih—Ia
mempersembahkan hidup-Nya sebagai kurban untuk menebus dosa kita (KGK 606).
Dalam
sengsara-Nya, Yesus mengambil tempat kita. Ia memikul derita yang seharusnya
kita tanggung. Ia menjadi hamba yang taat, seperti nubuat Nabi Yesaya.
Salib-Nya bukan simbol kehinaan, tapi jalan keselamatan dan solidaritas dengan
semua yang menderita.
Setiap
kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenangkan pengorbanan ini (KGK 1366).
Dalam Misa, kita diundang untuk mempersembahkan diri juga—membawa luka,
penderitaan, dan hidup kita ke altar Tuhan.
Sebagai
calon baptis, Anda diundang memaknai salib bukan sebagai beban, tetapi sebagai
jalan mengikuti Kristus. Dalam setiap penderitaan, ada kesempatan untuk bersatu
dengan-Nya.
7.
Kebangkitan Yesus: Harapan Baru yang Menghidupkan
Kebangkitan
Yesus adalah dasar iman kita. Tanpa kebangkitan, semua yang kita percayai tak
ada artinya (1 Kor. 15:17). Tetapi syukur kepada Allah, Yesus sungguh bangkit!
Ia mengalahkan maut dan membuka jalan kehidupan yang baru.
Lukas
24 menceritakan bagaimana para murid yang tadinya ketakutan, menjadi penuh
keberanian setelah bertemu Yesus yang bangkit. Inilah kekuatan kebangkitan:
mengubah ketakutan menjadi harapan, dan kesedihan menjadi sukacita.
KGK
638 menyebut kebangkitan sebagai “kebenaran puncak iman Kristen.” Ini bukan
sekadar keajaiban, tapi tanda bahwa kasih Allah lebih kuat dari kematian. Yesus
tidak kembali ke kehidupan lama, tapi masuk ke kemuliaan. Kita pun dipanggil
untuk hidup dalam semangat kebangkitan itu.
Melalui
baptisan, kita ikut mati dan bangkit bersama Kristus (Rom. 6:4). Maka sebagai
calon baptis, Anda akan memulai hidup baru yang penuh harapan, cinta, dan
semangat untuk terus diperbarui setiap hari dalam terang Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar