Kamis

Guru yang Muda Dan katolik

Sebuah catatan sederhana tentang panggilan sebagai seorang guru


Masih terngiang di dalam ingatanku ketika bapakku yang seorang guru sd mengatakan bahwa guru adalah jalan hidup yang mulia. Ada sebuah alasan yang menarik kenapa beliau menjadi seorang guru yaitu ikut ambil bagian dalam menuliskan sejarah suatu generasi. Seorang guru harus mempersiapkan dirinya bertahun-tahun sebelum terjun ke medan pendidikan karena mendidik tidaklah mudah, tidaklah sederhana.

Menjadi guru harus memiliki ilmu, tekad, dan spritualitas serta banyak hal yang lainnya. Spiritualias adalah point pentng yang kelak akan mempengaruh cara berpikir siswa, spritualitas seorang guru akan membentuk anak didiknya menjadi seperti apa yng diharapkan oleh guru tersebut. Seorang guru yang tidak memliki spritualias maka hanya akan memindah ilmu saja tetapi tidak akan mengubah apapun, tidak akan membangun karaker anak didiknya.

Apa sebenarnya yang dimaksud spiritualias? Spiritualitas di sini mengacu pada nilai- nilai religius yang mengarahkan tindakan seseorang Jika nilai- nilai yang dipegang tidak mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang dicapai adalah ‘semu’ sedangkan jika nilai-nilai itu mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang diperoleh adalah kebahagiaan sejati. Meskipun spiritualitas ini tidak terbatas pada agama tertentu, namun, kita bisa memahami, bahwa spiritualitas mengarah pada Tuhan Sang Pencipta, karena semua manusia diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama, dan karena hanya di dalam Tuhanlah kita mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan di dalam kehidupan ini.

            Dari sini kita dapat melihat apakah seorang guru itu memiliki spirtualitas katolik. Ada setidaknya beberapa ciri spritualitas katolik yang dapat dilihat pada diri seorang guru katolik. ciri-ciri dari Spiritualitas katolik tersebut adalah

  1. Hidupnya berpusat pada Kristus. Kristuslah yang menciptakan hidup spiritual, sebab di dalam Dia, Tuhan menyatakan diriNya oleh kuasa Roh Kudus.
  2. Melalui Kristus menuju kesatuan dengan Allah Tritunggal. Hidupnya mengarah kepada Allah Tri Tunggal melalui Yesus Kristus .
  3. Hidupnya ikut ambil bagaian di dalam misteri Paska Kristus (salib, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga). Artinya hidupnya penuh pertobatan, selalu berusaha memperbaiki setiap kekurangan yang ada.
  4. Hidupnya berpedoman kepada Kitab suci karena Kitab Suci bukan hanya wahyu Tuhan, tapi juga pernyataan akan pengalaman manusia di dalam wahyu Tuhan itu. Apa yang dialami oleh Adam dan Hawa, Nabi Abraham, Ayub, Bunda Maria, Rasul Petrus dan Paulus, dapat dialami oleh kita semua.
  5. Memilki Spiritualitas katolik berlandaskan atas keyakinan akan Kasih Tuhan di atas segalanya yang mampu mengubah segala sesuatu. Mengarah pada kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Allah.
  6. Melihat Bunda Maria sebagai contoh teladan.
  7. Mengacu pada ajaran Gereja-Nya, Gereja Katolik.

Selain berspritualtas katolik maka seorang guru juga harus memiliki semangat muda. Sebuah semangat yang terus menggebu-gebu untuk membaharui diri terus menerus tanpa henti.. Beberapa ciri semangat Muda adalah cara berpikirnya yang dinamis, kreatif, idealis, peka pada setiap perubahan, berani bereksperimen dan tidak lagi kolot sekalipun tidak melepas nilai-nilai yang ada. Dengan semangat muda seorang guru mampu mengikuti dinamika zaman yang ada dimana para siswa menjalani hidupnya. Kemudaan yang dimiliki para guru membawa mereka menjadi pendidik yang mudah diterima oleh siswa, baik cara mengajarnya maupun dalam kesehariannya.

Guru yang berjiwa muda dan berspritualitas katolik diharapkan mampu menjawab tantangan zaman yang ada. Mampu membangun orang-orang muda yang dipercayakan kepadanya dengan penuh cinta yang tulus. Menjadi manusa-manusia yang beriman kepada Kristus Yesus dan tangguh dalam mejalani hidup berjiwa humanis.

 

Referensi bacaan:

§  Jordan Aumann, Spiritual Theology, Spiritual Theology, (Continuum, London, reprint 2006, first published in 1980), p17, “…spirituality refers to any religious or ethical value that is concretized as an attitude or spirit from which one’s actions flow.”

§  Douglas G. Bushman, S.T.L., Foundation of Catholic Spirituality, Institute for Pastoral Theology, Ave Maria University, 2006, p. 35-37.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar