Minggu

ABORSI



I. MEMAHAMI ABORSI
1. Pengantar
Berbicara tentang aborsi selalu menuai pro-kontra. Namun dalam menghadapi masalah aborsi Gereja Katolik selalu konsisten pada pendiriannya. Dari abad ke abad Gereja Katolik tidak pernah menerima perbuatan aborsi. Sebelum mendalami lebih jauh mengapa Gereja Katolik menolak aborsi, ada baiknya kita pahami arti kata aborsi.
2. Pengertian Aborsi 
Aborsi berasal dari bahasa Latin “Aborsio” yang berarti pengeluaran hasil konsepsi sebelum waktunya sehingga janin meninggal. Konsepsi adalah pertemuan antara sel sperma dan sel telur. Di bawah ini, ada beberapa pengertian aborsi dari beberapa pihak:

2.1 Secara Umum.
Secara umum aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada janin yang belum bisa hidup di luar kandungan. Uterus adalah rahim atau kandungan tempat janin berdiam sebelum kelahirannya. Arti harafiah prematur adalah sebelum waktunya. Jadi, prematur dalam arti ini adalah pengeluaran janin sebelum waktunya. Sedangkan janin adalah hasil konsepsi.
2.2 Secara Medis
Secara medis aborsi adalah pengeluaran janin dari kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian. Kalau pengeluaran janin sesudah 24 minggu disebut pembunuhan bayi (infanticide). Pengeluaran janin sebelum 24 minggu disebut aborsi karena menurut perhitungan medis hasil konsepsi dibawah 24 minggu belum masuk dalam hitungan sebagai bayi atau manusia. Sedangkan sesudah 24 minggu disebut pembunuhan karena sudah masuk dalam kategori bayi atau manusia.
2.3 Secara Moral (Katolik) dan Hukum
Dari segi moral dan hukum aborsi adalah pengeluaran janin sejak adanya konsepsi pertama (sejak pertemuan sel sperma dengan sel telur) sampai dengan kelahirannya dan mengakibatkan kematian. Gereja dalam memandang hasil konsepsi tetap tegas bahwa sejak pertemuan sel sperma dan sel telur di situ sudah ada seorang manusia baru.

3. Macam-macam Aborsi
Ada bermacam-macam aborsi yang perlu dilihat karena ada aborsi yang masuk dalam kategori kasus khusus di mana aborsi yang dilakukan bukan atas kehendak sendiri melainkan demi mengatasi suatu masalah.
3.1 Aborsi yang Disengaja (Procured Aborsion)
Aborsi yang disengaja adalah pembunuhan yang diarahkan langsung pada janin yakni antara saat pembuahan sampai kelahirannya dengan cara apapun. Prosesnya dilakukan dengan sengaja. Aborsi dengan cara ini dilarang keras oleh Gereja karena tindakan yang semena-mena terhadap sesama yang lemah tak berdaya. Proses aborsi jenis ini biasanya dilakukan dengan cara minum obat-obatan medis atau dukun yang ahli dalam hal itu.
3.2 Aborsi Terapeutik
Aborsi terapeutik adalah pembunuhan yang dilakukan demi menyelamatkan nyawa atau kesehatan seorang wanita hamil. Aborsi terapeutik juga, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan. Aborsi dengan cara ini dalam Gereja Katolik dimasukkan dalam kategori kasus khusus, walaupun di sana-sini masih ada pro-kontra. Aborsi terapeutik dibagi dalam dua cara:
Aborsi terapeutik langsung adalah pembunuhan yang tindakan medisnya ditujukan langsung untuk membunuh janin tersebut.
Aborsi terapeutik tidak langsung adalah pembunuhan yang tindakan medisnya tidak ditujukan langsung pada janin tetapi pada bagian lain. Misalnya, pengangkatan rahim. Karena rahim diangkat maka otomatis janin yang berada dalam rahim akan mati.
3.3 Aborsi Eugenik
Aborsi eugenik adalah pembunuhan yang dilakukan terhadap janin yang cacat atau jenis kelamin janinnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Aborsi jenis ini pun masuk dalam kategori kasus khusus. Tetapi kalau aborsi karena bayi tidak sesuai dengan keinginan ditolak oleh Gereja. Gereja hanya menerima kalau bayi dalam kandungan cacat tetapi dengan catatan perhitungan medis menunjukkan masalah itu.
3.4 Keguguran (Miscariage)
Keguguran adalah aborsi yang terjadi secara alami (terjadi tanpa campur tangan manusia). Aborsi ini tidak bertentangan dengan ajaran Gereja karena terjadinya secara alami tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya menerimanya dengan pasrah.

4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Aborsi
Aborsi yang dilakukan biasanya karena suatu alasan tertentu yang kadang mendesak dan harus dilakukan. Tetapi ada juga yang melakukan aborsi karena faktor-faktor yang tidak masuk akal. Di bawah ini diketengahkan faktor-faktor penyebab seorang ibu melakukan aborsi.
4.1 Ekonomi.
Faktor ekonomi terkadang memicu terjadinya aborsi. Kesejahteraan anak dan pendidikan yang layak menimbulkan pikiran lebih baik ia tidak lahir daripada lahir dan menderita seumur hidup. Pikiran di atas tidak dibenarkan oleh Gereja, karena aborsi secara sengaja merupakan penghancuran manusia yang tak bersalah dan tindakan semena-mena.
4.2 Banyaknya Anak
Banyaknya anak juga menjadi pemicu terjadinya aborsi. Aborsi dilakukan karena kurangnya ekonomi atau tidak mampu mendidiknya nanti. Melihat masalah ini, Gereja dengan berpedoman pada Kitab Suci mengatakan bahwa kehidupan perkawinan adalah sesuatu yang suci karena daya cipta Allah langsung berkarya di dalamnya. Dengan demikian, mengadakan kehidupan baru adalah perbuatan yang kudus. Mencampuri bidang itu apalagi merintanginya adalah melawan kekudusan tersebut. Mengenai jumlah anak haruslah ditentukan bersama oleh suami dan istri berdasarkan suara hatinya. Tetapi suara hati harus tetap berpedoman pada kehendak Allah yang disampaikan oleh kewenangan Gereja. Suami-istri melukiskan persatuan Kristus dengan Gereja-Nya yang penuh cinta kasih dengan membuahkan kehidupan baru.
4.3 Paksaan
Aborsi selain dilakukan oleh ibu sering kali oleh orang lain. Yang pertama bersalah ialah ayahnya, jika secara eksplisit mendesak istrinya untuk melakukan aborsi. Tidak hanya ayahnya tetapi terkadang dari lingkungan keluarga atau lebih luas lagi dari teman-temannya. Paksaan-paksaan tersebut terkadang membuat seorang ibu tertekan sehingga terpaksa menyetujui aborsi. Atau seorang ibu ditekan secara langsung sehingga mau tidak mau ia harus melakukan aborsi. Di sini tanggung jawab moral terletak pada mereka yang langsung atau tidak langsung memaksanya untuk melakukan aborsi.
4.4 Keselamatan Ibu
Kasus yang paling dramatis ialah terjadinya konflik frontal antara nyawa ibu dan bayinya. Apabila secara objektif dalam perhitungan medis menunjukkan bahwa kalau melanjutkan kehamilan bisa mematikan baik ibu maupun bayinya. Menghadapi kasus seperti ini Gereja melalui para moralis Katolik umumnya menyetujui kasus tersebut dengan prinsip satu di antara mereka harus diselamatkan. Tetapi di sini bukanlah masalah lebih memilih ibunya daripada bayinya, atau lebih memilih bayinya daripada ibunya melainkan sebuah pilihan di antara hidup yang dapat diselamatkan dan hidup yang tidak dapat diselamatkan.
4.5 Kesehatan Ibu (Aborsi Terapeutik)
Aborsi jenis ini dilakukan untuk mengobati penyakit ibunya. Misalnya, ibunya mengandung tetapi ia mengidap penyakit jantung. Kalau kehamilannya diteruskan sampai dengan kelahirannya akan sangat berbahaya bagi ibunya. Maka, keputusan yang diambil ialah aborsi. Memang, sering dikatakan bahwa aborsi jenis ini adalah terapeutik tetapi sebenarnya tidak tepat istilah itu, karena tidak dibuat dalam rangka penyembuhan penyakit. Dengan kata lain, aborsi dilakukan tetapi penyakit jantungnya tidak tersembuhkan.

II. MENGAPA GEREJA KATOLIK MENOLAK ABORSI?
1. Pengantar
Aborsi adalah pembunuhan manusia tak bersalah yang telah hidup. Aborsi merusak sesama dan bertentangan dengan ajaran agama. Gereja melihat aborsi sebagai suatu perbuatan yang harus dihentikan dan dikutuk. Mengenai aborsi Gereja tetap pada ajarannya walau mendapat desakan dari berbagai pihak untuk melegalkannya.
2. Pandangan Gereja katolik Mengenai Aborsi
Untuk mengerti mengapa Gereja Katolik menolak Aborsi dibawah ini diketengahkan dasar yang menunjukkan alasan Gereja Katolik menolak aborsi. Berdasarkan alasan dari berbagai dokumen dan ajaran para pemimpin tertinggi Gereja serta Kitab Suci sebagai dasar utama kehidupan umat Kristiani, Gereja dengan tegas menolak aborsi. Karena berdasarkan sumber di atas manusia adalah hasil ciptaan Allah menurut Gambar dan rupa-Nya. Maka, manusia sejak awal adalah kudus.
2.1 Kitab Suci
Kitab Suci perjanjian Lama dengan keras melarang orang melakukan pembunuhan Jangan membunuh (Kel. 20:13; Ul. 5:17). Ini berarti kehidupan sangat dihormati dan perlu dijaga agar tidak mengalami kematian baik secara alami maupun campur tangan pihak lain. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama tidak disebutkan secara langsung kata “aborsi”. Kita hanya melihat teks-teks Kitab suci yang sering digunakan sebagai dasar argumen bila berbicara soal aborsi.
Semua orang setuju bahwa membunuh itu tidak baik dan tidak boleh. Tetapi persoalan yang muncul ialah bagaimana dengan aborsi? Gereja Katolik melihat bahwa aborsi adalah perbuatan terkutuk, sebab janin adalah manusia. Aborsi selalu digolongkan sebagai suatu aksi yang terkutuk sehingga pembunuhannya masuk klasifikasi pembunuhan manusia.Apalagi pembunuhan itu dilakukan secara sengaja dengan berbagai motif misalnya ekonomi, dll.
Jadi, pembunuhan janin adalah pembunuhan manusia yang adalah Gambar Allah sendiri. Dalam rahim ibu Allah berdiam. Ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci,  Sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri (Kej. 9:6b). Maka, barang siapa melakukan tindakan yang merugikan orang lain terutama aborsi adalah melawan hukum Allah dan dari padanya akan dituntut nyawa juga. Hidup manusia itu keramat dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya Dia yang boleh mengambil.
Dalam kitab Suci Perjanjian Baru sebagai dasar kehidupan umat Kristiani atau disebut Injil Kehidupan merupakan inti amanat Yesus. Kelahiran Yesus merupakan kabar gembira. Kabar gembira ini adalah dasar untuk pemenuhan kegembiraan pada tiap anak yang lahir di dunia.
Perjanjian baru pun tidak berbicara secara langsung mengenai aborsi. Larangan melakukan aborsi adalah konsekuensi langsung dari permenungan akan harkat dan martabat manusia yang selalu diperjuangkan Yesus dalam ajaran-Nya dan yang telah diwartakan oleh para murid-Nya. Dapat kita lihat dalam Kitab Suci bahwa kehamilan tidak pernah menjadi sebuah masalah atau beban. Ini terlihat pada Injil Lukas 1: 46 “Jiwaku memuliakan Tuhan”. Anak selalu dimengerti sebagai anugerah dari pencipta kehidupan yakni Allah sendiri. Ketika mulai ada kehidupan dalam rahim ibu, di sanalah terletak karya penciptaan Allah. Maka, keluarga selalu bahagia atas kehamilan dan kelahiran anak. Manusia mempunyai keistimewaan karena berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah dalam prokreasi yakni, melangsungkan kehamilan dan kelahiran anak. Manusia adalah “pembantu” Allah dalam menciptakan manusia baru. Maka, penghentian paksa atas kehamilan (aborsi) bukan hanya berarti berbuat kekejaman terhadap sesama ciptaan tetapi juga merusak karya ciptaan Allah seperti dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: Yang daripadanya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup (1Kor. 8:6).
Membunuh anak adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah karena bayi adalah manusia lemah tak berdaya. Ia tidak mampu membela diri. Allah selalu berpihak pada orang lemah dan tertindas. Maka, Ia tidak menghendaki kematiannya Bulu yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya (Mat. 12:20). Keberpihakan Allah pada orang lemah juga menjadi sikap Yesus yang bisa kita temukan dalam perikop Kitab Suci, Barang siapa menyesatkan salah satu dari anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut (Mrk. 9:42).
Mengenai penyesatan terhadap anak kecil, Yesus memberi hukuman yang sangat berat dan Dia tidak membicarakan hal yang sama bagi yang menyesatkan orang dewasa. Mengapa demikian? Karena orang dewasa mempunyai kemampuan untuk membela diri. Oleh karena itu, membunuhan orang yang paling lemah adalah berlawanan dengan sikap dan kehendak Allah yang ingin melindungi orang yang lemah tak berdaya.
Warta Injil diterima oleh Gereja penuh kasih dan harus diwartakan dengan kesetiaan penuh keberanian sebagai warta kebaikan kepada umat manusia pada tiap zaman dan pada tiap kebudayaan. Warta itu adalah amanat dari Yesus bahwa manusia mempunyai nilai pribadi yang tiada bandingnya.]Hidup manusia itu keramat karena sejak awal mulanya melibatkan ”tindakan kreativitas Allah” dan untuk selamanya tetap ada dalam naungan Sang Pencipta, satu-satunya tujuannya. Hanya Dialah awal dan akhir tujuan hidup.
2.2 Dokumen Konsili Vatikan II: Gaudium Et Spes
Dalam Gaudium Et spes ditegaskan bahwa dalam situasi apapun aborsi adalah kejahatan yang mengerikan. Apalagi pembunuhan bermotif banyaknya anak, ekonomi dan ketidakharmonisan keluarga. Pembunuhan anak melanggar hukum ilahi. Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah mempercayakan kepada manusia tugas luhur memelihara kehidupan. Dengan demikian suami istri harus hormat terhadap kehidupan manusia melampaui hal-hal yang pada derajat-derajat kehidupan yang lebih rendah. Maka, sejak pembuahan kehidupan harus dilindungi dengan perawatan yang baik karena anak adalah ciptaan Allah menurut gambar-Nya.
2.3 Kitab Hukum Kanonik 1983
“Barang siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi[21] yang bersifat otomatis (Kan. 1398). Artinya, hukuman otomatis menimpa siapa saja yang bersalah karena aborsi. Ekskomunikasi juga kena pada semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Dengan sanksi ini Gereja mau menjelaskan bahwa aborsi adalah salah satu dari kejahatan yang terberat dan paling berbahaya. Sedangkan ekskomunikasi bertujuan menyadarkan orang agar mengerti betapa berat dosa tertentu dan dengan demikian mendukung penyesalan dan tobat yang sesuai.[22]
Pandangan kitab hukum kanonik tentang aborsi juga tetap berdasar pada Kitab Suci, walaupun Kitab Suci tidak secara eksplisit berbicara tentang aborsi dan tidak mematok larangan langsung dan spesifik. Kitab Suci berangkat dari perintah Allah, Jangan membunuh sebab manusia sejak dari rahim ibunya milik Allah (bdk. Yer 1:5). Manusia sejak awalnya adalah sakral. Kitab hukum kanonik melihat bahwa perintah ini merupakan perintah Allah, “Jangan membunuh”, diterapkan pada kehidupan yang belum lahir (janin). Maka, perbuatan aborsi akan terkena sanksi yuridis, ekskomunikasi yang bersifat otomatis.
2.4 Kongregasi Ajaran Iman: Pernyataan tentang Aborsi.
Masalah aborsi hampir di mana-mana menjadi bahan diskusi alot. Melihat masalah ini kongregasi suci ajaran iman terdorong untuk mengeluarkan pernyataan tentang aborsi. Kongregasi ini menyadari bahwa tugas Gereja adalah melindungi manusia terhadap segala aspek yang dapat merusak atau melecehkannya dan memajukan iman dan moral di seluruh Gereja. Maka, mengenai masalah aborsi Gereja tidak tinggal diam.[24]
Kongregasi ajaran iman dalam berbicara mengenai aborsi merujuk pada Kitab Suci. Allah tidak menciptakan kematian dan tidak bergembira atas kebinasaan apa yang hidup (Keb. 1: 13). Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup (Mat. 22:32). Perikop di atas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia dan yang dikehendaki-Nya adalah kehidupan. Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya agar manusia menjadi mahkota dunia. Maka, aborsi adalah melawan kehendak Allah.
Hormat terhadap hidup manusia adalah suatu kewajiban karena manusia bebas. Ia bebas menentukan nasibnya dan berkuasa atas dirinya. Manusia diciptakan oleh Allah dan dalam Allah ia menemukan pemenuhannya. Ketika manusia dinyatakan sebagai persona, ia sudah bebas. Ia sudah menjadi orang lain bagi ibu dan ayahnya.

2.5 Ensiklik
Para pemimpin Gereja tidak berdiam diri melihat kasus aborsi yang dilakukan oleh keluarga-keluarga kristiani. Mereka sebagai pemimpin tertinggi Gereja dan pengajar ajaran moral yang benar sangat prihatin atas masalah aborsi. Aborsi menjadi masalah yang cukup serius yang harus dibahas tuntas karena aborsi menyangkut pembunuhan dan ini melawan ajaran Gereja yang tertuang dalam Kitab Suci..
2.5.1 Paus Pius XI: Casti Connubi
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 31 Desember 1930, beliau menuliskan bahwa keluarga-keluarga katolik yang menolak keturunan dengan berbagai alasan sebenarnya hanya ingin mencari kesenangan sendiri. Pada dasarnya perkawinan menurut kodratnya terarah pada kelahiran anak. Maka tindakan membunuh anak adalah suatu perbuatan yang jahat dan suatu kesalahan berat. Beliau menjelaskan bahwa tindakan aborsi adalah perbuatan melawan kodrat dengan mengutip Kitab Suci (Kej. 38: 8-10). Perikop di atas menjelaskan bahwa Tuhan membunuh orang yang tidak ingin mempunyai keturunan.
Ia juga menegaskan bahwa Gereja mengutuk semua bentuk aborsi langsung, juga yang disebut aborsi langsung dengan medis dan terapeutik. Ia berbicara mengenai aborsi dalam konteks keluarga. Ia mengatakan bahwa Aborsi adalah kejahatan yang sangat berat karena dialamatkan kepada hidup anak yang masih ada di dalam kandungan.
2.5.2 Paus Paulus VI: Humanae vitae
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 25 Juli 1968 beliau menghimbau keluarga-keluarga agar tetap menghormati hasil prokreasi seturut kehendak Allah. Penghentikan proses generatif, terutama pengguguran yang disengaja harus ditolak. Aborsi tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk mengkontrol kelahiran. Tugas melanjutkan keturunan merupakan tugas yang paling berat namun juga merupakan sumber kegembiraan besar seperti yang dialami oleh Elisabet yang di sebut mandul. Ia bersyukur dan memuji Tuhan ketika mengetahui bahwa ia hamil pada masa tuanya. Kegembiraan ini tentunya ada karena ada kerinduan sebelumya.

2.5.3 Paus Yohanes Paulus II: Evangelium Vitae
Dalam ensikliknya yang promulgasikan pada tanggal 25 Maret 1995, ia menjelaskan bahwa perbuatan yang paling jahat adalah aborsi karena melanggar kehidupan. Ia menjelaskan bahwa segala kejahatan yang dapat dilaksanakan manusia melawan kehidupan terutama aborsi. Tetapi dewasa ini banyak orang mulai meredupkan penilaian beratnya kejahatan itu. Kesadaran moral mulai menipis sehingga banyak orang tidak mampu membedakan antara baik dan buruk. Hak asasi atas manusiapun mulai dipertaruhkan. Mengingat keadaan yang serius ini maka, diperlukan keberanian untuk menetapkan kebenaran sehingga keluarga-keluarga Katolik tidak jatuh pada sikap kompromis dengan memakai sebutan sebenarnya. Menangani masalah ini Paus mengutip teguran Nabi Yesaya: Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan (Yes. 5:20).
Ia menegaskan bahwa aborsi pada dasarnya adalah pematian manusia dalam tahap awal hidupnya antara saat pembuahan sampai kelahiran. Pematian dengan cara ini mendapat hukuman yang berat dan perbuatan tidak adil karena yang dibunuh di sini adalah pribadi yag lemah, tak dapat membela diri. Maka, aborsi adalah pembunuhan yang amat durhaka. Walau demikian, masih ada kasus-kasus khusus yang diperhatikan oleh Gereja. Misalnya, Aborsi demi keselamatan seorang ibu. Untuk kasus-kasus khusus akan dibahas dalam poin berikutnya.
Ia juga menjelaskan masalah kapan mulai ada kehidupan karena ada beberapa pihak mencoba membenarkan aborsi dengan mengatakan bahwa hasil pembuahan, sekurang-kurangnya sampai hari tertentu belum dipandang sebagai pribadi. Mengenai masa, ia menegaskan bahwa sesungguhnya dengan pembuahan sel telur mulailah suatu kehidupan baru, yang bukan hidup ayah dan bukan hidup ibu, melainkan makhluk baru yang mempunyai kebebasan untuk tumbuh sendiri dengan sifat-sifat khas tertentu. Oleh karena itu, sejak saat adanya harus diberi penghormatan mutlak dan diakui. Ia sudah mempunyai hak asasi manusia dalam keseluruhan dan kesatuan jasmani dan kejiwaannya. Dengan demikian hak atas hidup adalah mutlak tanpa diganggu gugat.

3. Kasus-kasus Khusus Aborsi
Dalam bagian ini kita akan berbicara tentang kasus-kasus khusus aborsi. Kasus-kasus ini pantas dibicarakan secara tersendiri sebab perlu beberapa klarifikasi yang sering kali membingungkan.
3.1 Aborsi dengan Indikasi Medis.
Yang disebut aborsi dengan indikasi medis adalah aborsi yang dilakukan oleh karena adanya tanda atau keadaan yang menunjukkan atau menggambarkan bahwa pelangsungan kehamilan akan menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan ibu yang tidak bisa dipulihkan atau bahkan menyebabkan kematian ibu.
Maka, penilaian moral terhadap kasus ini adalah kita tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah karena apa yang dilakukannya bukan berdasarkan kemauannya tetapi demi keselamatannya. Jadi, Gereja Katolik melihat bahwa aborsi dengan cara demikian tidak melanggarkan moral. Tetapi tetap ditegaskan bahwa Gereja tetap tidak mengizinkan aborsi. Kasus diatas diperbolehkan sejauh tidak ada jalan lain.
3.2 Konflik Frontal Antara Nyawa Ibu dan Bayinya
Kasus yang paling dramatis adalah kasus di mana terjadi konflik frontal antara nyawa ibu dan bayinya. Apabila secara obyektif dalam perhitungan medis dinyatakan bahwa terjadi suatu keadaan di mana melanjutkan kehamilan bisa mematikan baik ibu maupun bayinya. Menghadapi keadaan seperti di atas yang perlu dipilih adalah apa yang paling mungkin diselamatkan. Kalau yang paling mungkin diselamatkan adalah ibunya maka ibunya harus diselamatkan; bila bayinya yang paling mungkin maka dia yang diselamatkan. Daripada kedua-duanya mati, maka lebih baik memilih satu di antaranya.
Tetapi ini bukan berarti bahwa hidup ibunya lebih berarti daripada bayinya, melainkan kita berhadapan dengan situasi di mana hanya ada dua pilihan: membiarkan keduanya mati atau menyelamatkan nyawa ibunya. Maka, pilihan menyelamatkan ibunya adalah pilihan yang paling baik. Melihat kasus seperti itu, moralis katolik seperti Bernard Haring mengatakan bahwa,Di sini bukanlah masalah lebih memilih ibunya daripada bayinya atau lebih memilih bayinya daripada ibunya, tetapi sebuah pilihan di antara hidup yang dapat diselamatkan dan hidup yang tidak dapat diselamatkan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar