I. MEMAHAMI ABORSI
1. Pengantar
Berbicara tentang aborsi selalu menuai pro-kontra. Namun
dalam menghadapi masalah aborsi Gereja Katolik selalu konsisten pada
pendiriannya. Dari abad ke abad Gereja Katolik tidak pernah menerima perbuatan
aborsi. Sebelum mendalami lebih jauh mengapa
Gereja Katolik menolak aborsi, ada baiknya kita pahami arti kata aborsi.
Aborsi berasal dari bahasa Latin “Aborsio” yang berarti pengeluaran hasil
konsepsi sebelum waktunya sehingga janin meninggal. Konsepsi adalah pertemuan
antara sel sperma dan sel telur. Di bawah ini, ada beberapa pengertian aborsi
dari beberapa pihak:
2.1 Secara Umum.
Secara umum aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus secara prematur pada janin yang belum bisa hidup di luar kandungan.
Uterus adalah rahim atau kandungan tempat janin berdiam sebelum kelahirannya.
Arti harafiah prematur adalah sebelum waktunya. Jadi, prematur dalam arti ini
adalah pengeluaran janin sebelum waktunya. Sedangkan janin adalah hasil
konsepsi.
2.2 Secara Medis
Secara medis aborsi adalah pengeluaran janin dari kandungan
sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian. Kalau pengeluaran janin
sesudah 24 minggu disebut pembunuhan bayi (infanticide). Pengeluaran
janin sebelum 24 minggu disebut aborsi karena menurut perhitungan medis hasil
konsepsi dibawah 24 minggu belum masuk dalam hitungan sebagai bayi atau
manusia. Sedangkan sesudah 24 minggu disebut pembunuhan karena sudah masuk
dalam kategori bayi atau manusia.
2.3 Secara Moral (Katolik) dan Hukum
Dari segi moral dan hukum aborsi adalah pengeluaran janin
sejak adanya konsepsi pertama (sejak pertemuan sel sperma dengan sel telur)
sampai dengan kelahirannya dan mengakibatkan kematian. Gereja dalam memandang
hasil konsepsi tetap tegas bahwa sejak pertemuan sel sperma dan sel telur di
situ sudah ada seorang manusia baru.
3. Macam-macam Aborsi
Ada bermacam-macam aborsi yang perlu dilihat karena ada
aborsi yang masuk dalam kategori kasus khusus di mana aborsi yang dilakukan
bukan atas kehendak sendiri melainkan demi mengatasi suatu masalah.
3.1 Aborsi yang Disengaja (Procured Aborsion)
Aborsi yang disengaja adalah pembunuhan yang diarahkan
langsung pada janin yakni antara saat pembuahan sampai kelahirannya dengan cara
apapun. Prosesnya dilakukan dengan sengaja. Aborsi dengan cara ini dilarang
keras oleh Gereja karena tindakan yang semena-mena terhadap sesama yang lemah
tak berdaya. Proses aborsi jenis ini biasanya dilakukan dengan cara minum
obat-obatan medis atau dukun yang ahli dalam hal itu.
Aborsi terapeutik adalah pembunuhan yang dilakukan demi
menyelamatkan nyawa atau kesehatan seorang wanita hamil. Aborsi terapeutik
juga, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan. Aborsi dengan cara ini dalam
Gereja Katolik dimasukkan dalam kategori kasus khusus, walaupun di sana-sini
masih ada pro-kontra. Aborsi terapeutik dibagi dalam dua cara:
Aborsi terapeutik langsung adalah pembunuhan yang tindakan
medisnya ditujukan langsung untuk membunuh janin tersebut.
Aborsi terapeutik tidak langsung adalah pembunuhan yang
tindakan medisnya tidak ditujukan langsung pada janin tetapi pada bagian lain.
Misalnya, pengangkatan rahim. Karena rahim diangkat maka otomatis janin yang
berada dalam rahim akan mati.
3.3 Aborsi Eugenik
Aborsi eugenik adalah pembunuhan yang dilakukan terhadap
janin yang cacat atau jenis kelamin janinnya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Aborsi jenis ini pun masuk dalam kategori kasus khusus. Tetapi
kalau aborsi karena bayi tidak sesuai dengan keinginan ditolak oleh Gereja.
Gereja hanya menerima kalau bayi dalam kandungan cacat tetapi dengan catatan
perhitungan medis menunjukkan masalah itu.
3.4 Keguguran (Miscariage)
Keguguran adalah aborsi yang terjadi secara alami (terjadi
tanpa campur tangan manusia). Aborsi ini tidak bertentangan dengan ajaran
Gereja karena terjadinya secara alami tanpa campur tangan manusia. Manusia
hanya menerimanya dengan pasrah.
4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Aborsi
Aborsi yang dilakukan biasanya karena suatu alasan tertentu
yang kadang mendesak dan harus dilakukan. Tetapi ada juga yang melakukan aborsi
karena faktor-faktor yang tidak masuk akal. Di bawah ini diketengahkan faktor-faktor
penyebab seorang ibu melakukan aborsi.
4.1 Ekonomi.
Faktor ekonomi terkadang memicu terjadinya aborsi.
Kesejahteraan anak dan pendidikan yang layak menimbulkan pikiran lebih baik ia
tidak lahir daripada lahir dan menderita seumur hidup. Pikiran di atas tidak dibenarkan oleh
Gereja, karena aborsi secara sengaja merupakan penghancuran manusia yang tak
bersalah dan tindakan semena-mena.
4.2 Banyaknya Anak
Banyaknya anak juga menjadi pemicu terjadinya aborsi.
Aborsi dilakukan karena kurangnya ekonomi atau tidak mampu mendidiknya nanti.
Melihat masalah ini, Gereja dengan berpedoman pada Kitab Suci mengatakan bahwa
kehidupan perkawinan adalah sesuatu yang suci karena daya cipta Allah langsung
berkarya di dalamnya. Dengan demikian, mengadakan kehidupan baru adalah
perbuatan yang kudus. Mencampuri bidang itu apalagi merintanginya adalah
melawan kekudusan tersebut. Mengenai jumlah anak haruslah ditentukan bersama
oleh suami dan istri berdasarkan suara hatinya. Tetapi suara hati harus tetap
berpedoman pada kehendak Allah yang disampaikan oleh kewenangan Gereja.
Suami-istri melukiskan persatuan Kristus dengan Gereja-Nya yang penuh cinta kasih
dengan membuahkan kehidupan baru.
4.3 Paksaan
Aborsi selain dilakukan oleh ibu sering kali oleh orang
lain. Yang pertama bersalah ialah ayahnya, jika secara eksplisit mendesak
istrinya untuk melakukan aborsi. Tidak hanya ayahnya tetapi terkadang dari
lingkungan keluarga atau lebih luas lagi dari teman-temannya. Paksaan-paksaan
tersebut terkadang membuat seorang ibu tertekan sehingga terpaksa menyetujui
aborsi. Atau seorang ibu ditekan secara langsung sehingga mau tidak mau ia
harus melakukan aborsi. Di sini tanggung jawab moral terletak pada mereka yang
langsung atau tidak langsung memaksanya untuk melakukan aborsi.
4.4 Keselamatan Ibu
Kasus yang paling dramatis ialah terjadinya konflik frontal
antara nyawa ibu dan bayinya. Apabila secara objektif dalam perhitungan medis
menunjukkan bahwa kalau melanjutkan kehamilan bisa mematikan baik ibu maupun
bayinya. Menghadapi kasus seperti ini Gereja melalui para moralis Katolik
umumnya menyetujui kasus tersebut dengan prinsip satu di antara mereka harus
diselamatkan. Tetapi di sini bukanlah masalah lebih memilih ibunya daripada
bayinya, atau lebih memilih bayinya daripada ibunya melainkan sebuah pilihan di
antara hidup yang dapat diselamatkan dan hidup yang tidak dapat diselamatkan.
4.5 Kesehatan Ibu (Aborsi Terapeutik)
Aborsi jenis ini dilakukan untuk mengobati penyakit ibunya.
Misalnya, ibunya mengandung tetapi ia mengidap penyakit jantung. Kalau
kehamilannya diteruskan sampai dengan kelahirannya akan sangat berbahaya bagi
ibunya. Maka, keputusan yang diambil ialah aborsi. Memang, sering dikatakan
bahwa aborsi jenis ini adalah terapeutik tetapi sebenarnya tidak tepat istilah
itu, karena tidak dibuat dalam rangka penyembuhan penyakit. Dengan kata lain,
aborsi dilakukan tetapi penyakit jantungnya tidak tersembuhkan.
II. MENGAPA GEREJA KATOLIK MENOLAK ABORSI?
1. Pengantar
Aborsi adalah pembunuhan manusia tak bersalah yang telah
hidup. Aborsi merusak sesama dan bertentangan dengan ajaran agama. Gereja
melihat aborsi sebagai suatu perbuatan yang harus dihentikan dan dikutuk.
Mengenai aborsi Gereja tetap pada ajarannya walau mendapat desakan dari
berbagai pihak untuk melegalkannya.
2. Pandangan Gereja katolik Mengenai Aborsi
Untuk mengerti mengapa Gereja Katolik menolak Aborsi
dibawah ini diketengahkan dasar yang menunjukkan alasan Gereja Katolik menolak
aborsi. Berdasarkan alasan dari berbagai dokumen dan ajaran para pemimpin
tertinggi Gereja serta Kitab Suci sebagai dasar utama kehidupan umat Kristiani,
Gereja dengan tegas menolak aborsi. Karena berdasarkan sumber di atas
manusia adalah hasil ciptaan Allah menurut Gambar dan rupa-Nya. Maka, manusia
sejak awal adalah kudus.
2.1 Kitab Suci
Kitab Suci perjanjian Lama dengan keras melarang orang
melakukan pembunuhan “Jangan
membunuh” (Kel. 20:13; Ul.
5:17). Ini berarti kehidupan sangat dihormati dan perlu dijaga agar tidak
mengalami kematian baik secara alami maupun campur tangan
pihak lain. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama tidak disebutkan secara langsung
kata “aborsi”. Kita hanya melihat teks-teks Kitab suci yang sering digunakan
sebagai dasar argumen bila berbicara soal aborsi.
Semua orang setuju bahwa membunuh itu tidak baik dan tidak
boleh. Tetapi persoalan yang muncul ialah bagaimana dengan aborsi? Gereja
Katolik melihat bahwa aborsi adalah perbuatan terkutuk, sebab janin adalah
manusia. Aborsi selalu digolongkan sebagai suatu aksi yang terkutuk sehingga
pembunuhannya masuk klasifikasi pembunuhan manusia.Apalagi
pembunuhan itu dilakukan secara sengaja dengan berbagai motif misalnya ekonomi,
dll.
Jadi, pembunuhan janin adalah pembunuhan manusia yang
adalah Gambar Allah sendiri. Dalam rahim ibu Allah berdiam. Ini sesuai dengan
apa yang tertulis dalam Kitab Suci, “ Sebab Allah membuat manusia itu
menurut gambar-Nya sendiri” (Kej.
9:6b). Maka, barang siapa melakukan tindakan yang merugikan orang lain terutama
aborsi adalah melawan hukum Allah dan dari padanya akan dituntut nyawa juga.
Hidup manusia itu keramat dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya Dia yang boleh
mengambil.
Dalam kitab Suci Perjanjian Baru sebagai dasar kehidupan
umat Kristiani atau disebut Injil Kehidupan merupakan inti amanat Yesus.
Kelahiran Yesus merupakan kabar gembira. Kabar gembira ini adalah dasar untuk
pemenuhan kegembiraan pada tiap anak yang lahir di dunia.
Perjanjian baru pun tidak berbicara secara langsung
mengenai aborsi. Larangan melakukan aborsi adalah konsekuensi langsung dari
permenungan akan harkat dan martabat manusia yang selalu diperjuangkan Yesus
dalam ajaran-Nya dan yang telah diwartakan oleh para murid-Nya. Dapat kita
lihat dalam Kitab Suci bahwa kehamilan tidak pernah menjadi sebuah masalah atau
beban. Ini terlihat pada Injil Lukas 1: 46 “Jiwaku memuliakan Tuhan”. Anak
selalu dimengerti sebagai anugerah dari pencipta kehidupan yakni Allah sendiri.
Ketika mulai ada kehidupan dalam rahim ibu, di sanalah terletak karya
penciptaan Allah. Maka, keluarga selalu bahagia atas kehamilan dan kelahiran
anak. Manusia mempunyai keistimewaan karena berpartisipasi dalam karya
penciptaan Allah dalam prokreasi yakni, melangsungkan kehamilan dan kelahiran
anak. Manusia adalah “pembantu” Allah dalam menciptakan manusia baru. Maka,
penghentian paksa atas kehamilan (aborsi) bukan hanya berarti berbuat kekejaman
terhadap sesama ciptaan tetapi juga merusak karya ciptaan Allah seperti
dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: “Yang daripadanya
berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup” (1Kor. 8:6).
Membunuh anak adalah perbuatan yang melanggar perintah
Allah karena bayi adalah manusia lemah tak berdaya. Ia tidak mampu membela
diri. Allah selalu berpihak pada orang lemah dan tertindas. Maka, Ia tidak
menghendaki kematiannya “Bulu
yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya
tidak akan dipadamkan-Nya” (Mat.
12:20). Keberpihakan Allah pada orang lemah juga menjadi sikap Yesus yang bisa
kita temukan dalam perikop Kitab Suci, “Barang
siapa menyesatkan salah satu dari anak kecil yang percaya ini, lebih baik
baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke
dalam laut” (Mrk. 9:42).
Mengenai penyesatan terhadap anak kecil, Yesus memberi
hukuman yang sangat berat dan Dia tidak membicarakan hal yang sama bagi yang
menyesatkan orang dewasa. Mengapa demikian? Karena orang dewasa mempunyai
kemampuan untuk membela diri. Oleh karena itu, membunuhan orang yang paling
lemah adalah berlawanan dengan sikap dan kehendak Allah yang ingin melindungi
orang yang lemah tak berdaya.
Warta Injil diterima oleh Gereja penuh kasih dan harus
diwartakan dengan kesetiaan penuh keberanian sebagai warta kebaikan kepada umat
manusia pada tiap zaman dan pada tiap kebudayaan. Warta itu adalah amanat dari
Yesus bahwa manusia mempunyai nilai pribadi yang tiada bandingnya.]Hidup
manusia itu keramat karena sejak awal mulanya melibatkan ”tindakan kreativitas
Allah” dan untuk selamanya tetap ada dalam naungan Sang Pencipta, satu-satunya
tujuannya. Hanya Dialah awal dan akhir tujuan hidup.
2.2 Dokumen Konsili Vatikan II: Gaudium Et Spes
Dalam Gaudium
Et spes ditegaskan bahwa
dalam situasi apapun aborsi adalah kejahatan yang mengerikan. Apalagi
pembunuhan bermotif banyaknya anak, ekonomi dan ketidakharmonisan keluarga.
Pembunuhan anak melanggar hukum ilahi. Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah
mempercayakan kepada manusia tugas luhur memelihara kehidupan. Dengan demikian
suami istri harus hormat terhadap kehidupan manusia melampaui hal-hal yang pada
derajat-derajat kehidupan yang lebih rendah. Maka, sejak pembuahan kehidupan
harus dilindungi dengan perawatan yang baik karena anak adalah ciptaan Allah
menurut gambar-Nya.
2.3 Kitab Hukum Kanonik 1983
“Barang siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil,
terkena ekskomunikasi[21] yang bersifat otomatis” (Kan. 1398). Artinya, hukuman otomatis
menimpa siapa saja yang bersalah karena aborsi. Ekskomunikasi juga kena pada
semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Dengan sanksi ini Gereja mau
menjelaskan bahwa aborsi adalah salah satu dari kejahatan yang terberat dan
paling berbahaya. Sedangkan ekskomunikasi bertujuan menyadarkan orang agar
mengerti betapa berat dosa tertentu dan dengan demikian mendukung penyesalan
dan tobat yang sesuai.[22]
Pandangan kitab hukum kanonik tentang aborsi juga tetap
berdasar pada Kitab Suci, walaupun Kitab Suci tidak secara eksplisit berbicara
tentang aborsi dan tidak mematok larangan langsung dan spesifik. Kitab Suci
berangkat dari perintah Allah, “Jangan
membunuh” sebab manusia
sejak dari rahim ibunya milik Allah (bdk. Yer 1:5). Manusia sejak awalnya
adalah sakral. Kitab hukum kanonik melihat bahwa perintah ini merupakan
perintah Allah, “Jangan membunuh”, diterapkan pada kehidupan yang belum lahir
(janin). Maka, perbuatan aborsi akan terkena sanksi yuridis, ekskomunikasi yang
bersifat otomatis.
2.4 Kongregasi
Ajaran Iman: Pernyataan
tentang Aborsi.
Masalah aborsi hampir di mana-mana menjadi bahan diskusi
alot. Melihat masalah ini kongregasi suci ajaran iman terdorong untuk
mengeluarkan pernyataan tentang aborsi. Kongregasi ini menyadari bahwa tugas
Gereja adalah melindungi manusia terhadap segala aspek yang dapat merusak atau
melecehkannya dan memajukan iman dan moral di seluruh Gereja. Maka, mengenai
masalah aborsi Gereja tidak tinggal diam.[24]
Kongregasi ajaran iman dalam berbicara mengenai aborsi
merujuk pada Kitab Suci. “Allah
tidak menciptakan kematian dan tidak bergembira atas kebinasaan apa yang hidup” (Keb. 1: 13). “Allah bukanlah Allah orang
mati, melainkan Allah orang hidup” (Mat.
22:32). Perikop di atas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia dan
yang dikehendaki-Nya adalah kehidupan. Ia menciptakan manusia menurut
gambar-Nya agar manusia menjadi mahkota dunia. Maka, aborsi adalah melawan
kehendak Allah.
Hormat terhadap hidup manusia adalah suatu kewajiban karena
manusia bebas. Ia bebas menentukan nasibnya dan berkuasa atas dirinya. Manusia
diciptakan oleh Allah dan dalam Allah ia menemukan pemenuhannya. Ketika manusia
dinyatakan sebagai persona, ia sudah bebas. Ia sudah menjadi orang lain bagi
ibu dan ayahnya.
2.5 Ensiklik
Para pemimpin Gereja tidak berdiam diri melihat kasus
aborsi yang dilakukan oleh keluarga-keluarga kristiani. Mereka sebagai pemimpin
tertinggi Gereja dan pengajar ajaran moral yang benar sangat prihatin atas
masalah aborsi. Aborsi menjadi masalah yang cukup serius yang harus dibahas
tuntas karena aborsi menyangkut pembunuhan dan ini melawan ajaran Gereja yang
tertuang dalam Kitab Suci..
2.5.1 Paus Pius XI: Casti
Connubi
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 31
Desember 1930, beliau menuliskan bahwa keluarga-keluarga katolik yang menolak
keturunan dengan berbagai alasan sebenarnya hanya ingin mencari kesenangan
sendiri. Pada dasarnya perkawinan menurut kodratnya terarah pada kelahiran
anak. Maka tindakan membunuh anak adalah suatu perbuatan yang jahat dan suatu
kesalahan berat. Beliau menjelaskan bahwa tindakan aborsi adalah perbuatan
melawan kodrat dengan mengutip Kitab Suci (Kej. 38: 8-10). Perikop di atas
menjelaskan bahwa Tuhan membunuh orang yang tidak ingin mempunyai keturunan.
Ia juga menegaskan bahwa Gereja mengutuk semua bentuk
aborsi langsung, juga yang disebut aborsi langsung dengan medis dan terapeutik.
Ia berbicara mengenai aborsi dalam konteks keluarga. Ia mengatakan bahwa Aborsi
adalah kejahatan yang sangat berat karena dialamatkan kepada hidup anak yang
masih ada di dalam kandungan.
2.5.2 Paus Paulus VI: Humanae
vitae
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 25 Juli
1968 beliau menghimbau keluarga-keluarga agar tetap menghormati hasil prokreasi
seturut kehendak Allah. Penghentikan proses generatif, terutama pengguguran
yang disengaja harus ditolak. Aborsi tidak boleh dipergunakan sebagai alat
untuk mengkontrol kelahiran. Tugas melanjutkan keturunan merupakan tugas yang
paling berat namun juga merupakan sumber kegembiraan besar seperti yang dialami
oleh Elisabet yang di sebut mandul. Ia bersyukur dan memuji Tuhan ketika mengetahui
bahwa ia hamil pada masa tuanya. Kegembiraan ini tentunya ada karena ada
kerinduan sebelumya.
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 25 Maret
1995, ia menjelaskan bahwa perbuatan yang paling jahat adalah aborsi karena
melanggar kehidupan. Ia menjelaskan bahwa segala kejahatan yang dapat
dilaksanakan manusia melawan kehidupan terutama aborsi. Tetapi dewasa ini
banyak orang mulai meredupkan penilaian beratnya kejahatan itu. Kesadaran moral
mulai menipis sehingga banyak orang tidak mampu membedakan antara baik dan
buruk. Hak asasi atas manusiapun mulai dipertaruhkan. Mengingat keadaan yang
serius ini maka, diperlukan keberanian untuk menetapkan kebenaran sehingga
keluarga-keluarga Katolik tidak jatuh pada sikap kompromis dengan memakai
sebutan sebenarnya.
Menangani masalah ini Paus mengutip teguran Nabi Yesaya: “Celakalah mereka yang
menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan
menjadi terang dan terang menjadi kegelapan” (Yes. 5:20).
Ia menegaskan bahwa aborsi pada dasarnya adalah pematian
manusia dalam tahap awal hidupnya antara saat pembuahan sampai kelahiran.
Pematian dengan cara ini mendapat hukuman yang berat dan perbuatan tidak adil
karena yang dibunuh di sini adalah pribadi yag lemah, tak dapat membela diri.
Maka, aborsi adalah pembunuhan yang amat durhaka. Walau demikian, masih ada
kasus-kasus khusus yang diperhatikan oleh Gereja. Misalnya, Aborsi demi
keselamatan seorang ibu. Untuk kasus-kasus khusus akan dibahas dalam poin
berikutnya.
Ia juga menjelaskan masalah kapan mulai ada kehidupan
karena ada beberapa pihak mencoba membenarkan aborsi dengan mengatakan bahwa
hasil pembuahan, sekurang-kurangnya sampai hari tertentu belum dipandang
sebagai pribadi. Mengenai masa, ia menegaskan bahwa sesungguhnya dengan
pembuahan sel telur mulailah suatu kehidupan baru, yang bukan hidup ayah dan
bukan hidup ibu, melainkan makhluk baru yang mempunyai kebebasan untuk tumbuh
sendiri dengan sifat-sifat khas tertentu. Oleh karena itu, sejak saat adanya
harus diberi penghormatan mutlak dan diakui. Ia sudah mempunyai hak asasi
manusia dalam keseluruhan dan kesatuan jasmani dan kejiwaannya. Dengan demikian
hak atas hidup adalah mutlak tanpa diganggu gugat.
Dalam bagian ini kita akan berbicara tentang kasus-kasus
khusus aborsi. Kasus-kasus ini pantas dibicarakan secara tersendiri sebab perlu
beberapa klarifikasi yang sering kali membingungkan.
3.1 Aborsi dengan Indikasi Medis.
Yang disebut aborsi dengan indikasi medis adalah aborsi
yang dilakukan oleh karena adanya tanda atau keadaan yang menunjukkan atau
menggambarkan bahwa pelangsungan kehamilan akan menyebabkan kerusakan serius
pada kesehatan ibu yang tidak bisa dipulihkan atau bahkan menyebabkan kematian
ibu.
Maka, penilaian moral terhadap kasus ini adalah kita tidak
boleh menghukum orang yang tidak bersalah karena apa yang dilakukannya bukan
berdasarkan kemauannya tetapi demi keselamatannya. Jadi, Gereja Katolik melihat
bahwa aborsi dengan cara demikian tidak melanggarkan moral. Tetapi tetap
ditegaskan bahwa Gereja tetap tidak mengizinkan aborsi. Kasus diatas
diperbolehkan sejauh tidak ada jalan lain.
3.2 Konflik Frontal Antara Nyawa Ibu dan Bayinya
Kasus yang paling dramatis adalah kasus di mana terjadi
konflik frontal antara nyawa ibu dan bayinya. Apabila secara obyektif dalam
perhitungan medis dinyatakan bahwa terjadi suatu keadaan di mana melanjutkan
kehamilan bisa mematikan baik ibu maupun bayinya. Menghadapi keadaan seperti di
atas yang perlu dipilih adalah apa yang paling mungkin diselamatkan. Kalau yang
paling mungkin diselamatkan adalah ibunya maka ibunya harus diselamatkan; bila
bayinya yang paling mungkin maka dia yang diselamatkan. Daripada kedua-duanya
mati, maka lebih baik memilih satu di antaranya.
Tetapi ini bukan berarti bahwa hidup ibunya lebih berarti
daripada bayinya, melainkan kita berhadapan dengan situasi di mana hanya ada
dua pilihan: membiarkan keduanya mati atau menyelamatkan nyawa ibunya. Maka,
pilihan menyelamatkan ibunya adalah pilihan yang paling baik. Melihat kasus
seperti itu, moralis katolik seperti Bernard Haring mengatakan bahwa,“Di
sini bukanlah masalah lebih memilih ibunya daripada bayinya atau lebih memilih
bayinya daripada ibunya, tetapi sebuah pilihan di antara hidup yang dapat
diselamatkan dan hidup yang tidak dapat diselamatkan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar